ANEMIA
Pengertian
Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
Etiologi:
Hemolisis (eritrosit mudah pecah)
Perdarahan
Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)
Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper
Klasifikasi anemia:
Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:
Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:
Anemia aplastik Penyebab:
agen neoplastik/sitoplastik
terapi radiasi
antibiotic tertentu
obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason
benzene
infeksi virus (khususnya hepatitis)
↓
Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang
Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)
Hambatan humoral/seluler
↓
Gangguan sel induk di sumsum tulang
↓
Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai
↓
Pansitopenia
↓
Anemia aplastik
Gejala-gejala:
Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)
Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.
Morfologis: anemia normositik normokromik
Anemia pada penyakit ginjal
Gejala-gejala:
Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl
Hematokrit turun 20-30%
Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi
Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin
Anemia pada penyakit kronis
Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan
Anemia defisiensi besi
Penyebab:
Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi
Gangguan absorbsi (post gastrektomi)
Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)
↓
gangguan eritropoesis
↓
Absorbsi besi dari usus kurang
↓
sel darah merah sedikit (jumlah kurang)
sel darah merah miskin hemoglobin
↓
Anemia defisiensi besi
Gejala-gejalanya:
Atropi papilla lidah
Lidah pucat, merah, meradang
Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut
Morfologi: anemia mikrositik hipokromik
Anemia megaloblastik
Penyebab:
Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat
Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.
↓
Sintesis DNA terganggu
↓
Gangguan maturasi inti sel darah merah
↓
Megaloblas (eritroblas yang besar)
↓
Eritrosit immatur dan hipofungsi
Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:
Pengaruh obat-obatan tertentu
Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik
Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase
Proses autoimun
Reaksi transfusi
Malaria
↓
Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit
↓
Antigesn pada eritrosit berubah
↓
Dianggap benda asing oleh tubuh
↓
sel darah merah dihancurkan oleh limposit
↓
Anemia hemolisis
Tanda dan Gejala
Lemah, letih, lesu dan lelah
Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang
Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.
Kemungkinan Komplikasi yang muncul
Komplikasi umum akibat anemia adalah:
gagal jantung,
parestisia dan
kejang.
Pemeriksaan Khusus dan Penunjang
Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.
Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum
Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.
Terapi yang Dilakukan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:
Anemia aplastik:
Transplantasi sumsum tulang
Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)
Anemia pada penyakit ginjal
Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat
Ketersediaan eritropoetin rekombinan
Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.
Anemia pada defisiensi besi
Dicari penyebab defisiensi besi
Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.
Anemia megaloblastik
Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.
Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.
Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN MASALAH KOLABORASI YANG MUNGKIN MUNCUL
Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake makanan.
Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
Resiko Infeksi b/d imunitas tubuh skunder menurun (penurunan Hb), prosedur invasive
PK anemia
Kurang pengatahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang informasi.
Sindrom deficite self care b.d kelemahan
RENPRA ANEMIA
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2 | Setelah dilakukan askep .... jam Klien dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas dgn KH:
| Terapi aktivitas :
Monitoring V/S
Energi manajemen
Manajemen nutrisi
Emosional support
|
2 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat, faktor psikologis
| Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH: BB stabil, tingkat energi adekuat masukan nutrisi adekuat | Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
3 | Perfusi jaringan tdk efektive b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.
| Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam perfusi jaringan klien adekuat dengan criteria : - Membran mukosa merah muda - Conjunctiva tidak anemis - Akral hangat - TTV dalam batas normal
| perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
|
4 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive | Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
5 | PK:Anemia | Setelah dilakukan askep ..... jam perawat dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia : Hb >/= 10 gr/dl. Konjungtiva tdk anemis Kulit tidak pucat hangat |
|
6 | Deficite Knolage tentang penyakit dan perawatannya b.d Kurang paparan thdp sumber informasi, terbatasnya kognitif | setelah diberikan penjelasan selama …. X pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
7 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya | Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri : activity daily living (adl) dengan kritria :
| Bantuan perawatan diri
|
BRONKOPNEUMONIA
PENGERTIAN
Bronkopneumonia adalah peradangan pada diding bronkus kecil disertai atelektasis daerah percabangannya.
ETIOLOGI
Bakteri streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, mycobacterium tuberculosis.
Virus : RSV, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza.
TANDA DAN GEJALA
Suhu naik mendadak sampai 40 C kadang disertai kejang demam tinggi.
Gelisah.
Sesak nafas dan cyanosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung,retraksi dinding dada.
Kadang disertai muntah dan diare
Batuk produktif disertai dahak.
PATOFISIOLOGI
Bronkopnemonia diawali dengan masuknya kuman kejaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas u/ mencapai bronkiolus kemudian kealveolus sekitarnya secara makroskopi.Kelainan yang timbul berupa bercak konsulidasi yang tersebar pada dua paru. Secara mikroskopi reaksi radang tampak meliputi dinding bronkus/bronkiolus, lumen terisi eksudat dan sel epitel rusak, rongga alveolus sekitarnya penuh dengan neutropil dan sedikit eksudat fibrinosa. Penyembuhan biasanya tidak sempurna, dinding bronkus / bronkiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran sehingga dapat menimbulkan bronkhiektasis.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Foto thorak u/ melihat adanya infeksi diparu
AGD u/ mengetahui status kardiopulmoner b/d oksigenasi ( pa co2 menurun).
HJL u/ menetapkan adanya anemia, infeksi, biasanya leukosit meningkat 15.000- 40.000/m3, LED meningkat.
Status spirometri u/ mengkaji udara yang diinspirasi.
Bronkoskopi
Biopsi paru, Kultur darah.
MANAJEMEN THERAPI
Bronkopneumonia berat harus rawat inap
Lakukan suction.
Oksigenasi yang adekuat.
Cairan yg cukup (ntra vena).
Diet TKTP , bila pasien sesak nafas lebih baik personde (NGT).
Bila ada asidosis koreksi dengan Na Bicnat 1 mEq/kg BB.
Medikamentosa.
Fisioterapi .
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.
Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis.
Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.
Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga.
Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RS
RENPRA BRONKOPNEMONIA
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
| Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn. | Airway manajemenn
Airway Suction
|
2 | Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan. | Setelah dilakukan askep … jam tidak terjadi aspirasi dg KH;
| Pencegahan aspirasi
|
3 | Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler
| Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status sirkulasi Dg KH: Perfusi jaringan adekuat, tidak ada edem palpebra, akral hangat, kulit tdk pucat, urin output adekuat respirasi normal. | perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
|
4 | Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:
| Managemen nutrisi
Nutritional terapi
|
5 | Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive
| Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:
| Kontrol infeksi.
Proteksi infeksi.
|
5 | Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga
| Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
| Mengajarkan proses penyakit
|
6 | Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi | Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep. | Pengurangan kecemasan
|
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)
I. PENGERTIAN
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah
II. ETIOLOGI
CKD dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut:
DM.
Glomerulonefrtitis kronis
Pielonefritis
Agen toksis
Hipertensi yang tidak terkontrol
Obstruksi traktus urinalisis
Gangguan vaskuler
Infeksi
Terdapat 8 kelas sebagai berikut :
-
Klasifikasi penyakit
Penyakit
Infeksi
Pielonefritis kronik
Penyakit peradangan
Glomerulonefritis
Penyakit vascular
hipertensif
Nefrosklerosis benigna
Nefrosklerosis maligna
Stenosis arteri renalis
Gangguan jaringan
penyambung
Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodus
Skelrosis sistemik progresif
Gangguan kongenital dan herediter
Penyakit ginjal polikistik
Asidosis tubulus ginjal
Penyakit metabolik
Diabetes mellitus, Gout
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik
Penyalahgunaan analgesik
Nefropati timbal
Nefropati obstruktif
Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma fibrosis retroperitoneal
Saluran kemih bawah : hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital pada leher kandung kemih dan uretra
III. PATOFISIOLOGI
Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:
1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
Kreatinin serum dan kadar BUN normal
Asimptomatik
Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR
2. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)
Kadar kreatinin serum meningkat
Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat
ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit
air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010
Patofisiologi umum GGK
Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)
“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”
PATWAY CKD / GAGAL GINJAL :
Infeksi Penyakit metabolik
Penyakit vaskulair Nefropati toksik
Peradangan Nefropati obstruksi
Gg jaringan penyambung Gg konginetal & Heriditer
----------------------------------------------------------------------------------------------
Kerusakan nefron ginjal
Hipertropi nefron tersisa u/ mengganti kerja nefron yg rusak
-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
STD I STD II STD III
Penurunan cadangan ginjal insuf renal (BUN, Creat , GG std akhir (90% massa
(asimtomatik) nokturia, poliuri) nefron hancur, BUN. Creat , oliguri
Perubahan sistem tubuh
1-----------------2------------------3-----------------4------------------5-------------6-----------7--
Sist GI Hematologi Syaraf otot Cardiovasculair Indokrin Kulit Sist lain
Anoresia,
Nausea, -Anemia
vomitus (< eritropoet) - Gg sex -gatal,pct
pegal tungkai, - HT PK: HT - GTT -urea frost
Kesemutan - nyeri dada -ekimosis
Nutrisi< PK:Anemia - sesek PK: Hiperglikemi - gg as. bs
mdh (GG F. Trombcyt) Nyeri akut - Gg. Metab lemak
stomatitis PK: Asidosis metblk - Gg. Metab. VIT D
parotts Pl nfas tdk effektf
gastritis PK: Perdarahan - edema Gg. Integritas kulit
(Gg lekosit) Gg. Konsep diri
Risk Infeksi Ke> cairan
PK: Ktdkseimbngan PK:asidosis metabolik
Cairan elektrolit -gg elektrolit
PK : Hipoalbumin
PK: Aritmia - Gg irama jantung
PK: ktdk seimb Cairan &Elektrolit
- kalsifikasi, metastase
IV. MANIFESTASI KLINIK
Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).
Sistem integrumenurum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan suatu penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.
Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.
Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedura otot dan kejang.
Sistem pulmoner: krekels, sputun kental, nafas dalam dan kusmaul.
Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.Laboratorium
Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : ureum kreatinin, asam urat serum
Identifikasi etiologi gagal ginjal : analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit, imunodiagnosis
Identifikasi perjalanan penyakit : progresifitas penurunan fungsi ginjal, ureum kreatinin, klearens kreatinin test : CCT = (140 – umur ) X BB (kg)
72 X kreatinin serum
wanita = 0,85
pria = 0,85 X CCT
- hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan
- elektrolit
-endokrin : PTH dan T3,T4
-pemeriksaan lain: infark miokard
2. Diagnostik
Etiologi GGK dan terminal
-Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram
-Pielografi retrograde, Pielografi antegrade
- mictuating Cysto Urography (MCU)
Diagnosis pemburuk fungsi ginjal : retogram, USG
VI. MANAJEMEN TERAPI GGK
Terapi konserv
Penyakit ginjal terminal
Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD
Transplantasi ginjal
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.
Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.
Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.
Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :
Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan
Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi
Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi
VII. KOMPLIKASI
Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.
Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.
Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
Asidosis metabolic
Osteodistropi ginjal
Sepsis
neuropati perifer
hiperuremia
VIII. KLASIFIKASI GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease) :
-
Stage
Gbran kerusakan ginjal
GFR (ml/min/1,73 m2)
1
Normal atau elevated GFR
≥ 90
2
Mild decrease in GFR
60-89
3
Moderate decrease in GFR
30-59
4
Severe decrease in GFR
15-29
5
Requires dialysis
≤ 15
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.
Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis
Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi kesehatan.
Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive
PK: Insuf Renal
PK : Anemia
Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.
RENPRA CKD
No | Diagnosa | Tujuan/KH | Intervensi |
1 | Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2 | Setelah dilakukan askep ... jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik Kriteria Hasil:
| NIC: Toleransi aktivitas
|
2 | Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, penurunan energi, kelemahan | Setelah dilakukan askep ..... jam pola nafas klien menunjukkan ventilasi yg adekuat dg kriteria :
| Monitor Pernafasan:
Pengelolaan Jalan Nafas
|
3 | Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme pengaturan melemah | Setelah dilakukan askep ..... jam pasien mengalami keseimbangan cairan dan elektrolit. Kriteria hasil:
| Fluit manajemen:
Fluit monitoring:
|
4 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh | Setelah dilakukan askep ….. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat | Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
5 | Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya b.d. kurangnya sumber informasi | Setelah dilakukan askep … jam Pengetahuan klien / keluarga meningkat dg KH: Pasien mampu:
| Pendidikan : proses penyakit
|
6 | Resiko infeksi b/d tindakan invasive, penurunan daya tahan tubuh primer
| Setelah dilakukan askep ... jam risiko infeksi terkontrol dg KH:
| Kontrol infeksi
proteksi infeksi:
|
7 | PK: Insuf Renal | Setelah dilakukan askep ... jam Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari insuf renal |
|
8 | PK: Anemia | Setelah dilakukan askep .... jam perawat akan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :
|
|
9 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan | Setelah dilakukan askep …. jam klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan kriteria :
| Bantuan perawatan diri
|
HEMODIALISA
DEFINISI
Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membran semipermeabel.
Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain.
Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.
Sistem ginjal buatan:
Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).
Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.
Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
INDIKASI
Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.
Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:
Hiperkalemia
Asidosis
Kegagalan terapi konservatif
Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah
Kelebihan cairan
Mual dan muntah hebat
PERALATAN
Dialiser atau Ginjal Buatan
Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).
Dialisat atau Cairan dialysis
Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.
Sistem Pemberian Dialisat
Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.
Asesori Peralatan
Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.
Komponen manusia
Pengkajian dan penatalaksanaan
PROSEDUR HEMODIALISA
Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.
Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.
Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.
Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.
Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.
Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa
Perawatan sebelum hemodialisa
Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa
Kran air dibuka
Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan
Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak
Hidupkan mesin
Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit
Matikan mesin hemodialisis
Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat
Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis
Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)
Menyiapkan sirkulasi darah
Bukalah alat-alat dialysis dari set nya
Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.
Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.
Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..
Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc
Hubungkan set infus ke slang arteri
Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.
Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.
Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin
Buka klem dari infus set ABL, VBL
Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.
Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan
Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).
Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.
Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru
Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.
Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.
Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah.
Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.
Persiapan pasien
Menimbang berat badan
Mengatur posisi pasien
Observasi keadaan umum
Observasi tanda-tanda vital
Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:
Dengan interval A-V shunt / fistula simino
Dengan external A-V shunt / schungula
Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)
Intrepretasi Hasil
Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.
Komplikasi
Ketidakseimbangan cairan
Hipervolemia
Ultrafiltrasi
Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)
Hipovolemia
Hipotensi
Hipertensi
Sindrom disequilibrium dialysis
Ketidakseimbangan Elektrolit
Natrium serum
Kalium
Bikarbonat
Kalsium
Fosfor
Magnesium
Infeksi
Perdarahan dan Heparinisasi
Troubleshooting
Masalah-masalah peralatan
Aliran dialisat
Konsentrat Dialisat
Suhu
Aliran Darah
Kebocoran Darah
Emboli Udara
Akses ke sirkulasi
Fistula Arteriovenosa
Ototandur
Tandur Sintetik
Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda
Diagnosa Keperawatan klien HD = CKD hal. 21
DIABETES MELITUS
I. PENGERTIAN
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.
KLASIFIKASI
Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
Klasifikasi Klinis
Diabetes Mellitus
Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)
Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
Diabetes Kehamilan (GDM)
Klasifikasi risiko statistik
Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.
ETIOLOGI
Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)
Faktor genetic :
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
Faktor imunologi :
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.
Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:
Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
Obesitas
Riwayat keluarga
Kelompok etni
IV. PATOFISIOLOGI
DM Tipe I DM Tipe II
Reaksi Autoimun
Idiopatik, usia, genetil, dll
sel β pancreas hancur
Jmh sel β pancreas menurun
Defisiensi insulin
Katabolisme protein meningkat
Lipolisis meningkat
Hiperglikemia
Penurunan BB polipagi
Glukoneogenesis meningkat
Glukosuria
Gliserol asam lemak bebas meningkat
Diuresis Osmotik
Kehilangan elektrolit urine
Ketogenesis
Kehilangan cairan hipotonik
Hiperosmolaritas
Polidipsi
ketoasidosis
ketonuria
coma
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).
V. GEJALA KLINIS
Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu
Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.
Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.
VI. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah
Akut
Hipoglikemia dan hiperglikemia
Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.
Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).
Komplikasi menahun Diabetes Mellitus
Neuropati diabetik
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
Proteinuria
Kelainan koroner
Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK
Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.
PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat:
Memperbaiki kesehatan umum penderita
Mengarahkan pada berat badan normal
Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda
Mempertahankan kadar KGD normal
Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik
Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.
Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah:
Jumlah sesuai kebutuhan
Jadwal diet ketat
Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
Diit DM I : 1100 kalori
Diit DM II : 1300 kalori
Diit DM III : 1500 kalori
Diit DM IV : 1700 kalori
Diit DM V : 1900 kalori
Diit DM VI : 2100 kalori
Diit DM VII : 2300 kalori
Diit DM VIII: 2500 kalori
Keterangan :
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah
J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 %
Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:
kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
Normal : BB X 30 kalori sehari
Gemuk : BB X 20 kalori sehari
Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.
Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru
Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
Obat
Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1). Mekanisme kerja sulfanilurea
kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
kerja OAD tingkat reseptor
2). Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
Menghambat absorpsi karbohidrat
Menghambat glukoneogenesis di hati
Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin
Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
Insulin
Indikasi penggunaan insulin
DM tipe I
DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
DM kehamilan
DM dan gangguan faal hati yang berat
DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
DM dan TBC paru akut
DM dan koma lain pada DM
DM operasi
DM patah tulang
DM dan underweight
DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1). Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:
lokasi suntikan
ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
2). Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
3). Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.
Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.
Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.
4). Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
KAKI DIABETES
Pengertian
Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi kronik DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan gangrene.
Faktor Penyebab Kaki DM
Faktor endogen:
Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
Adanya hormone aterogenik
Merokok
Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya denyut nadi, Adanya pemucatan ekstrimitas inferior, Kulit mengkilap, Hilangnya rambut dari jari kaki, Penebalan kuku, Gangrene kecil atau luas.
Faktor eksogen : Trauma, Infeksi
Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:
Grade 0 : tidak ada luka
Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
Grade III : terjadi abses
Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal
Pedoman evaluasi kaki diabetes
Evaluasi vaskuler, meliputi:
palpasi pulsus perifer
ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara mengangkat kaki kemudian diturunkan, waktu lebih dari 20 detik berarti terdapat iskemia atau kaki pucat waktu diangkat.
Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang.
Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik
Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan pergelangan kaki dan abnormalitas tulang.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
Hiegene kaki:
Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok
Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
Alas kaki yang tepat
Mencegah trauma kaki
Berhenti merokok
Segera bertindak jika ada masalah
Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes
perawatan luka
Antibiotika
Pemeriksaan radiologis
Perbaikan sirkulasi dan nutrisi
Meminimalkan berat badan
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
PK : Infeksi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
PK: Hipo / Hiperglikemi
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi.
Kelelahan berhubungan dengan status penyakit
Sindrom deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
RENPRA DM
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | PK : Infeksi | Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defsiensi imun |
|
3 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi in adekuat | Setelah dilakukan askep …. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat | Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
4 | PK: Hipo / Hiperglikemi | Setelah dilakukan askep …… jam diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia. | Managemen Hipoglikemia:
Managemen Hiperglikemia
|
4 | Kerusakan integritas jaringan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)
| Setelah dilakukan askep .... jam Wound healing meningkat: Dengan criteria Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan | Wound care
|
5 | Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot
| Setelah dilakukan Askep .... jam dapat teridentifikasi Mobility level Joint movement: aktif. Self care:ADLs Dengan criteria hasil:
| Terapi Exercise : Pergerakan sendi
Self care assistance:
|
6 | Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif | Setelah dilakukan askep .... jam jam, pengetahuan klien meningkat Dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
7 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
| Bantuan perawatan diri
|
DIARE CAIR AKUT
1. Pengertian Diare
Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( > 3 kali/hari ), serta perubahan isi/volume ( > 200 gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002).
Diare adalah peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar (medistore.com)
2. Klasifikasi Diare sbb :
Diare akut
Diare akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur < 5 tahun, dehidrasi dapat terjadi dan dapat mengakibatkan kefatalan kira-kira pada 400 anak tiap tahun di Amerika Serikat ( Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong's, 1994).
Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat > 3 kali /hari dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan oleh agent infectius yang mencakup virus, bakteri dan patogen parasit.
Diare Kronik
Kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan konsistensi cair dengan durasi 14 hari atau lebih ( Wholey & Wong's, 1994)
3. Penyebab Diare , Penyakit diare dapat disebabkan oleh :
Infeksi oleh karena Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Terdiri atas : Virus (rotavirus), Bakteri ( E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobacter jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit (Entamuba hystolitica).
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan / miniman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Malabsorsi : Gangguan dalam pencernaan makananan
Alergi makanan dan keracunan makanan
Imunodefisiensi / imunosupresi(kekebalan menurun)
Keadaan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS
Faktor lingkungan dan perilaku
4. FAKTOR PREDISPOSISI
Usia
Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar dan kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant.
Penurunan status kesehatan
Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare berat.
Lingkungan
Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai, persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat.
PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme masuk GIT
Berkembang biak setelah berhasil melewati swar asam lambung
Membentuk toksin (endotoksin)
Rangsangan untuk membuang mikroorganisme / makanan tersebut
DIARE
Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentuh makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal tidak normal.
GEJALA & MANIFESTASI KLINIS DIARE.
Gejala Klinis :
Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada sama sekali.
Tinja/ feces menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.
Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok hipovolemik.
Manifestasi Klinis
No | Agen Penyebab | Karakteristik |
1 | Viral agent a. Rotavirus
b. Norwalk
| Fever 38 atau lebih Nausea, vomiting Abdominal pain Diare bisa lebih dari 1 minggu Fever, loss of apetit Abdominal pain Diare dan malaise. |
2. | Bacterial agent
|
Diare cair disertai mukus dan darah Vomiting, abdominal distention, diare dqn fever. Nausea, vomiting, colic abdominal, diare disertai darah dan mukus. Fever, hiperaktif peristaltic and mild abdominal tenderness. Headache and cerebral manifestation. Ireguler fever, headache, malaise, letargi, fatigue, abdominal pain, anoreksia, weight loss develop. Fever 40 derajat and cramping, abdominal pain, konvulsi, headache, delirium, diare disertai mukus bisa bercampur darah, abdominal pain, inright lower quadrant, vomiting. Fever, abdominal cramping periumbilical, diare disertai darah, vomiting Diare cair dengan cramp, iritasi anal, feces disertai darah dan mukus. |
3 | Food Poisoning
|
Nausea, vomiting, severe abdominal cramps, shok dapat terjadi pada kasus berat, demam ringan. Moderate to severe crampy, mid epigastric pain. Nausea, vomiting, diare, dry mouth dan disfagia. |
KOMPLIKASI
Kehilangan air dan elektrolit: dehidrasi, asidosis metabolik, hipoklasemia dan syok
Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung katabolisme
Aritmia jantung
DIAGNOSIS
Diagnosis didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang
Riwayat diare sekarang
Meliputi: lama kurang dari 1 mg, frekuensi, konsistensi, muntah, demam, BAK 6 jam terakhir, tindakan yang telah dilakukan.
Riwayat diare sebelumnya
Riwayat penyakit penyerta saat ini
Riwayat Imunisasi
Riwayat makanan sebelum diare
Pemeriksaan laboratorium
Specimen feces : Plymorfonuklear leukosit sebagai gambaran infeksi
ELISA : untuk mengkonfirmasi infeksi parasit
pH < 6 dan penurunan substansi menunjukan malabsorbsi KH dan deficiency laktose sekunder.
Test urine : menentukan dehidrasi
Peningkatan Hmt, Hb, creatinin dan BUN umumnya ditemukan pada DCA.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda-tanda vital
Berat badan dan panjang badan untuk menentukan status gizi
Tanda-tanda dehidrasi
Pemeriksaan chepalo caudal : ubun-ubun besar pada bayi, turgor kulit, kelembaban mukosa, air mata, konjungtiva, dada : jantung dan paru, abdomen ; persitaltik usus, integritas kulit area perianal dll
Kemungkinan komplikasi lain
10.TATALAKSANA PEMBERIAN MAKANAN
Makanan sangat penting untuk penderita diare. Makanan diberikan sesegera mungkin termasuk susu, susu buatan khusus ( rendah lactose ) hanya diberikan atas indikasi yang jelas. Prinsip pemberian makanan untuk penderita diare antara lain:
ASI tidak dihentika seoptimal mungkin
Kualitas dan kuantitas mencukupi
Mudah diabsorbsi
Tidak merangsang
Diberikan dalam porsi kecil tapi sering
11.TATALAKSANA DIARE
Dasar-dasar penatalaksanaan terdiri atas 5 D:
Dehidrasi
Diagnosis
Diit
Defisiensi disakarida
Drugs
Management terapeutik langsung untuk koreksi keseimbangancairan dan elektrolit dan mencegah terjadinya malnutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai dehidrasi, yang pertama harus dilakukan adalah ORT (Oral Rehidrasi Therapy). Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan caiaran parenteral.
12. DEHIDRASI
Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan ( dehidrasi ).
Tanda-tanda Dehidrasi Berat :
Letargis atau tidak sadar dan Mata cekung
Tidak bisa minum atau malas minum
Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama.
Tanda-tanda Dehidrasi ringan/sedang :
Gelisah,rewel/mudah marah
Mata cekung
Haus,minum dengan lahap
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Tanpa dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas
Penanganan Dehidrasi Ringan :
Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)
ASI tetap diberikan bagi anak yang masih menyusu
Oralit
Larutan gula garam
Cairan makanan( air tajin,kuah sayur atau air matang)
Lanjutkan pemberian makan
Pergi ke pusat pelayanan kesehatan
Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan:
Pemberian cairan tambahan seperti penanganan dehidrasi ringan
Pemberian Oralit secara intensif selama periode 3 jam
Ulangi penilaian dan klasifikasikan derajat dehidrasinya.
Penanganan Dehidrasi Berat :
Rujuk segera ke pusat pelayanan kesehatan untuk pengobatan IV / lanjutan
13.REHIDRASI
Dasar-dasar rehidrasi:
Jumlah cairan yang hilang
Dehidrasi ringan : 0 – 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB
Dehidrasi sedang : 5 – 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB
Dehidrasi berat: 10- 15 % atau rata-rata 125 ml/ kg BB
Tonisitas caiaran
Isotonis : Kadar Na + : 131 – 150 mEq/L
Hipertonis : Kadar Na+ : > 150 mEq/L
Hipotonik : < 131 mEq/L
Oral Rehidrasi Solution (ORS) diberikan pada kasus lebih lanjut misalnya pada infant dengan dehidrasi isotonik, hipotonik dan hipertonik. Nutrient based solution ini dapat menurunkan vomiting, penurunan kehilangan volume cairan (Wong, 1994). Komposisi ORS tampak pada tabel-2. Setelah rehidrasi pada infant, ORS dapat digunakan selama mempertahankan terapi cairan dan sebagai solution alternative dengan cairan rendah sodium seperti ASI dan susu formula bebas lactose.
Setiap kali BAB diganti dengan 1:1 ORS. Jika feces tidak diketahui, perkiraan ORS adalah 10 ml/kgBB atau 0,5 sampai 1 gelas ORS setiap kali BAB. ORS berguna untuk kasus dehidrasi dan muntah. Seorang anak dengan muntah harus diberikan tambahan cairan 1 sendok kecil atau 5 – 10 cc setiap 1-5 menit, lebih jelasnya tampak pada tabel –3.
Tabel-2
Formula | Na+ (mEq/L) | K+ (mEq /L) | Cl-(mEq/L) | Base (mEq/L) | Glukose (g/L) |
Pedialyte (Ross) | 45 | 20 | 35 | 30 (citrate) | 25 |
Rehydralyte | 75 | 20 | 65 | 30 | 25 |
Infalyte (M.Johnson) | 50 | 25 | 45 | 34 (citrat) | 30 |
WHO | 90 | 20 | 80 | 30 (bikarbonat) | 20 |
Tabel-3
DEGREE OF DEHYDRATION | SIGN - SYMPTOM | REHYDRATION THERAPY | REPLACEMENT OF STOOL LOSSES | MAINTENANCE THERAPY |
Mild (5-6%) | Peningkatan rasa haus | ORS 50ml/kgBB Selama 4 jam | ORS 10ml/kgBB (for infant)/150-250ml(for older children | ASI,formula bebas lactosa |
Moderate (7-9%) | Penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, mata cekung | ORS 100ml/kgBB selama 4 jam | ORS 10ml/kgBB(for older children) setiap x BAB | ASI, formula bebas lactosa |
Severe (>9%) | Tanda sm dg moderat dehydrasi di+ peningkatan nadi, sianosis, RR, lethargy,coma | Intravena fluit (RL) 40ml/kgBB?hr smp nadi normal, kmd 50-100ml/kgBB | ORS 10ml/kgBB(for infant)/ 150-250ml(for older children) setiap x BAB | ASI,formula bebas lactosa |
14. PENCEGAHAN DIARE
Meningkatkan pemberian ASI
Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI
Menggunakan air bersih yang cukup
Mencuci tangan dengan sabun
Menggunakan jamban yang benar
Membuang tinja bayi dan anak-anak yang tepat
Imunisasi campak
15. PRINSIP PENATALAKSANAAN DIARE
Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minuman lebih banyak cairan rumah tangga yang dianjurkan, bila tidak mungkin berikan air matang
Mengobati Dehidrasi
Bila terjadi Dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat
Memberi makanan
Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susus formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti,pemberian ekstra makanan diteruskan selama 2 minggu untuk membantu memulihkan berat badan anak
Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetapmengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.
RENPRA DCA
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Deficit volume cairan b/d diare | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan keseimbangan cairan dg KH:
| Manajemen cairan
|
2 | Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat b.d faktor biologis | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:
| Managemen nutrisi
Nutritional terapi
|
3 | Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive, penyakitnya
| Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:
| Kontrol infeksi.
Proteksi infeksi.
|
4 | Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga
| Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
| Mengajarkan proses penyakit
|
5 | Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi | Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep. | Pengurangan kecemasan
|
6 | PK: hipovolemia | Setelah dilakukan askep … jam perawat akan mengurangi terjadinya hipovolemia |
|
7 | PK; Ketidakseimbangan elektrolit | Setelah dilakukan askep … jam perawat akan mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolit |
|
DEMAM TIPOID
A. PENGERTIAN
Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut usus. Sinonim dari demam tipoid adalah tipoid fever, enteric fever dan typus abdominalis
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.
B. ETIOLOGI
Tifus abdominalis atau demam tipoid isebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat, kuman kuman ini tidak bersifat piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan eosinofil. Kuman ini mempunyai beberapa antigen yang penting untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .
C. PATOFISIOLOGI
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung empedu.
Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar fimfoid usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan ileh kelainan pada usus halus.
Salmonella Typhosa
Saluran cerna
Diserap oleh usus halus
Bakteri masuk ke aliran darah sistemik
Kelenjar limfoid usus halus Hati Limfa Endotoksin
Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam
Perdarahan&Perforasi Nyeri raba Hipertermi
D. MANIFESTASI KLINIK
Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.
Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis..
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia.
Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang
Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella tyhposapada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.
Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis kerena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.
F. KOMPLIKASI
Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis
Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni
G. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan gizi penderita. Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara 5-10 % pada operasi dengan alasan perforasi, angka kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau pneumonia.
H. PENATALAKSANAAN
Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :
Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotic yang digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin, KOTRIMOKSASOL, sefalosforin generasi II dan III
Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas panas. Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan klien
Diet dan terapi penunjang
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Hipertermi b.d proses infeksi
Nyeri akut b.d agen injuri biologis
Defisit perawatan diri b.d kelemahan, istirahat total
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang tidak adekuat
Kerusakan mobilitas fisik b.d pengobatan, intoleransi aktifitas/kelemahan.
PK : Perdarahan
RENPRA TYPOID
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Hypertermi b/d proses infeksi | Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….x 24 jam menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:
| Termoregulasi
|
2 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
3 | Sindrom defisit self care b.d kelemahan, Bedrust
| Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi dg KH:
| Self Care Assistence
|
4 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive. | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
5 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
| Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
6 | PK: Perdarahan | Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan |
|
EFUSI PLEURA
Definisi
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner & Suddarth, 2001).
Etiologi
Infeksi tuberculosis
Infeksi nontuberculosis
Keganasan
Trauma
Parapneumonia, Parasit (ameba, paragonimiasis, Echinococcus), Jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, Q fever, Legionella).
Keganasan paru
Proses imunologis: pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis.
Radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.
Tanda dan Gejala
Nafas pendek
Nyeri dada pleuritik
Takipnea
Hipoksemia bila ventilasi terganggu
Perkusi : pekak
Penurunan bunyi nafas di atas area yang sakit
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui limfe sekitar pleura.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.
Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen dada / Sinar tembus dada
Ultrasonografi pleura: menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.
CT scan dada
Torakosentesis
Warna cairan : Cairan pleura berwarna kekuning-kuningan, Bila agak kemerah-merahan dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta.
Bila Kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema.
Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.
Biokimia : basil tahan asam (untuk tuberculosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar pH, glukosa, amilase.
Sitologi : sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.
Bakteriologi
Biopsi pleura
Penanganan
Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.
Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).
Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.
Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.
Komplikasi
Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)
Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)
Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)
Laserasi pleura viseralis
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada klien dengan efusi pleura
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, mucosa skret berlebihan.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler - alveolar
Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat, faktor biologi, seseg
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer (cairan tubuh statis), prosedur invasiv
kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang familier terhadap informasi, terbatasnya kognitif
Cemas berhubungan dengan status kesehatan
RENPRA EFUSI PLEURA
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
| Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn. | Airway manajemenn
Airway Suction
|
2 | Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler - alveolar | Setelah dilakukan askep … jam Status pernafasan seimabang antara kosentrasi udara dalam darah arteri dg KH:
| Airway Manajemen
Monitor Respirasi
Manajemen asam Basa
|
3 | Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
| Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
4 | Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan
| Setelah dilakukan askep ... jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik Kriteria Hasil:
| NIC: Toleransi aktivitas
|
5 | Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:
| Managemen nutrisi
Nutritional terapi
|
6 | Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive
| Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:
| Kontrol infeksi.
Proteksi infeksi.
|
7 | Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga
| Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
| Mengajarkan proses penyakit
|
8 | Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi | Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep. | Pengurangan kecemasan
|
GAGAL JANTUNG / CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)
PENGERTIAN
Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
ETIOLOGI
Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah :
Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.
Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).
Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.
Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.
PATOFISIOLOGI
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.
Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor :
Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan b/d perubahan panjang regangan serabut jantung
Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.
PATHWAY
Disritmia malfungsi katup rupture miokard abnormalitas otot jantung (HT)
Kegagalan perfusi atrium/ventrikel kanan
curah jantung
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
KIRI KANAN
Gg. Perf. Jar perifer Gg Perf. Ginjal Ventrikel kiri tdk mampu
Memompa darah dr paru Gg fungsi ventrikel kn
O2 JAR.< pelepasan angiotention
Energi - pe Aldosteron, pe tek. Kapiler & vena paru Curah - Retensi Na& Cairan jantung Odem paru Ventrikel kn
-fatig(pusing Vol. plasma
,emah akral dingin) tek.Vena sistemik Transudasi cairan - sesak nfs, tachikardi - batuk vent.Kn tdk mampu edema mengosongkn vol. drh dg adekuat bendungan
vena
Intoleransi aktivitas Ke> cairan
Defisit self care Gg. Pertukaran gas
Bersihan jalan nafas
Extremitas Hepar pe JVP
Edem tungkai Bendungan vena hepatika
(piting odem, pe+ BB)
- Ke> vol. cairan Hepatomegali berkembang
- Kerusakan integritas kulit
- Risiko infeksi
Tek. Pemblh drh porte
Cairan terdorong ke rongga abdomen
Acites
Pola nafas tdk efektif Pe tek. Diafragma
mual,muntah anoreksia
Ketidaksembangan nutrisi
KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG
Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan
Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-hari
Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan
Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring
MANIFESTASI KLINIK
Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)
Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung
Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak nafas,
Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.
Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.
Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume
Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru akut.
GAGAL JANTUNG KIRI :
Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah). Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi saat istirahat / aktivitas.
Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari (paroximal nocturnal dispnu / PND)
Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah
Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan.
Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas.
GAGAL JANTUNG KANAN
Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.
Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.
Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari
Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena dihepar.
Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.
Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga abdomen
Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan membaik dg istirahat.
Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya
Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal
Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia prerenal
Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin
Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi
Pemeriksaan EKG
Radiografi dada
Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis gerakan dinding regional
Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.
KOMPLIKASI
Kematian
Edema pulmoner akut
PENATALAKSANAAN
Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapat diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.
Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur
Terapi diuretic
Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron
Terapi beta blocker
Terapi glikosida digitalis
Terapi vasodilator
Obat inotropik positif generasi baru
Penghambat kanal kalsium
Atikoagulan
Terapi antiaritmia
Revaskularisasi koroner
Transplantasi jantung
Kardoimioplasti
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Penurunan kardiak output b.d. perubahan kontraktilitas
Intoleransi aktifitas b.d. ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2
Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan
Kelebihan volume cairan b.d. kelemahan mekanisme regulasi
Risiko infeksi b.d. prosedur invasive, penurunan imunitas tubuh
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intak nutrisi inadekuat, faktor biologis
Kurang pengetahuan tentang penyakit gagal jantung b.d. kurangnya sumber informasi.
Sindrom deficit self care b.d kelemahan, penyakitnya
RENPRA CHF
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas | Setelah dilakukan askep … jam Klien menunjukkan respon pompa jantung efektif dg Kriteria Hasil:
| Cardiac care: akut
Monitoring vital sign
Monitoring neurologikal
Manajemen lingkungan
|
2 | Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2 | Setelah dilakukan askep .... jam Klien dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas dgn KH:
| Terapi aktivitas :
Monitoring V/S
Energi manajemen
Manajemen nutrisi
Emosional support
|
3 | Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan | Setelah dilakukan Akep …. jam, pola nafas pasien menjadi efektif dg Criteria hasil:
| Respiratory monitoring:
|
4 | Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi | Setelah dilakukan askep ... jam pasien akan menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan Kriteria hasil:
| Fluit manajemen:
Fluid monitoring
|
5 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive, edem | Setelah dilakukan askep ….. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat, mendeteksi risiko dan mengontrol risiko, v/s dbn. Al dbn. | Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
6 | Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar terhadap informasi, terbatasnya kognitif | Setelah dilakukan askep ..... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
7 | Sindrom defisit Self care b.d kelemahan, penyakitnya | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam kebutuhan ps sehari hari terpenuhi dengan criteria hasil :
| Bantuan perawatan diri
|
GOUT
PENGERTIAN
Gout (pirai) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia), yaitu terjadi oversekresi asam urat atau defek renal yang mengakibatkan penurunan eksresi asam urat, atau kombinasi keduanya.
Hiperurisemia primer terjadi penumpukan asam urat merupakan konsekuensi atau kesalahan metabolisme asam urat
Hiperurisemia skunder adalah penyakit gout merupakan gambaran klinik ringan yang terjadi sekunder akibat sejumlah proses genetik / didapat, termasuk peningkatan sel (leukemia, multipel mieloma, beberapa tipe anemia, psoriasis) dan peningkatan pemecahan sel.
Gout merupakan salah satu klasifikasi dari penyakit reumatik karena kelainan metabolik dan endokrin.
II. REUMATIK
Reumatik adalah peradangan pada sendi (atritis) yang sering mengenahi otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian. Pada penderita reumatik ini akan merasakan nyeri, perubahan citra diri dan gangguan tidur.
III. KLASIFIKASI REUMATIK
Penyakit jaringan ikat yang difus .
atritis yang disertai spondilitis
osteo atritis
sekunder reumatik
kelainan metabolik dan endokrin yang disertai reumatik (gout dan pseudogout).
Neoplasma primer & skunder
kelainan neurovaskuler
kelainan tulang, periostium dan cartilago
kelainan ekstra artikuler
kelainan lain yang disertai manifestasi artkuler.
IV PATOFISIOLOGI GOUT
Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serumyang > 7,0 mg/dl) menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout berhubungan dengan peningkatan atau penurunan mendadak kadar asam urat serum. Bila kristal urat mengendap dalam sebuah sendi, respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout dimulai. Dengan serangan berulang maka penumpukan kristal natrium urat (tofus) akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga.
Gambaran kristal urat dalam cairan senovial sendi yang asimtomatik menunjukkan bahwa faktor non kristal mungkin berhubungan dengan reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan imunoglobulin yang terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan fagositosis kristal dan dengan demikian memperlihatkan aktivitas imunologi.
V MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi sindrom gout mencakup :
Atritis gout yang akut (serangan rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat)
Tofus (endapan kristal yang menumpuk dalam jaringan artikuler, jaringan oseus, jaringan lunak serta kartilago)
Nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan batu asam urat dalam traktus urinarius.
Ada 4 stadium penyakit gout yang dikenal :
Hiperuresemia asimtomatik
Atritis gout kronis
gout interkritikal
Gout tofaseus yang kronik.
Kurang dari satu diantara lima penderita hiperurisemia akan mengalami penumpukan kristal urat yang tampak nyata secara klinis pada saat tertentu. Shingga pengobatannya seumur hidup.
VI. ETIOLOGI
Sendi yang paling sering terkena adalah pada metatarsofalangeal pada ibu jari kaki (75% dari semua pasien) tetapi pada bagian tarsal, pergelangan kaki atau sendi lutut juga menjadi sasaran.
Serangan akut dapat dipicu oleh : trauma, konsumsi alkohol, diet yang salah, obat-obatan, stres bedah atau keadaan sakit.
Serangan mendadak terjadi : pada malam hari dan pasien terbangun dari tidur karena nyeri hebat, kemerahan, bengkak, rasa hangat pada sendi yang sakit.
serangan dini cenderung sembuh spontan dalam waktu 3 – 10 hari walaupun tanpa terapi diikuti periode tanpa gejala : stadium interkritikal, serangan bisa terjadi lebih sering dan berlangsung lebih lama lagi.
Tofus ditemukan pertama kali pada tempo rata-rata 10 th sesudah awitan serangan gout, 50% klien berobat tidak memadai akhirnya akan mengalami endapantofaseus. Tofus biasanya disertai episode inflamasi lebih sering dan berat, kadar asam urat yang tinggi dalam serum akan berkaitan dengan pembentukan tofus yang lebih luas.
VII PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Laboratorium : darah lengkap dan KED, kimia darah, asam urat, kreatinin,
Atrisentesis (aspirasi cairan sinovial dengan jarum), untuk analisis dan mengurangi nyeri. Normalnya cairan sinovial jernih, viskus, kuning seperti jerami, namun pada penyakit ini warnanya keruh menyerupai susu / kuning gelap dan banyak mengandung lekosit, protein plasma
Sinar X untuk mengetahui krepitasi sendi, mengetahui abnormallitas kartilago, erosi sendi, pertumbuhan tulang yang abnormal.
Atrografi : deteksi kelainan jaringan ikat.
Skening sendi
Biopsi otot, arteri dan kulit
VIII PENATALAKSANAAN
Pemberian therapi obat-obatan :
Preparat colchicine (oral atau parenteral) : mengurangi penumpukan asam urat dan mengganggu pembentukan kinin serta leukosit sehingga mengurangi inflamasi.
NSAID, indometasin.
Alopurinol : mengganggu proses pemecahan purin sebelum terbentuk asam urat, menghambat enzim xanthinoksidase karena menghalangi pembentukan asam urat.
Implikasi Keperawatan :
Perawat perlu memberikan penjelasan tentang tipe obat, tujuan pengobatan.
Metode penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi (kompres hangat / dingin dan perlindungan sendi dengan alat seperti bidai pergelangan tangan atau tongkat penopang
Memperbaiki mobilitas sendi serta status fungsional
Latihan pergerakan sendi secara bertahap.
X DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Risiko infeksi b/d pertahanan tubuh primer, prosedur invasive
Kurang pengetahuan tentang penyakit, dan perawatannya b/d tidak familier terhadap informasi
Defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
Kerusakan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, keterbatasan ketahanan fisik, kelemahan otot
Gangguan citra tubuh b/d perubahan fisik
PK : hipo albumin
RENPRA GOUT PIRAI
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan askep ….. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive | Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dengan KH:
| Konrol infeksi
Proteksi terhadap infeksi
|
3 | Kurang pengetahuan tentang penyakit, dan perawatan nya b/d kurang familier terhadap informasi, terbatasnya kognitif | Setelah dilakukan askep ..... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
4 | Defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
| Bantuan perawatan diri
|
5 | Kerusakan mobilitas fisik penurunan rentang gerak, keterbatasan ketahanan fisik, kelemahan otot | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu
Dg KH:
| Terapi ambulasi
Pendidikan kesehatan
|
6 | PK: Hipo albumin | Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi hipoalbumin dank lien mengalami peningkatan kadar albumin ditandai dengan :
|
|
8 | Gangguan citra tubuh b/d perubahan fisik | Setelah dilakukan askep …. jam klien mengalami peningkatan body image dan menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan klien dengan criteria :
| Peningkatan Body Image
|
KOLELITIASIS
Pengertian :
Kolelitiasis (batu empedu) terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun, semakin meningkat pada usia 75 tahun.
KOLESISTITIS
Infeksi pada kandung empedu ada yang akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya disertai nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas, mual muntah dan tanda tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut.
Kolesistitis kalkulus terdapat pada > 90% pasien kolesistitis akut. Pada kolesistitis kalkulus , batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu. Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan reaksi kimia, edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terganggu.
Kolesistitis akalkulus merupakan inflamasi kandung empedu tanpa sumbatan oleh batu empedu, tetapi timbul setelah tindakan bedah mayor, trauma berat, atau luka bakar.
Patofisiologi :
Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol
Batu pigmen : akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi / pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.
Batu kolesterol : merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.
Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 X lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu juga meningkat akibat mal absorbsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM.
Manifestasi Klinik
Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.
Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :
Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas, teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.
Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.
Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.
Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.
Etiologi
Statis cairan empedu
Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).
Iskemik dinding kandung empedu.
Kepekatan cairan empedu.
Kolesterol.
Lisolesitin.
Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi supurasi dan inflamasi.
Pemeriksaan Penunjang
laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.
USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.
CT Scan Abdomen :
MRI.
Sinar X abdomen
Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama, membuat pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.
Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG meragukan.
Penatalaksanaan
Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.
Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim, daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat (chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.
Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.
Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan secara spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.
2. Pembedahan
a. Intervensi bedah dan sistem drainase.
b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.
c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.
d. Kolesistektomi laparaskopi
e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus
3. Pendidikan pasien pasca operasi :
Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.
Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai 48 jam pertama.
Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka operasi dan sekitarnya
Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang
Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:
Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi, faktor biologis
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
Kurang perawatan diri b/d kelemahan
Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis interpretasi informasi
RENPRA CHOLELITIASIS
No | Diagnosa Keperawatan | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
| Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
3 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive. | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
4 | Sindrom defisit self care b.d kelemahan
| Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi dg KH:
| Self Care Assistence
|
5 | Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga
| Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
| Mengajarkan proses penyakit
|
SIROSIS HEPATIS
PENGERTIAN
Chirrosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukn jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.
B. TIPE SIROSIS HEPATIS
Ada tiga tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :
Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional ) dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebaban oleh alcoholisme kronis.
Sirosis pasca nekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai tindak lanjut dari hepatitis virus akut sebelumnya
Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis) ; insidensinya paling rendah
C. PATOFISIOLOGI
Infeksi hepatitis viral tipe B/C menyebabkan peradangan hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologi beda, gambaran histologis sama atau hampir sama. Serta bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatic dan gangguan aliran darah porta dan menimbulkan hipertnsi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah fari reversible menjadi irreversible bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.
D. ETIOLOGI
Hepatitis virus tipe B dan C
Alkohol
Metabolik ( hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia congenital, DM, penyakit penimbunan kolagen)
Kolestasisi kronik/sirosis bilier sekunder intra dan ekstra hepatic
Obstruksi aliran vena hepatic (Peny.vena oklusif, Sindrom Budd Chiari, Perikarditis konstriktiva, Payah jantung kanan)
Gangguan imunologis
Toksik dan obat ( MTX, INH, Metildopa)
Operasi pintasusus halus pada obesitas
Malnutrisi
Idiopatik
E. TANDA DAN GEJALA
Kriteria Soebandiri , bila terdapat 5 dari 7 :
Spider nevi
Venectasi/ vena kolateral
Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)
Spelomegali
Varices esophagus (hemel)
Ratio albumin : globulin terbalik
Palmar eritema
F. MANIFESTASI KLINIS:
Kompensata (belum mempengauhi fungsi hepar)
Demam intermitten
Spider nevi
Palmar eritema
Epistaksis
Edema kaki
Dispepsia
Nyeri abdomen
Hepatosplenomegali
Dekompensata
Ascites
Jaundice
Kelemahan fisik
Kehilangan BB
Epistaksis
Hipotensi
Atropi gonadal
G. KLASIFIKASI CHILD
Derajat kerusakan | Minimal | Sedang | Berat |
Bil serum (mg%) | <2,0 | 2,0-3,0 | >3 |
Alb.serum (mg%) | >3,5 | 3,0-3,5 | <3,0 |
Ascites | - | Mudah dikontrol | Sulit dikontrol |
Enselopati | - | Minimal | Berat/koma |
Nutrisi | Sempurna | Baik | Kurang/kurus |
Protrombin | >70% | 40-70% | <40% |
Grade (CHILD) | Nilai | Prognosis |
A | 5 - 6 | 10 – 15% |
B | 7 – 9 | 30% |
C | 10 - 15 | >60% |
Tingkatan Enselopati Hati
Tingkat | Derajat | Astereksi/Flapping | EEG | Status mental |
I | Prodormal | Ringan | Normal | Bingung, perub.jiwa&kelakuan,eforia,depresi,bicara lambat,terputus,tidak rapi |
II | Impending/koma | Mudah dirangsang | Abn | >berat dr tk.I,mengantuk,TL tdk wajar |
III | Stupor | Dijumpai jika kooperatif | Abn (flat) | Mengantuk terus/masih bisa dibangunkan |
IV | Koma dangkal/dalam | Absen | Abn (flat) | Bisa/tidak bisa respon stimuli,hipereksi,hiperventilasi |
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Biopsi Hati
Darah rutin : Hb rendah, anemia normokromik normositer, hipokrom mikrositer ,hipokrom makrositer.
Kolesterol darah yang selalu rendah prognosis kurang baik
Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT). Kenaikan diakibatkan kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Pada sirosis inaktif tidak meningkat
Albumin menurun
Pemeriksaan CHE (kolinesterase) turun. Bila terjadi kenaikan berati terjadi perbaikan
Pemeriksaan kadar elektrolit penting untuk penggunaan diuretic dan pembatasan garam. Dalam enselopati kadar NA < 4 mEq/l menunjukkan terjadi sindrom hepatorenal
Masa Protrombin memanjang
Kadar gula darah meningkat karena kurangnya kemampuan hati membentuk glikogen
Marker serologi pertanda virus ; HbsAg/HbsAb, HbeAg/HbeAb, HBV DNA, HCV RNA.
Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) menentukan apakah ada keganasan. AFP > 500 – 1000 menunjukkan suatu kanker hati primer.
Radiologi : barium swallow untuk melihat adanya varises esofagus.
Esofagoskopi : melihat varises esofagus berupa adanya cherry red spot, red whale marking, diffus redness. Kemungkinan perdarahan
USG
Sidikan hati : radionukleid IV
Tomografi komputer
E R C P : untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik
Angiografi
Punksi ascites : pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan, kadar protein, amilase dan lipase.
PENATALAKSANAAN
Berdasarkan gejala yang ada.
Kompensata baik : kontrol, istirahat, diet TKTP, lemak secukupnya,
Penyebab diketahui : atasi atau hentikan penyebab
Atasi komplikasi ; ascites diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari, total cairan 1,5 l/hr, diuretic
Dengan perdarahan : resusitasi, lavase air es, hemostatik, antasid/antagonisB2, sterilisasai usus, klisma tinggi, skleroterapi, ligasi endokospik varises
Pencegahan pecahnya varises esofagus : farmakoterapi, ligasi varises.
Garis besar penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan hematemesis melena
Hentikan/cegah perdarahan berulang
Mengeliminasi produk darah
Stabilkan hemodinamik
Menurunkan kecemasan
Fasilitasi bedrest selama fase pemulihan
Tingkatkan asupan nutrisi
Perawatan kulit
Cegah infeksi
KHS
Pengertian KHS
Karsinoma Hepato Seluler (KHS) adalah proses keganasan pada hati. Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu ata metastase dari tumor jaringan lainnya.
Penyebab KHS
Penyebab KHS belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya adalah infeksi/penyakit hati kronik akibat virus hepatitis, serosis hati dan beberapa parasit seperti clonorchis sinencis. Beberapa penyebab KHS antara lain:
Virus hepatitis B
Viruis hepatitis B banyak ditemukan sebagai penyebab hepatitis kronik, serosis hati, yang selanjutnya berkembang menjadi KHS. Pada pasien menghidap HBsAg memiliki rasio tinggi terjadi KHS. Pada biopsy penderita KHS banyak ditemukan HBsAg.
Sirosis
Kemungkinan timbulnya KHS pada pasien sirosis adalah adanya hyperplasia nodular yang berubah menjadi adenomata multiple dan kemudian berubah menjadi karsinoma multiple.
Alfatoxin
adalah mikotoxin yang berasal dari jamur Aspergilus Flavus yang biasa terdapat dalam makanan: kacang tanah, tembakau, dll.
Infeksi
Infeksi Clonosiasis dan sistomiasis.
Keluhan yang sering dirasakan pada penderita KHS
Pada awalnya pasien tidak merasakan ada keluhan sehingga tidak sadar sampai tumor menjadi besar. Keluhan yang sering disampaikan adalah nyeri tumpul, tidak terus menerus, terasa penuh di perut kanan atas, tidak ada nafsu makan.
Tanda dan gejala KHS
Klasik: malaise, anoreksia, berat badan turun, nyeri epigastrik, hepatomegali, asites.
Demam: menggigil karena adanya perdarahan, nekroses tumor sentral.
Abdominal: nyeri perut hebat, mual, muntah, tekanan darah turun.
Ikterus: adanya obstruksi ikterus.
Metastase: metastase pada organ lain (tulang)
Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan penyakit KHS
Untuk menegakkan KHS, selain anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain:
USG: merupakan pencintraan kondisi sel hati tanpa prosedur invasif
CT Scan dan angiografi:
Kedua pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor berdiameter > 2 cm. Dengan media kontras lipiodol yang disuntikkan ke dalam arteri hepatika. Lipiodol ini dapat masuk pada nodul KHS.
Laboratorium:
Alkali Pospatase
Pada pasien KHS alkali pospatase meningkat, disebabkan penekanan tumor terhadap jaringan hati sekitar, sehingga terjadi regurgitasi pada aliran darah
Transaminase
Enzim, SGPT dan SGOT meningkat karena kerusakan jaringan sel hati
Paraneoplastik
Manifestasi paraneoplastik yang sering muncul antara lainL:
Eritrositosis → tumor memproduksi globulin yang berinteraksi dengan eritropoesis stimulating faktor.
Hiperkalsemia → akibat resorbsi atau kerusakan tilang oleh metastase
Hiperkolesterolemia → peningkatan sintesis kolesterol oleh sel tumor.
Alfafetoprotein → sel hati mengalami diferensiasi seperti sel hati pada saat janin.
Penatalaksanaan
KHS sulit diobati karena biasanya pasien datang dengan stadium lanjut sehingga telah metastase ke organ lain.
Pengobatan non bedah
Kemoterapi
Obat sitostatika bukan merupakan pengobatan efektif. Yang banyak digunakan adalah 5-Flurourasil (5 Fu) dan Adriamicin, yang diberikan secara intravena.
Radiasi:
Pada umumnya tidak banyak berperan. Sebab sel KHS tidak sensitive terhadap radiasi dan sel hati normal lebih peka terhadap radiasi. Tetapi radiasi dapat mengurangi nyeri, anoreksia, dan kelemahan.
Embolisasi
TAE: transcateter hepatic arteri emboliZation yaitu dengan cara menyuntikkan gel foam melalui arteri hepatica. Jaringan tumor yang dilalui arteri tersebut akan mati karena kekurangan O2 dan nutrisi.
Drainase bilier perkutan
Untuk membuat pintasan saluran empedu yang tersumbat oleh sel tumor hati. Dapat mengurangi nyeri karena obstruksi cairan empedu.
TAI (perchutaneus Alcohol injektin)
Yaitu penyuntikan alcohol secara langsung kedalam tumor dengan tuntunan ultrasonografi.
Pengobatan bedah
Seperti pada tumor ganas lain, pengobatan terbaik adalah pembedahan. Pembedahan berhasil baik bila tumor kecik dan belum mengalami metastase. Transplantasi hati dilakukan bila tidak ada cara lain untuk mengatasuI KHS
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah jelek. Tanpa pengobatan biasanya terjadi kematian kurang dari 1 tahun sejak keluhan pertama. Pada KHS stadium dini yang dilakukan pembedahan dan sitostatik, umur pasien dapat diperpanjang 4-6 tahun.
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan umum, pelisutan otot
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi inadekuat (anoreksia, mual, muntah)
Risiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh primer, pemasangan alat infasiv
Kurang pengetahuan penyakit dan perawatan, da pengobatannya b.d kurang paparan informasi
Resiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal.
PK: Perdarahan
PK: Anemia
RENPRA CH
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2 | Setelah dilakukan askep ..... jam Klien dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas dgn KH:
| Terapi aktivitas :
Monitoring V/S
Energi manajemen
Manajemen nutrisi
Emosional support
|
2 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat, faktor biologi | Setelah dilakukan askep …… jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
| Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
3 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive | Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dengan KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
4 | Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar terhadap informasi, terbatasnya kognitif | Setelah dilakukan askep ..... jam, pengetahuan klien meningkat.
| Teaching : Dissease Process
|
5
| PK: Perdarahan | Setelah dilakukan askep ….jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan |
|
6 | PK: Anemia | Setelah dilakukan askep .... jam perawat akan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :
|
|
STROKE
DEFINISI
Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma)(Lynda Juall Carpenito, 1995).
Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.
Etiologi
Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
-.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.
b. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis( radang pada arteri )
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.
3. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.
Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
Hipertensi yang parah.
Cardiac Pulmonary Arrest
Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut ::
Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.
Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.
Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.
Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan )
Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas.
Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:
Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.
Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.
Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.
Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.
Riwayat keluarga.
Klasifikasi:
1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :
Stroke Haemorhagi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.
Stroke Non Haemorhagic
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:
TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;
Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
Edema dan kongesti disekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.. Perdarahanintraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
Pathofisiologi Stroke
Oklusi
Penurunan perfusi jaringan cerebrI
Iskemi
Hipoksia
Metebolisme anaerob Nekrosis jaringan otak aktifitas elektrolit terganggu
Volume Cairan bertambah
Asam laktat Pompa Na dan K gagal
meningkat
Na dan K influk
Edema cerebral Retensi air
TIK meningkat
Perbedaan antara infark dan perdarahan otak sebagai berikut :
Gejala(anamnesa) | Infark | Perdarahan |
Permulaan Waktu Peringatan Nyeri Kepala Kejang Kesadaran menurun | Sub akut Bangun pagi + 50% TIA - - Kadang sedikit | Sangat akut Lagi aktifitas - + ++ +++ |
Gejala Objektif Koma Kaku kuduk Kernig pupil edema Perdarahan Retina Pemeriksaan Laboratorium Darah pada LP X foto Skedel Angiografi CT Scan.
| Infark +/- - - - -
- +
Oklusi, stenosis
Densitas berkurang | Perdarahan ++ ++ + + +
+ Kemungkinan pergeseran glandula pineal Aneurisma AVM. massa intra hemisfer/vasospasme. Massa intrakranial densitas bertambah. |
Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Gejala | PIS | PSA |
Timbulnya Nyeri Kepala Kesadaran Kejang Tanda rangsangan Meningeal. Hemiparese Gangguan saraf otak | Dalam 1 jam Hebat Menurun Umum +/-
++ + | 1-2 menit Sangat hebat Menurun sementara Sering fokal +++
+/- +++ |
Jika dilihat bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Stroke hemisfer Kanan
a.Hemiparese sebelah kiri tubuh.
b.Penilaian buruk
c.Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.
Stroke yang Hemifer kiri
Mengalami hemiparese kanan d. Disfagia global
Perilaku lambat dan sangat hati-hati e. Afasia
Kelainan bidang pandang sebelah kanan. F. Mudah frustasi
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen kepala dan medula spinalis 4. Angiografi
Elektro encephalografi 5. Computerized Tomografi Scanning ( CT. Scan)
Punksi lumbal 6. Magnetic Resonance Imaging
Penatalaksanaan Stroke
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis , yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.
Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.
Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi , komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dansakit kepala.
HidrocephalusY
Prioritas Keperawatan
Meningkatkan perfusi serebri dan oksigenasi yang adekuat.
Mencegah dan meminimalkan komplikasi dan kelumpuhan permanen.
Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Memberikan dukungan terhadap proses mekanisme jkoping dan mengintegrasikan perubahan konsep diri.
Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, pengobatan dan kebutuhan rehabilitasi.
Tujuan Akhir keperawatan
Meningkatnya fungsi serebral dan menurunnya defisit neurologis.
Mencegah/meminimalkan komplikasi.
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi baik oleh dirinya maupun orang lain.
Mekanisme koping positip dan mampu merencanakan keadaan setelah sakit
Mengerti terhadap proses penyakit dan prognosis.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
Perfusi jaringan tidak efektif: cedera b.d gangguan sirkulasi darah ke otak
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis
Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, kerusakan persepsi sensori, penurunan kekuatan otot.
Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak.
Sindrom defisit self-care: b.d kelemahan, gangguan neuromuskuler, kerusakan mobilitas fisik
Risiko infeksi b.d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasif
Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan dan keterbatasan kognitif
Gangguan eliminasi BAB b/d imobilisasi
Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan
Risiko trauma/injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
RENPRA STROK
NO DX | DIAGNOSA | TUJUAN | INTERVENSI |
1 | Perfusi jaringan tidak efektif: cedera b.d gangguan sirkulasi darah ke otak | Setelah dilakukan tindakan keperawatan …… jam diharapkan perfusi jaringan efektif dg KH:
| Peningkatan perfusi serebral
Monitor neurology
|
2 | Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:
| Managemen nutrisi
Nutritional terapi
|
3 | Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, kerusakan persepsi sensori, penurunan kekuatan otot. | Setelah dilakukan Askep …. jam diharapkan terjadi peningkatan mobilisasi, dengan criteria: Level mobilitas:
| Latihan : gerakan sendi (ROM)
Terapi latihan : kontrol otot
|
4 | Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak. | Setelah dilakukan askep …. jam, kemamapuan komunitas verbal meningkat,dg criteria: Kemampuan komunikasi:
Komunikasi : kemampuan penerimaan.
| Mendengar aktif:
Peningkatan komunikasi: Defisit bicara
|
5 | Sindrom defisit self-care: b.d kelemahan, gangguan neuromuskuler, kerusakan mobilitas fisik | Setelah dilakukan askep … jam, self-care optimal dg kriteria :
| Self-care assistant.
|
6 | Risiko infeksi b.d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasif | Setelah dilakukan askep … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dengan KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
7 | Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan dan keterbatasan kognitif
| Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
| Mengajarkan proses penyakit
|
8 | Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan imobil
| Setelah dilakukan askep .. jam pasien tdk mengalami konstipasi dg KH:
| Konstipation atau impaction management
|
9 | Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan | sete lah dilakukan askep ... jam status menelan pasien dapat berfungsi | Mewasdai aspirasi
Terapi menelan
|
10 | Risiko trauma/injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran
| Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :
| Manajemen kejang
Manajemen lingkungan
|
TETANUS
Pengertian
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan otot seluruh badan, khususnya otot-otot massester dan otot rangka.
Penyebab
Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk: batang. Terdapat: di tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai spora, debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (> 40 tahun)
Tanda dan gejala
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus)
Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
Otot leher
Otot dada
Merambat ke otot perut
Otot lengan dan paha
Otot punggung, seringnya epistotonus
Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
Iritabilitas
Demam
Gejala penyerta lainnya:
Keringat berlebihan
Sakit menelan
Spasme tangan dan kaki
Produksi air liur
BAB dan BAK tidak terkontrol
Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang
Berdasarkan tipe tetanus
Tetanus local
Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman
Nyeri terus menerus, unyreling → awal kelainan general
anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk di sekitar tempat masuk
Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan → hilang tanpa bekas
Tetanus ringan, kematian 1%
2. Tetanus sefalik
Port d’entre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca tonsilektomi
Inkubasi 1-21 hari
Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus), XI (hipoglosus), sendiri atau kombinasi
Prognosis jelek
3. Tetanus generalisata
Port d’entri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded splinter, ulkus dekubiti, tusukan jarum tidak steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif
mengenai seluruh otot skelet
Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) → muka meringis, sulit menelan, kaku kuduk, otot punggung →epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku otot abdomen, disfagia, fotofobia
Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan angina, suara, cahaya terang, hentakan tempat tidur, rabaan
uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostic
Patofisiologi
Keadaan anaerob clostridium tetani
(luka kontaminasi, dsb)
clostridium tetani hidup & berkebang biak → mengeluarkan toxin
toxin diabsorbsi ujung saraf motorik toxsin diabsorbsi susunan limfatik
melalui sumbu silindrik melalui sirkulasi darah arteri
SSP
Nyeri PK toxaemia
Risk. Trauma
Kejang otot
Otot rahang & leher opistotonus pada perut opistotonus sepanjang tl belakang
Trismus ggn gerak otot pernafasan ggn otot inguinal
Ggn menelan asfiksia, sianosis retensi urine
Ketidakseimbangan nutrisi ketidakefektifan pola nafas Gg.Pola eliminasi BAK
Kurang dari kebutuhan tubuh
Risk aspirasi
Defisit vol. Cairan
Gg. kom. Verbal
Waktu inkubasi (mulai masuknya spora sampai munculnya manifestasi klinik) umumnya 2-21 hari, dapat hanya 1 hari tapi juga dapat sampai berbulan-bulan, ada hubungan antara inkubasi dengan jarak tempat invasi kuman sampai SSP (susunan saraf pusat.
Faktor Resiko Tetanus
Tetanus beresiko terjadi pada bayi baru lahir, anak-anak, dewasa muda dan orang tua yang tidak mendapatkan immunisasi atau dapat imunisasi yang didapat tidak adekuat, pengguna obat-obat dengan infeksi.
Diagnosis
1. Riwayat dan temuan secara fisik
Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut papan
2. Pemeriksaan laboratorium
Kultur luka (mungkin negative)
Test tetanus anti bodi
Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll
Pemeriksaan penunjang
EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler (Torsaderde pointters)
Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.
Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
Penatalaksanaan
Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak
Antitoksin kuda
Serum anti tetanus (ATS) menetralisir toksin yang masih beredar.
Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan setelah dilakukan skin test
Perawatan luka
Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)
Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari
Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
Berantas kejang
Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
Preparat anti kejang
Barbiturat dan Phenotiazim
Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang
Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu
Terapi suportif
Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
Perawatan umum, oksigen
Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin
Komplikasi
Hipertensi
Kelelahan
Asfiksia
Aspirasi pneumonia
Fraktur dan robekan otot
Mortalitas 44-55%. Faktor yang berpengaruh jelek adalah: luasnya otot yang terlibat, panas tinggi, masa inkubasi yang pendek. Kematian biasanya terjadi pada minggu pertama sakit
Pencegahan
Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan
DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.
Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya
K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus antara lain:
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekresi sekrit akibat kerusakan otot-otot menelan.
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)
Resiko apirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, gangguan menelan
Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler
Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi otot (kejang), irritabilitas
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan reflek menelan, intake kurang
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer, prosedur invasive
Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan.
Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motor.
Sindrome defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
Defisit pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap sumber informasi.
Kerusakan komunikasi verval b/d penurunan sirkulasi darah keotak
RENPRA TETANUS
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
| Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn. | Airway manajemenn
Airway Suction
|
2 | Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
| Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
3 | Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan. | Setelah dilakukan askep … jam tidak terjadi aspirasi dg KH;
| Pencegahan aspirasi
|
4 | Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler
| Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status sirkulasi Dg KH: Perfusi jaringan adekuat, tidak ada edem palpebra, akral hangat, kulit tdk pucat, urin output adekuat respirasi normal. | Perawatan sirkulasi : arterial insuficiency
|
5 | Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi otot (kejang), irritabilitas
| Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :
| Manajemen kejang
Manajemen lingkungan
|
6 | Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:
| Managemen nutrisi
Nutritional terapi
|
7 | Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive
| Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:
| Kontrol infeksi.
Proteksi infeksi.
|
8 | Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan | sete lah dilakukan askep ... jam status menelan pasien dapat berfungsi | Mewasdai aspirasi
Terapi menelan
|
9 | Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan kerusakan sensori motor
| Setelah dilakukan askep .. jam pasien tdk mengalami konstipasi dg KH:
| Konstipation atau impaction management
|
10 | Sindrom defisit Self care b.d kelemahan, penyakitnya | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam kebutuhan ps sehari hari terpenuhi dengan criteria hasil :
| Bantuan perawatan diri
|
11 | Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan dan keterbatasan kognitif
| Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:
| Mengajarkan proses penyakit
|
12 | Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak. | Setelah dilakukan askep … jam, kemamapuan komunikasi verbal meningkat, dg KH:
Nonverbal
| Mendengar aktif:
Peningkatan komunikasi: Defisit bicara
|
0 komentar:
Posting Komentar