Jumat, 23 Maret 2012

LP dan ASKEP Anemia

| Jumat, 23 Maret 2012 | 0 komentar

ANEMIA



    1. Pengertian

Anemia adalah istilah yang menunjukkan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar hemoglobin dan hematokrit dibawah normal. Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau akibat gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.


    1. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).

Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.


Anemia

viskositas darah menurun

resistensi aliran darah perifer

penurunan transport O2 ke jaringan

hipoksia, pucat, lemah

beban jantung meningkat

kerja jantung meningkat

payah jantung



    1. Etiologi:

      1. Hemolisis (eritrosit mudah pecah)

      2. Perdarahan

      3. Penekanan sumsum tulang (misalnya oleh kanker)

      4. Defisiensi nutrient (nutrisional anemia), meliputi defisiensi besi, folic acid, piridoksin, vitamin C dan copper


    1. Klasifikasi anemia:

Klasifikasi berdasarkan pendekatan fisiologis:

        1. Anemia hipoproliferatif, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh defek produksi sel darah merah, meliputi:

          1. Anemia aplastik Penyebab:

            • agen neoplastik/sitoplastik

            • terapi radiasi

            • antibiotic tertentu

            • obat antu konvulsan, tyroid, senyawa emas, fenilbutason

            • benzene

            • infeksi virus (khususnya hepatitis)

Penurunan jumlah sel eritropoitin (sel induk) di sumsum tulang

Kelainan sel induk (gangguan pembelahan, replikasi, deferensiasi)

Hambatan humoral/seluler

Gangguan sel induk di sumsum tulang

Jumlah sel darah merah yang dihasilkan tak memadai

Pansitopenia

Anemia aplastik


Gejala-gejala:

            • Gejala anemia secara umum (pucat, lemah, dll)

            • Defisiensi trombosit: ekimosis, petekia, epitaksis, perdarahan saluran cerna, perdarahan saluran kemih, perdarahan susunan saraf pusat.

Morfologis: anemia normositik normokromik

          1. Anemia pada penyakit ginjal

Gejala-gejala:

            • Nitrogen urea darah (BUN) lebih dari 10 mg/dl

            • Hematokrit turun 20-30%

            • Sel darah merah tampak normal pada apusan darah tepi

Penyebabnya adalah menurunnya ketahanan hidup sel darah merah maupun defisiensi eritopoitin

          1. Anemia pada penyakit kronis

Berbagai penyakit inflamasi kronis yang berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah dengan ukuran dan warna yang normal). Kelainan ini meliputi artristis rematoid, abses paru, osteomilitis, tuberkolosis dan berbagai keganasan

          1. Anemia defisiensi besi

Penyebab:

            • Asupan besi tidak adekuat, kebutuhan meningkat selama hamil, menstruasi

            • Gangguan absorbsi (post gastrektomi)

            • Kehilangan darah yang menetap (neoplasma, polip, gastritis, varises oesophagus, hemoroid, dll.)

gangguan eritropoesis

Absorbsi besi dari usus kurang

sel darah merah sedikit (jumlah kurang)

sel darah merah miskin hemoglobin

Anemia defisiensi besi


Gejala-gejalanya:

            • Atropi papilla lidah

            • Lidah pucat, merah, meradang

            • Stomatitis angularis, sakit di sudut mulut

Morfologi: anemia mikrositik hipokromik

          1. Anemia megaloblastik

Penyebab:

            • Defisiensi defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam folat

            • Malnutrisi, malabsorbsi, penurunan intrinsik faktor (aneia rnis st gastrektomi) infeksi parasit, penyakit usus dan keganasan, agen kemoterapeutik, infeksi cacing pita, makan ikan segar yang terinfeksi, pecandu alkohol.

Sintesis DNA terganggu

Gangguan maturasi inti sel darah merah

Megaloblas (eritroblas yang besar)

Eritrosit immatur dan hipofungsi


        1. Anemia hemolitika, yaitu anemia defisiensi jumlah sel darah merah disebabkan oleh destruksi sel darah merah:

            • Pengaruh obat-obatan tertentu

            • Penyakit Hookin, limfosarkoma, mieloma multiple, leukemia limfositik kronik

            • Defisiensi glukosa 6 fosfat dihidrigenase

            • Proses autoimun

            • Reaksi transfusi

            • Malaria

Mutasi sel eritrosit/perubahan pada sel eritrosit

Antigesn pada eritrosit berubah

Dianggap benda asing oleh tubuh

sel darah merah dihancurkan oleh limposit

Anemia hemolisis


    1. Tanda dan Gejala

    • Lemah, letih, lesu dan lelah

    • Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang

    • Gejala lanjut berupa kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi pucat.


    1. Kemungkinan Komplikasi yang muncul

Komplikasi umum akibat anemia adalah:

    • gagal jantung,

    • parestisia dan

    • kejang.


    1. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang

    • Kadar Hb, hematokrit, indek sel darah merah, penelitian sel darah putih, kadar Fe, pengukuran kapasitas ikatan besi, kadar folat, vitamin B12, hitung trombosit, waktu perdarahan, waktu protrombin, dan waktu tromboplastin parsial.

    • Aspirasi dan biopsy sumsum tulang. Unsaturated iron-binding capacity serum

    • Pemeriksaan diagnostic untuk menentukan adanya penyakit akut dan kronis serta sumber kehilangan darah kronis.


    1. Terapi yang Dilakukan

Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk mencari penyebab dan mengganti darah yang hilang:

    1. Anemia aplastik:

    • Transplantasi sumsum tulang

    • Pemberian terapi imunosupresif dengan globolin antitimosit(ATG)

    1. Anemia pada penyakit ginjal

    • Pada paien dialisis harus ditangani denganpemberian besi dan asam folat

    • Ketersediaan eritropoetin rekombinan

    1. Anemia pada penyakit kronis

    • Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak memerlukan penanganan untuk aneminya, dengan keberhasilan penanganan kelainan yang mendasarinya, besi sumsum tulang dipergunakan untuk membuat darah, sehingga Hb meningkat.

    1. Anemia pada defisiensi besi

    • Dicari penyebab defisiensi besi

    • Menggunakan preparat besi oral: sulfat feros, glukonat ferosus dan fumarat ferosus.

    1. Anemia megaloblastik

    • Defisiensi vitamin B12 ditangani dengan pemberian vitamin B12, bila difisiensi disebabkan oleh defekabsorbsi atau tidak tersedianya faktor intrinsik dapat diberikan vitamin B12 dengan injeksi IM.

    • Untuk mencegah kekambuhan anemia terapi vitamin B12 harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi.

    • Anemia defisiensi asam folat penanganannya dengan diet dan penambahan asam folat 1 mg/hari, secara IM pada pasien dengan gangguan absorbsi.



  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN MASALAH KOLABORASI YANG MUNGKIN MUNCUL

        1. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

        2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d inadekuat intake makanan.

        3. Perfusi jaringan tidak efektif b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.

        4. Resiko Infeksi b/d imunitas tubuh skunder menurun (penurunan Hb), prosedur invasive

        5. PK anemia

        6. Kurang pengatahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang informasi.

        7. Sindrom deficite self care b.d kelemahan





















RENPRA ANEMIA


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2

Setelah dilakukan askep .... jam Klien dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas dgn KH:

  • Klien mampu aktivitas minimal

  • Kemampuan aktivitas meningkat secara bertahap

  • Tidak ada keluhan sesak nafas dan lelah selama dan setelah aktivits minimal

  • v/s dbn selama dan setelah aktivitas


Terapi aktivitas :

  • Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas

  • Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap

  • Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/ meningktkan aktivitas

  • Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.


Monitoring V/S

  • Pantau V/S ps sebelum, selama, dan setelah aktivitas selama 3-5 menit.


Energi manajemen

  • Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi cukup u/ melakukannya.

  • Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.


Manajemen nutrisi

  • Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber-sumber energi


Emosional support

  • Berikan reinfortcemen positip bila ps mengalami kemajuan


2

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi inadekuat, faktor psikologis


Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

BB stabil, tingkat energi adekuat

masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisi TKTP dan banyak mengandung vitamin C

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB jika memungkinkan

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai order

  • Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.


  • Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.



3

Perfusi jaringan tdk efektive b.d perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah.


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … jam perfusi jaringan klien adekuat dengan criteria :

- Membran mukosa merah muda

- Conjunctiva tidak anemis

- Akral hangat

- TTV dalam batas normal


perawatan sirkulasi : arterial insuficiency

  • Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

  • Evaluasi nadi, oedema

  • Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan

  • Kaji nyeri

  • Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

  • Berikan therapi antikoagulan.

  • Rubah posisi pasien jika memungkinkan

  • Monitor status cairan intake dan output

  • Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah


4

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:

  • bebas dari gejala infeksi,

  • angka lekosit normal (4-11.000)

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup

  • Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.

  • Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari jika ada

  • Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.


5

PK:Anemia

Setelah dilakukan askep ..... jam perawat dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :

Hb >/= 10 gr/dl.

Konjungtiva tdk anemis

Kulit tidak pucat hangat

  • Monitor tanda-tanda anemia

  • Observasi keadaan umum klien

  • Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi

  • Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah

  • Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe


6

Deficite Knolage tentang penyakit dan perawatannya b.d Kurang paparan thdp sumber informasi, terbatasnya kognitif

setelah diberikan penjelasan selama …. X pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:

  • ps mengerti proses penyakitnya dan Program prwtn serta Th/ yg diberikan dg:

  • Ps mampu: Menjelaskan kembali tentang apa yang dijelaskan

  • Pasien / keluarga kooperatif

Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebabnya

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Berikan informasi tentang perkembangan klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan


7

Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri : activity daily living (adl) dengan kritria :

  • kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)

  • klien bersih dan tidak bau.

Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

  • Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.










BRONKOPNEUMONIA




  1. PENGERTIAN

Bronkopneumonia adalah peradangan pada diding bronkus kecil disertai atelektasis daerah percabangannya.


  1. ETIOLOGI

  • Bakteri streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, mycobacterium tuberculosis.

  • Virus : RSV, adenovirus, cytomegalovirus, virus influenza.


  1. TANDA DAN GEJALA

    • Suhu naik mendadak sampai 40 C kadang disertai kejang demam tinggi.

    • Gelisah.

    • Sesak nafas dan cyanosis sekunder hidung dan mulut, pernafasan cuping hidung,retraksi dinding dada.

    • Kadang disertai muntah dan diare

    • Batuk produktif disertai dahak.


  1. PATOFISIOLOGI

Bronkopnemonia diawali dengan masuknya kuman kejaringan paru-paru melalui saluran pernafasan dari atas u/ mencapai bronkiolus kemudian kealveolus sekitarnya secara makroskopi.Kelainan yang timbul berupa bercak konsulidasi yang tersebar pada dua paru. Secara mikroskopi reaksi radang tampak meliputi dinding bronkus/bronkiolus, lumen terisi eksudat dan sel epitel rusak, rongga alveolus sekitarnya penuh dengan neutropil dan sedikit eksudat fibrinosa. Penyembuhan biasanya tidak sempurna, dinding bronkus / bronkiolus yang rusak mengalami fibrosis dan pelebaran sehingga dapat menimbulkan bronkhiektasis.


  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    • Foto thorak u/ melihat adanya infeksi diparu

    • AGD u/ mengetahui status kardiopulmoner b/d oksigenasi ( pa co2 menurun).

    • HJL u/ menetapkan adanya anemia, infeksi, biasanya leukosit meningkat 15.000- 40.000/m3, LED meningkat.

    • Status spirometri u/ mengkaji udara yang diinspirasi.

    • Bronkoskopi

    • Biopsi paru, Kultur darah.


  1. MANAJEMEN THERAPI

    • Bronkopneumonia berat harus rawat inap

    • Lakukan suction.

    • Oksigenasi yang adekuat.

    • Cairan yg cukup (ntra vena).

    • Diet TKTP , bila pasien sesak nafas lebih baik personde (NGT).

    • Bila ada asidosis koreksi dengan Na Bicnat 1 mEq/kg BB.

    • Medikamentosa.

    • Fisioterapi .


  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus

  2. Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.

  3. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler

  4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis.

  5. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive.

  6. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga.

  7. Cemas anak / keluarga b / d krisis situasional, hospitalisasi RS





RENPRA BRONKOPNEMONIA



No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus


Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn.

Airway manajemenn

  • Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan.

  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

  • Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas.

  • Pasang ET jika memeungkinkan

  • Lakukan terapi dada jika memungkinkan

  • Keluarkan lendir dengan suction

  • Asukultasi suara nafas

  • Lakukan suction melalui ET

  • Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

  • Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan


Airway Suction

  • Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal

  • Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

  • Informasikan pada keluarga tentang suction

  • Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk memudahkan suction

  • Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual.

  • Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk melakukan prosedur tracheal suction.

  • Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum, selama, san sesudah suction.

  • Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.

  • Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah dilakukan suction trachea.

  • Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien bradicardia.

  • Catat type dan jumlah sekresi dengan segera



2

Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.

Setelah dilakukan askep … jam tidak terjadi aspirasi dg KH;

  • Terjadi peningkatan reflek menelan

  • Toleransi thdp intake oral & sekresi tanpa aspirasi

  • Jalan nafas bersih.

Pencegahan aspirasi

  • Cek residu sebelum pemberian M/M / NGT

  • Monitor td aspirasi selama proses pemberian M/M ( batuk, tersedak, saliva)

  • Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan dan kemampuan menelan

  • Monitor status paru dan V/S

  • Berikan oxigenasi

  • Kolaborasi u/ terapi okupasi

  • Ajarkan pada keluarga cara memberikan M/M

3

Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler


Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status sirkulasi

Dg KH: Perfusi jaringan adekuat, tidak ada edem palpebra, akral hangat, kulit tdk pucat, urin output adekuat respirasi normal.

perawatan sirkulasi : arterial insuficiency

  • Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

  • Evaluasi nadi, oedema

  • Inspeksi kulit dari luka

  • Palpasi anggota badan dengan lebih

  • Kaji nyeri

  • Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

  • Berikan therapi antikoagulan.

  • Rubah posisi pasien jika memungkinkan

  • Monitor status cairan intake dan output

  • Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah


4

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

  • Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

  • Identifikasi kebutuhan nutrisi.

  • Bebas dari tanda malnutrisi.

Managemen nutrisi

  • Kaji pola makan klien

  • Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

  • Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

  • kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

  • tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

  • monitor intake nutrisi dan kalori

  • Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.


Nutritional terapi

      • kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

      • berikan makanan melalui NGT k/p

      • berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

      • monitor penurunan dan peningkatan BB

      • monitor intake kalori dan gizi


5

Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive


Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

  • Bebas dari tanda dangejala infeksi.

  • Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

  • Angka leukosit normal.

Kontrol infeksi.

      • Batasi pengunjung.

      • Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

      • Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

      • Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.

      • Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

      • Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

      • Anjurkan istirahat.

      • Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

      • Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

      • Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV

Proteksi infeksi.

      • Monitor tanda dan gejala infeksi.

      • Monitor WBC.

      • Anjurkan istirahat.

      • Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.

      • Batasi jumlah pengunjung.

      • Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup


5

Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga


Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

  • Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan

  • Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

Mengajarkan proses penyakit

  • Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

  • Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

  • Identifikasi penyebab penyakit

  • Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

  • Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

  • Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

  • Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

6

Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi

Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.

Pengurangan kecemasan

  • Bina hubungan saling percaya.

  • Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.

  • Jelaskan semua prosedur pada keluarga.

  • Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional.

  • Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.

  • Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.

  • Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.

  • Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua.

  • Dengarkan keluhan keluarga.

  • Ciptakan lingkungan yang nyaman.

  • Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga.

  • Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.

  • Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi.

















CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)


I. PENGERTIAN

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan ginjal yang progresif dan irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah



II. ETIOLOGI

CKD dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah sebagai berikut:

  1. DM.

  2. Glomerulonefrtitis kronis

  3. Pielonefritis

  4. Agen toksis

  5. Hipertensi yang tidak terkontrol

  6. Obstruksi traktus urinalisis

  7. Gangguan vaskuler

  8. Infeksi


Terdapat 8 kelas sebagai berikut :


Klasifikasi penyakit

Penyakit

Infeksi

Pielonefritis kronik

Penyakit peradangan

Glomerulonefritis

Penyakit vascular

hipertensif

Nefrosklerosis benigna

Nefrosklerosis maligna

Stenosis arteri renalis

Gangguan jaringan

penyambung

Lupus eritematosus sistemik Poliarteritis nodus

Skelrosis sistemik progresif

Gangguan kongenital dan herediter

Penyakit ginjal polikistik

Asidosis tubulus ginjal

Penyakit metabolik

Diabetes mellitus, Gout

Hiperparatiroidisme, Amiloidosis

Nefropati toksik

Penyalahgunaan analgesik

Nefropati timbal

Nefropati obstruktif

Saluran kemih atas : kalkuli, neoplasma fibrosis retroperitoneal

Saluran kemih bawah : hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly congenital pada leher kandung kemih dan uretra



III. PATOFISIOLOGI

Perjalanan umum GGK melalui 3 stadium:

1. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal

  • Kreatinin serum dan kadar BUN normal

  • Asimptomatik

  • Tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR

2. Stadium II : Insufisiensi ginjal

  • Kadar BUN meningkat (tergantung pada kadar protein dalam diet)

  • Kadar kreatinin serum meningkat

  • Nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan)

Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:

  1. Ringan

40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal

  1. Sedang

15% - 40% fungsi ginjal normal

  1. Kondisi berat

2% - 20% fungsi ginjal normal

3. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia

  • kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat

  • ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit

  • air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010

Patofisiologi umum GGK

Hipotesis Bricker (hipotesis nefron yang utuh)

“Bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal”


PATWAY CKD / GAGAL GINJAL :

Infeksi Penyakit metabolik

Penyakit vaskulair Nefropati toksik

Peradangan Nefropati obstruksi

Gg jaringan penyambung Gg konginetal & Heriditer

----------------------------------------------------------------------------------------------

Kerusakan nefron ginjal


Hipertropi nefron tersisa u/ mengganti kerja nefron yg rusak

-peningkatan kecepatan filtrasi, beban solute dan reabsorbsi tubulus dalam tiap nefron, meskipun GFR untuk seluruh massa nefron menurun di bawah normal

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------


STD I STD II STD III

Penurunan cadangan ginjal insuf renal (BUN, Creat , GG std akhir (90% massa

(asimtomatik) nokturia, poliuri) nefron hancur, BUN. Creat , oliguri




Perubahan sistem tubuh

1-----------------2------------------3-----------------4------------------5-------------6-----------7--


Sist GI Hematologi Syaraf otot Cardiovasculair Indokrin Kulit Sist lain

Anoresia,

Nausea, -Anemia

vomitus (< eritropoet) - Gg sex -gatal,pct

pegal tungkai, - HT PK: HT - GTT -urea frost

Kesemutan - nyeri dada -ekimosis

Nutrisi< PK:Anemia - sesek PK: Hiperglikemi - gg as. bs

mdh (GG F. Trombcyt) Nyeri akut - Gg. Metab lemak

stomatitis PK: Asidosis metblk - Gg. Metab. VIT D

parotts Pl nfas tdk effektf

gastritis PK: Perdarahan - edema Gg. Integritas kulit

(Gg lekosit) Gg. Konsep diri

Risk Infeksi Ke> cairan

PK: Ktdkseimbngan PK:asidosis metabolik

Cairan elektrolit -gg elektrolit

PK : Hipoalbumin

PK: Aritmia - Gg irama jantung

PK: ktdk seimb Cairan &Elektrolit

- kalsifikasi, metastase

IV. MANIFESTASI KLINIK

  1. Sistem kardiovaskuler: mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif dan edema pulmoner (akibat cairan berlebih) dan perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksin uremik).

  2. Sistem integrumenurum: rasa gatal yang parah (pruritus). Butiran uremik merupakan suatu penunpukkan kristal urin di kulit, rambut tipis dan kasar.

  3. Sistem gastrointestinal: anoreksia, mual, muntah.

  4. Sistem neurovaskuler: perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi, kedura otot dan kejang.

  5. Sistem pulmoner: krekels, sputun kental, nafas dalam dan kusmaul.

  6. Sistem reproduktif: amenore, atrifi testikuler.


    1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.Laboratorium

Pemeriksaan penurunan fungsi ginjal : ureum kreatinin, asam urat serum

Identifikasi etiologi gagal ginjal : analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit, imunodiagnosis

Identifikasi perjalanan penyakit : progresifitas penurunan fungsi ginjal, ureum kreatinin, klearens kreatinin test : CCT = (140 – umur ) X BB (kg)

72 X kreatinin serum

wanita = 0,85

pria = 0,85 X CCT

- hemopoesis : Hb, trobosit, fibrinogen, factor pembekuan

- elektrolit

-endokrin : PTH dan T3,T4

-pemeriksaan lain: infark miokard

2. Diagnostik

Etiologi GGK dan terminal

-Foto polos abdomen, USG, Nefrotogram

-Pielografi retrograde, Pielografi antegrade

- mictuating Cysto Urography (MCU)

Diagnosis pemburuk fungsi ginjal : retogram, USG


VI. MANAJEMEN TERAPI GGK

Terapi konserv

Penyakit ginjal terminal

Dialisis HD di RS, Rumah, CAPD


Transplantasi ginjal

Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.

Intervensi diit. Protein dibatasi karena urea, asam urat dan asam organik merupakan hasil pemecahan protein yang akan menumpuk secara cepat dalam darah jika terdapat gangguan pada klirens renal. Protein yang dikonsumsi harus bernilai biologis (produk susu, telur, daging) di mana makanan tersebut dapat mensuplai asam amino untuk perbaikan dan pertumbuhan sel. Biasanya cairan diperbolehkan 300-600 ml/24 jam. Kalori untuk mencegah kelemahan dari karbohidrat dan lemak. Pemberian vitamin juga penting karena pasien dialisis mungkin kehilangan vitamin larut air melalui darah sewaktu dialisa.

Hipertensi ditangani dengan medikasi antihipertensi kontrol volume intravaskule. Gagal jantung kongestif dan edema pulmoner perlu pembatasan cairan, diit rendah natrium, diuretik, digitalis atau dobitamine dan dialisis. Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya tanpa gejala dan tidak perlu penanganan, namun suplemen natrium bikarbonat pada dialisis mungkin diperlukan untuk mengoreksi asidosis.

Anemia pada CKD ditangani dengan epogen (erytropoitin manusia rekombinan). Anemia pada pasaien (Hmt < 30%) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise, keletihan umum dan penurunan toleransi aktivitas. Abnormalitas neurologi dapat terjadi seperti kedutan, sakit kepala, dellirium atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari kejang.

Pada prinsipnya penatalaksanaan Terdiri dari tiga tahap :

Penatalaksanaan konservatif : Pengaturan diet protein, kalium, natrium, cairan

Terapi simptomatik : Suplemen alkali, transfusi, obat-obat local&sistemik, anti hipertensi

Terapi pengganti : HD, CAPD, transplantasi


VII. KOMPLIKASI

  1. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih.

  2. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.

  3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin-angiotensin-aldosteron.

  4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah.

  5. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.

  6. Asidosis metabolic

  7. Osteodistropi ginjal

  8. Sepsis

  9. neuropati perifer

  10. hiperuremia


VIII. KLASIFIKASI GGK atau CKD (Cronic Kidney Disease) :


Stage

Gbran kerusakan ginjal

GFR (ml/min/1,73 m2)

1

Normal atau elevated GFR

≥ 90

2

Mild decrease in GFR

60-89

3

Moderate decrease in GFR

30-59

4

Severe decrease in GFR

15-29

5

Requires dialysis

≤ 15





IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Intoleransi aktivitas b.d keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis.

  2. Pola nafas tidak efektif b.d edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis

  3. Kelebihan volume cairan b.d penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium.

  4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).

  5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b.d kurangnya informasi kesehatan.

  6. Risiko infeksi b.d penurunan daya tahan tubuh primer, tindakan invasive

  7. PK: Insuf Renal

  8. PK : Anemia

  9. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, penyakitnya.


















RENPRA CKD


No

Diagnosa

Tujuan/KH

Intervensi

1

Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2

Setelah dilakukan askep ... jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik

Kriteria Hasil:

  • Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai

  • Warna kulit normal,hangat&kering

  • Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap

  • Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat

  • ↑toleransi aktivitas

NIC: Toleransi aktivitas

  • Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi

  • Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari

  • aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri

  • Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas

  • Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital

  • Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas

2

Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi, penurunan energi, kelemahan

Setelah dilakukan askep ..... jam pola nafas klien menunjukkan ventilasi yg adekuat dg kriteria :

  • Tidak ada dispnea

  • Kedalaman nafas normal

  • Tidak ada retraksi dada / penggunaan otot bantuan pernafasan

Monitor Pernafasan:

    • Monitor irama, kedalaman dan frekuensi pernafasan.

    • Perhatikan pergerakan dada.

    • Auskultasi bunyi nafas

    • Monitor peningkatan ketdkmampuan istirahat, kecemasan dan seseg nafas.


Pengelolaan Jalan Nafas

    • Atur posisi tidur klien untuk maximalkan ventilasi

    • Lakukan fisioterapi dada jika perlu

    • Monitor status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan

    • Auskultasi bunyi nafas

    • Bersihhkan skret jika ada dengan batuk efektif / suction jika perlu.

3

Kelebihan volume cairan b.d. mekanisme pengaturan melemah

Setelah dilakukan askep ..... jam pasien mengalami keseimbangan cairan dan elektrolit.

Kriteria hasil:

    • Bebas dari edema anasarka, efusi

    • Suara paru bersih

    • Tanda vital dalam batas normal

Fluit manajemen:

    • Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat)

    • Monitor tnada vital

    • Monitor adanya indikasi overload/retraksi

    • Kaji daerah edema jika ada


Fluit monitoring:

    • Monitor intake/output cairan

    • Monitor serum albumin dan protein total

    • Monitor RR, HR

    • Monitor turgor kulit dan adanya kehausan

    • Monitor warna, kualitas dan BJ urine


4

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan askep ….. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

    • kaji pola makan klien

    • Kaji adanya alergi makanan.

    • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

    • Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

    • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

    • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

    • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien


Monitor Nutrisi

    • Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

    • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

    • Monitor lingkungan selama makan.

    • jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

    • Monitor adanya mual muntah.

    • Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

    • Monitor intake nutrisi dan kalori.


5

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan pengobatannya b.d. kurangnya sumber informasi

Setelah dilakukan askep … jam Pengetahuan klien / keluarga meningkat dg KH:

Pasien mampu:

    • Menjelaskan kembali penjelasan yang diberikan

    • Mengenal kebutuhan perawatan dan pengobatan tanpa cemas

    • Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan

Pendidikan : proses penyakit

    • Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya

    • Jelaskan tentang proses penyakit (tanda dan gejala), identifikasi kemungkinan penyebab.

    • Jelaskan kondisi klien

    • Jelaskan tentang program pengobatan dan alternatif pengobantan

    • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin digunakan untuk mencegah komplikasi

    • Diskusikan tentang terapi dan pilihannya

    • Eksplorasi kemungkinan sumber yang bisa digunakan/ mendukung

    • instruksikan kapan harus ke pelayanan

    • Tanyakan kembali pengetahuan klien tentang penyakit, prosedur perawatan dan pengobatan

6

Resiko infeksi b/d tindakan invasive, penurunan daya tahan tubuh primer


Setelah dilakukan askep ... jam risiko infeksi terkontrol dg KH:

    • Bebas dari tanda-tanda infeksi

    • Angka leukosit normal

    • Ps mengatakan tahu tentang tanda-tanda dan gejala infeksi

Kontrol infeksi

      • Ajarkan tehnik mencuci tangan

      • Ajarkan tanda-tanda infeksi

      • laporkan dokter segera bila ada tanda infeksi

      • Batasi pengunjung

      • Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat ps

      • Tingkatkan masukan gizi yang cukup

      • Anjurkan istirahat cukup

      • Pastikan penanganan aseptic daerah IV

      • Berikan PEN-KES tentang risk infeksi

proteksi infeksi:

      • monitor tanda dan gejala infeksi

      • Pantau hasil laboratorium

      • Amati faktor-faktor yang bisa meningkatkan infeksi

      • monitor VS

7

PK: Insuf Renal

Setelah dilakukan askep ... jam Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari insuf renal

      • Pantau tanda dan gejala insuf renal ( peningkatan TD, urine <30 cc/jam, peningkatan BJ urine, peningkatan natrium urine, BUN Creat, kalium, pospat dan amonia, edema).

      • Timbang BB jika memungkinkan

      • Catat balance cairan

      • Sesuaikan pemasukan cairan setiap hari = cairan yang keluar + 300 – 500 ml/hr

      • Berikan dorongan untuk pembatasan masukan cairan yang ketat : 800-1000 cc/24 jam. Atau haluaran urin / 24 jam + 500cc

      • Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet, rendah natrium (2-4g/hr)

      • pantau tanda dan gejala asidosis metabolik ( pernafasan dangkal cepat, sakit kepala, mual muntah, Ph rendah, letargi)

      • Kolaborasi dengan timkes lain dalam therapinya

      • Pantau perdarahan, anemia, hipoalbuminemia

      • Kolaborasi untuk hemodialisis

8

PK: Anemia

Setelah dilakukan askep .... jam perawat akan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :

      • Hb >/= 10 gr/dl.

      • Konjungtiva tdk anemis

      • Kulit tidak pucat

      • Akral hangat

      • Monitor tanda-tanda anemia

      • Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi

      • Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah

      • Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe

      • Observasi keadaan umum klien

9

Sindrom defisit self care b/d kelemahan

Setelah dilakukan askep …. jam klien mampu Perawatan diri

Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan kriteria :

      • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

      • Kebersihan diri pasien terpenuhi


Bantuan perawatan diri

      • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

      • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

      • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

      • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

      • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

      • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

      • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

      • Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan.

HEMODIALISA



  1. DEFINISI

Dialisis adalah difusi partikel larut dari satu kompartemen cairan ke kompartemen lain melewati membran semipermeabel.

Pada Hemodialisis, darah adalah salah satu kompartemen dan dialisat adalah bagian yang lain.

Membran semipermeabel adalah lembar tipis, berpori-pori terbuat dari selulosa atau bahan sintetik. Ukuran pori-pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti urea, kreatinin, dan asam urat berdifusi. Molekul air juga sangat kecil dan bergerak bebas melalui membran, tetapi kebanyakan protein plasma, bakteri, dan sel-sel darah terlalu besar untuk melewati pori-pori membran. Perbedaan konsentrasi zat pada dua kompartemen disebut gradien konsentrasi.

Sistem ginjal buatan:

    1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.

    2. Membuang kelebihan air dengan mempengaruhi tekanan banding antara darah dan bagian cairan, biasanya terdiri atas tekanan positif dalam arus darah dan tekanan negatif (penghisap) dalam kompartemen dialisat (proses ultrafiltrasi).

    3. Mempertahankan dan mengembalikan system buffer tubuh.

    4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.


  1. INDIKASI

    1. Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk sementara sampai fungsi ginjalnya pulih.

    2. Pasien-pasien tersebut dinyatakan memerlukan hemodialisa apabila terdapat indikasi:

      1. Hiperkalemia

      2. Asidosis

      3. Kegagalan terapi konservatif

      4. Kadar ureum / kreatinin tinggi dalam darah

      5. Kelebihan cairan

      6. Mual dan muntah hebat


  1. PERALATAN

    1. Dialiser atau Ginjal Buatan

Komponen ini terdiri dari membran dialiser yang memisahkan kompartemen darah dan dialisat. Dialiser bervariasi dalam ukuran, struktur fisik dan tipe membran yang digunakan untuk membentuk kompartemen darah. Semua factor ini menentukan potensi efisiensi dialiser, yang mengacu pada kemampuannya untuk membuang air (ultrafiltrasi) dan produk-produk sisa (klirens).

    1. Dialisat atau Cairan dialysis

Dialisat atau “bath” adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal. Dialisat ini dibuat dalam system bersih dengan air keran dan bahan kimia disaring. Bukan merupakan system yang steril, karena bakteri terlalu besar untuk melewati membran dan potensial terjadinya infeksi pada pasien minimal. Karena bakteri dari produk sampingan dapat menyebabkan reaksi pirogenik, khususnya pada membran permeable yang besar, air untuk dialisat harus aman secara bakteriologis. Konsentrat dialisat biasanya disediakan oleh pabrik komersial. Bath standar umumnya digunakan pada unit kronis, namun dapat dibuat variasinya untuk memenuhi kebutuhan pasien tertentu.

    1. Sistem Pemberian Dialisat

Unit pemberian tunggal memberikan dialisat untuk satu pasien: system pemberian multiple dapat memasok sedikitnya untuk 20 unit pasien. Pada kedua system, suatu alat pembagian proporsi otomatis dan alat pengukur serta pemantau menjamin dengan tepat kontrol rasio konsentrat-air.

    1. Asesori Peralatan

Piranti keras yang digunakan pada kebanyakan system dialysis meliputi pompa darah, pompa infus untuk pemberian heparin, alat monitor untuk pendeteksi suhu tubuh bila terjadi ketidakamanan, konsentrasi dialisat, perubahan tekanan, udaara, dan kebocoran darah.

    1. Komponen manusia

    2. Pengkajian dan penatalaksanaan


  1. PROSEDUR HEMODIALISA

Setelah pengkajian pradialisis, mengembangkan tujuan dan memeriksa keamanan peralatan, perawat sudah siap untuk memulai hemodialisis. Akses ke system sirkulasi dicapai melalui salah satu dari beberapa pilihan: fistula atau tandur arteriovenosa (AV) atau kateter hemodialisis dua lumen. Dua jarum berlubang besar (diameter 15 atau 16) dibutuhkan untuk mengkanulasi fistula atau tandur AV. Kateter dua lumen yang dipasang baik pada vena subklavikula, jugularis interna, atau femoralis, harus dibuka dalam kondisi aseptic sesuai dengan kebijakan institusi.

Jika akses vaskuler telah ditetapkan, darah mulai mengalir, dibantu oleh pompa darah. Bagian dari sirkuit disposibel sebelum dialiser diperuntukkan sebagai aliran “arterial”, keduanya untuk membedakan darah yang masuk ke dalamnya sebagai darah yang belum mencapai dialiser dan dalam acuan untuk meletakkan jarum: jarum “arterial” diletakkan paling dekat dengan anastomosis AV pada vistula atau tandur untuk memaksimalkan aliran darah. Kantong cairan normal salin yang di klep selalu disambungkan ke sirkuit tepat sebelum pompa darah. Pada kejadian hipotensi, darah yang mengalir dari pasien dapat diklem sementara cairan normal salin yang diklem dibuka dan memungkinkan dengan cepat menginfus untuk memperbaiki tekanan darah. Tranfusi darah dan plasma ekspander juga dapat disambungkan ke sirkuit pada keadaan ini dan dibiarkan untuk menetes, dibantu dengan pompa darah. Infus heparin dapat diletakkan baik sebelum atau sesudah pompa darah, tergantung peralatan yang digunakan.

Dialiser adalah komponen penting selanjutnya dari sirkuit. Darah mengalir ke dalam kompartemen darah dari dialiser, tempat terjadinya pertukaran cairan dan zat sisa. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detector udara dan foam yang mengklem dan menghentikan pompa darah bila terdeteksi adanya udara. Pada kondisi seperti ini, setiap obat-obat yang akan diberikan pada dialysis diberikan melalui port obat-obatan. Penting untuk diingat, bagaimanapun bahwa kebanyakan obat-obatan ditunda pemberiannya sampai dialysis selesai kecuali memang diperintahkan.

Darah yang telah melewati dialysis kembali ke pasien melalui “venosa” atau selang postdialiser. Setelah waktu tindakan yang diresepkan, dialysis diakhiri dengan mengklem darah dari pasien, membuka selang aliran normal salin, dan membilas sirkuit untuk mengembalikan darah pasien. Selang dan dialiser dibuang kedalam perangkat akut, meskipun program dialisis kronik sering membeli peralatan untuk membersihkan dan menggunakan ulang dialiser.

Tindakan kewaspadaan umum harus diikuti dengan teliti sepanjang tindakan dialysis karena pemajanan terhadap darah. Masker pelindung wajah dan sarung tangan wajib untuk digunakan oleh perawat yang melakukan hemodialisis.



  1. Pedoman Pelaksanaan Hemodialisa

    1. Perawatan sebelum hemodialisa

      1. Sambungkan selang air dengan mesin hemodialisa

      2. Kran air dibuka

      3. Pastikan selang pembuang air dan mesin hemodialisis sudah masuk kelubang atau saluran pembuangan

      4. Sambungkan kabel mesin hemodialisis ke stop kontak

      5. Hidupkan mesin

      6. Pastikan mesin pada posisi rinse selama 20 menit

      7. Matikan mesin hemodialisis

      8. Masukkan selang dialisat ke dalam jaringan dialisat pekat

      9. Sambungkan slang dialisat dengan konektor yang ada pada mesin hemodialisis

      10. Hidupkan mesin dengan posisi normal (siap)

    2. Menyiapkan sirkulasi darah

      1. Bukalah alat-alat dialysis dari set nya

      2. Tempatkan dializer pada tempatnya dan posisi “inset” (tanda merah) diatas dan posisi “outset” (tanda biru) di bawah.

      3. Hubungkan ujung merah dari ABL dengan ujung “inset”dari dializer.

      4. Hubungkan ujung biru dari UBL dengan ujung “out set” dari dializer dan tempatkan buble tap di holder dengan posisi tengah..

      5. Set infus ke botol NaCl 0,9% - 500 cc

      6. Hubungkan set infus ke slang arteri

      7. Bukalah klem NaCl 0,9%, isi slang arteri sampai ke ujung slang lalu diklem.

      8. Memutarkan letak dializer dengan posisi “inset” di bawah dan “out set” di atas, tujuannya agar dializer bebas dari udara.

      9. Tutup klem dari slang untuk tekanan arteri, vena, heparin

      10. Buka klem dari infus set ABL, VBL

      11. Jalankan pompa darah dengan kecepatan mula-mula 100 ml/menit, kemudian naikkan secara bertahap sampai dengan 200 ml/menit.

      12. Isi bable-trap dengan NaCl 0,9% sampai ¾ cairan

      13. Berikan tekanan secara intermiten pada VBL untuk mengalirkan udara dari dalam dializer, dilakukan sampai dengan dializer bebas udara (tekanan lebih dari 200 mmHg).

      14. Lakukan pembilasan dan pencucian dengan NaCl 0,9% sebanyak 500 cc yang terdapat pada botol (kalf) sisanya ditampung pada gelas ukur.

      15. Ganti kalf NaCl 0,9% yang kosong dengan kalf NaCl 0,9% baru

      16. Sambungkan ujung biru VBL dengan ujung merah ABL dengan menggunakan konektor.

      17. Hidupkan pompa darah selama 10 menit. Untuk dializer baru 15-20 menit untuk dializer reuse dengan aliran 200-250 ml/menit.

      18. Kembalikan posisi dializer ke posisi semula di mana “inlet” di atas dan “outlet” di bawah.

      19. Hubungkan sirkulasi darah dengan sirkulasi dialisat selama 5-10 menit, siap untuk dihubungkan dengan pasien )soaking.

    3. Persiapan pasien

      1. Menimbang berat badan

      2. Mengatur posisi pasien

      3. Observasi keadaan umum

      4. Observasi tanda-tanda vital

      5. Melakukan kamulasi/fungsi untuk menghubungkan sirkulasi, biasanya mempergunakan salah satu jalan darah/blood akses seperti di bawah ini:

        1. Dengan interval A-V shunt / fistula simino

        2. Dengan external A-V shunt / schungula

        3. Tanpa 1 – 2 (vena pulmonalis)



  1. Intrepretasi Hasil

Hasil dari tindakan dialysis harus diintrepretasikan dengan mengkaji jumlah cairan yang dibuang dan koreksi gangguan elektrolit dan asam basa. Darah yang diambil segera setelah dialysis dapat menunjukkan kadar elektrolit, nitrogen urea, dan kreatinin rendah palsu. Proses penyeimbangan berlangsung terus menerus setelah dialysis, sejalan perpindahan zat dari dalam sel ke plasma.



  1. Komplikasi

  1. Ketidakseimbangan cairan

    1. Hipervolemia

    2. Ultrafiltrasi

    3. Rangkaian Ultrafiltrasi (Diafiltrasi)

    4. Hipovolemia

    5. Hipotensi

    6. Hipertensi

    7. Sindrom disequilibrium dialysis

  2. Ketidakseimbangan Elektrolit

    1. Natrium serum

    2. Kalium

    3. Bikarbonat

    4. Kalsium

    5. Fosfor

    6. Magnesium

  3. Infeksi

  4. Perdarahan dan Heparinisasi

  5. Troubleshooting

    1. Masalah-masalah peralatan

    2. Aliran dialisat

    3. Konsentrat Dialisat

    4. Suhu

    5. Aliran Darah

    6. Kebocoran Darah

    7. Emboli Udara

  6. Akses ke sirkulasi

    1. Fistula Arteriovenosa

    2. Ototandur

    3. Tandur Sintetik

    4. Kateter Vena Sentral Berlumen Ganda

  1. Diagnosa Keperawatan klien HD = CKD hal. 21


























DIABETES MELITUS



I. PENGERTIAN

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Mansjoer dkk,1999). Sedangkan menurut Francis dan John (2000), Diabetes Mellitus klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.


  1. KLASIFIKASI

Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of Diabetes Mellitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:

    1. Klasifikasi Klinis

    1. Diabetes Mellitus

      1. Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I

      2. Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas)

  1. Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)

  2. Diabetes Kehamilan (GDM)

    1. Klasifikasi risiko statistik

      1. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa

      2. Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

Pada Diabetes Mellitus tipe 1 sel-sel β pancreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun, sebagai akibatnya penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Diabetes mellitus tipe I ditandai oleh awitan mendadak yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun. Diabetes mellitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan jumlah produksi insulin.


  1. ETIOLOGI

  1. Diabetes Mellitus tergantung insulin (DMTI)

    1. Faktor genetic :

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.

    1. Faktor imunologi :

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

    1. Faktor lingkungan

Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β pancreas.

  1. Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Diabetes Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Mellitus tipe II disebut juga Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-kanak.

Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II, diantaranya adalah:

  1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

  2. Obesitas

  3. Riwayat keluarga

  4. Kelompok etni



















IV. PATOFISIOLOGI

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun

Idiopatik, usia, genetil, dll









sel β pancreas hancur



Jmh sel β pancreas menurun





Defisiensi insulin









Katabolisme protein meningkat

Lipolisis meningkat

Hiperglikemia







Penurunan BB polipagi





Glukoneogenesis meningkat



Glukosuria

Gliserol asam lemak bebas meningkat









Diuresis Osmotik

Kehilangan elektrolit urine

Ketogenesis







Kehilangan cairan hipotonik







Hiperosmolaritas

Polidipsi

ketoasidosis



ketonuria





coma



Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,1999).

Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.

Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.

Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut koma diabetik (Price,1995).



V. GEJALA KLINIS

Menurut Askandar (1998) seseorang dapat dikatakan menderita Diabetes Mellitus apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu

  1. Keluhan TRIAS: Banyak minum, Banyak kencing dan Penurunan berat badan.

  2. Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl

  3. Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl

Sedangkan menurut Waspadji (1996) keluhan yang sering terjadi pada penderita Diabetes Mellitus adalah: Poliuria, Polidipsia, Polifagia, Berat badan menurun, Lemah, Kesemutan, Gatal, Visus menurun, Bisul/luka, Keputihan.





VI. KOMPLIKASI

Beberapa komplikasi dari Diabetes Mellitus (Mansjoer dkk, 1999) adalah

  1. Akut

    1. Hipoglikemia dan hiperglikemia

    2. Penyakit makrovaskuler : mengenai pembuluh darah besar, penyakit jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).

    3. Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati, nefropati.

    4. Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstrimitas), saraf otonom berpengaruh pada gastro intestinal, kardiovaskuler (Suddarth and Brunner, 1990).

  1. Komplikasi menahun Diabetes Mellitus

    1. Neuropati diabetik

    2. Retinopati diabetik

    3. Nefropati diabetik

    4. Proteinuria

    5. Kelainan koroner

    6. Ulkus/gangren (Soeparman, 1987, hal 377)

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:

            1. Grade 0 : tidak ada luka

            2. Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

            3. Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

            4. Grade III : terjadi abses

            5. Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

            6. Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal


VII. PENEGAKKAN DIAGNOSTIK

Kriteria yang melandasi penegakan diagnosa DM adalah kadar glukosa darah yang meningkat secara abnormal. Kadar gula darah plasma pada waktu puasa yang besarnya di atas 140 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu diatas 200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan criteria diagnostik penyakit DM.



      1. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan series pada pola aktivitas pasien.

Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:

      1. Diet

a. Syarat diet DM hendaknya dapat:

  1. Memperbaiki kesehatan umum penderita

  2. Mengarahkan pada berat badan normal

  3. Menormalkan pertumbuhan DM anak dan DM dewasa muda

  4. Mempertahankan kadar KGD normal

  5. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetik

  6. Memberikan modifikasi diit sesuai dengan keadaan penderita.

  7. Menarik dan mudah diberikan

b. Prinsip diet DM, adalah:

  1. Jumlah sesuai kebutuhan

  2. Jadwal diet ketat

  3. Jenis: boleh dimakan/tidak

c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.

  1. Diit DM I : 1100 kalori

  2. Diit DM II : 1300 kalori

  3. Diit DM III : 1500 kalori

  4. Diit DM IV : 1700 kalori

  5. Diit DM V : 1900 kalori

  6. Diit DM VI : 2100 kalori

  7. Diit DM VII : 2300 kalori

  8. Diit DM VIII: 2500 kalori


Keterangan :

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal

Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes komplikasi.

Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3 J yaitu:

  • J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah

  • J II : jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.

  • J III : jenis makanan yang manis harus dihindari

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan rumus:

BB (Kg)

BBR = X 100 %

TB (cm) – 100



Kurus (underweight)



  • Kurus (underweight) : BBR < 90 %

  • Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %

  • Gemuk (overweight) : BBR > 110 %

  • Obesitas, apabila : BBR > 120 %

  • Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %

  • Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %

  • Obesitas berat : BBR 140 – 200 %

  • Morbid : BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja biasa adalah:

  • kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari

  • Normal : BB X 30 kalori sehari

  • Gemuk : BB X 20 kalori sehari

  • Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari

      1. Latihan

Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:

  1. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan reseptornya.

  2. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore

  3. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen

  4. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein

  5. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan dirangsang pembentukan glikogen baru

  6. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.

      1. Penyuluhan

Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS) merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.

      1. Obat

        1. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)

1). Mekanisme kerja sulfanilurea

  • kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas

  • kerja OAD tingkat reseptor

2). Mekanisme kerja Biguanida

Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:

            1. Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik

  • Menghambat absorpsi karbohidrat

  • Menghambat glukoneogenesis di hati

  • Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin

            1. Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

            2. Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler

        1. Insulin

Indikasi penggunaan insulin

  1. DM tipe I

  2. DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD

  3. DM kehamilan

  4. DM dan gangguan faal hati yang berat

  5. DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)

  6. DM dan TBC paru akut

  7. DM dan koma lain pada DM

  8. DM operasi

  9. DM patah tulang

  10. DM dan underweight

  11. DM dan penyakit Graves

Beberapa cara pemberian insulin

1). Suntikan insulin subkutan

Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam, sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain:

            • lokasi suntikan

ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yitu dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.

            • Pengaruh latihan pada absorpsi insulin

Latihan akan mempercepat absorbsi apabila dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan insulin karena itu pergerakan otot yang berarti, hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.

2). Pemijatan (Masage)

Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.

3). Suhu

Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan mempercepat absorpsi insulin.

            • Dalamnya suntikan

Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih cepat efeknya daripada subcutan.

            • Konsentrasi insulin

Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml, tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek insulin dipercepat.

4). Suntikan intramuskular dan intravena

Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.



KAKI DIABETES


                1. Pengertian

Kaki diabetes adalah kelainan pada ekstrimitas bawah yang merupakan komplikasi kronik DM. manifestasi kelaianan kaki diabetes dapat berupa: dermopati, selulitis, ulkus, osteomilitis dan gangrene.


                1. Faktor Penyebab Kaki DM

      1. Faktor endogen:

  • Neuropati:

Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler

  • Angiopati

Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.

  • Iskemia

Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.

Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:

      • Adanya hormone aterogenik

      • Merokok

      • Hiperlipidemia

Manifestasi kaki diabetes iskemia:

      • Kaki dingin, Nyeri nocturnal, Tidak terabanya denyut nadi, Adanya pemucatan ekstrimitas inferior, Kulit mengkilap, Hilangnya rambut dari jari kaki, Penebalan kuku, Gangrene kecil atau luas.

      1. Faktor eksogen : Trauma, Infeksi

Terdapat lima grade ulkus diabetikum/kaki diabetes antara lain:

  • Grade 0 : tidak ada luka

  • Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit

  • Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang

  • Grade III : terjadi abses

  • Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal

  • Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai bawah distal


                1. Pedoman evaluasi kaki diabetes

  1. Evaluasi vaskuler, meliputi:

    • palpasi pulsus perifer

    • ukur waktu pengisian pembuluh darah vena dengan cara mengangkat kaki kemudian diturunkan, waktu lebih dari 20 detik berarti terdapat iskemia atau kaki pucat waktu diangkat.

    • Ukur capillary reffile normal 3 detik atau kurang.

  2. Evaluasi neurologik, meliputi pemeriksaan sensorik dan motorik

  3. Evaluasi muskuloskeletal, meliputi pengukuran luas pergerakan pergelangan kaki dan abnormalitas tulang.


                1. Pendidikan kesehatan perawatan kaki

  1. Hiegene kaki:

    • Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok

    • Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih

    • Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong

    • Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit

    • Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit

    • Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.

  1. Alas kaki yang tepat

  2. Mencegah trauma kaki

  3. Berhenti merokok

  4. Segera bertindak jika ada masalah


                1. Prinsip Penanganan Ulkus Kaki Diabetes

  1. perawatan luka

  2. Antibiotika

  3. Pemeriksaan radiologis

  4. Perbaikan sirkulasi dan nutrisi

  5. Meminimalkan berat badan


IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

  2. PK : Infeksi

  3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.

  4. PK: Hipo / Hiperglikemi

  5. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)

  6. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot

  7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi.

  8. Kelelahan berhubungan dengan status penyakit

  9. Sindrom deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya

























RENPRA DM


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan dg KH:

  • Klien mengatakan nyeri berkurang (skala 2-3)

  • ekspresi wajah tenang

  • v/s dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt)

  • Klien dapat istirahat dan tidur

Manajemen nyeri :

  • Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2

PK : Infeksi

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani / mengurangi komplikasi defsiensi imun

  • Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

  • Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi

  • Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan

  • Berikan antibiotik sesuai program.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi in adekuat

Setelah dilakukan askep …. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • kaji pola makan klien

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Monitor lingkungan selama makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.

4

PK: Hipo / Hiperglikemi

Setelah dilakukan askep …… jam diharapkan perawat akan menangani dan meminimalkan episode hipo / hiperglikemia.

Managemen Hipoglikemia:

  • Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi

  • Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar , bingung, ngantuk.

  • Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69 mg/dl

  • Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol

  • K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.

Managemen Hiperglikemia

      • Monitor GDR sesuai indikasi

      • Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4 menurun.

      • Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi

      • Berikan insulin sesuai order

      • Pertahankan akses IV

      • Berikan IV fluids sesuai kebutuhan

      • Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk

      • Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi

      • Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine

      • Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan kalium

      • Anjurkan banyak minum

      • Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan

4

Kerusakan integritas jaringan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas (neuropati)


Setelah dilakukan askep .... jam Wound healing meningkat:

Dengan criteria

Luka mengecil dalam ukuran dan peningkatan granulasi jaringan

Wound care

  • Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulcers

  • Catat karakteristik cairan secret yang keluar

  • Bersihkan dengan cairan anti bakteri

  • Bilas dengan cairan NaCl 0,9%

  • Lakukan nekrotomi K/P

  • Lakukan tampon yang sesuai

  • Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan

  • Lakukan pembalutan

  • Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka

  • Amati setiap perubahan pada balutan

  • Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka

  • Berikan posisi terhindar dari tekanan

5

Kerusakan mobilitas fisik b/d nyeri, intoleransi aktifitas, penurunan kekuatan otot


Setelah dilakukan Askep .... jam dapat teridentifikasi Mobility level

Joint movement: aktif.

Self care:ADLs

Dengan criteria hasil:

  • Aktivitas fisik meningkat

  • ROM normal

  • Melaporkan perasaan peningkatan kekuatan kemampuan dalam bergerak

  • Klien bisa melakukan aktivitas

  • Kebersihan diri klien terpenuhi walaupun dibantu oleh perawat atau keluarga

Terapi Exercise : Pergerakan sendi

  • Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami

  • Kolaborasi dengan fisioterapi

  • Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi

  • Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi

  • Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan

  • Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.

  • Exercise promotion

  • Bantu identifikasi program latihan yang sesuai

  • Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat

  • Exercise terapi ambulasi

  • Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi

  • Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi

  • Fasilitasi penggunaan alat Bantu


Self care assistance:

  • Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.

  • Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian, makan dan toileting klien

  • Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dapat merawat secara mandiri

  • Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.

  • Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari

  • Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan

  • Promosi aktivitas sesuai usia

6

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan askep .... jam jam, pengetahuan klien meningkat

Dg KH:

  • Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan

  • Klien /keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan


Teaching : Dissease Process

    • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

    • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

    • Sediakan informasi tentang kondisi klien

    • Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

    • Sediakan informasi tentang diagnosa klien

    • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

    • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

    • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

    • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

    • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

    • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

    • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

    • kolaborasi dg tim yang lain.

7

Sindrom defisit self care b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien mampu Perawatan diri

Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi



Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.





DIARE CAIR AKUT



1. Pengertian Diare

Diare adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal ( > 3 kali/hari ), serta perubahan isi/volume ( > 200 gr/hari) dan konsistensi feces cair (Brunner & Suddarth, 2002).

Diare adalah peningkatan jumlah, volume, keenceran dan frekuensi buang air besar (medistore.com)



2. Klasifikasi Diare sbb :

  1. Diare akut

Diare akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur < 5 tahun, dehidrasi dapat terjadi dan dapat mengakibatkan kefatalan kira-kira pada 400 anak tiap tahun di Amerika Serikat ( Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong's, 1994).

Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat > 3 kali /hari dengan konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari 1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan oleh agent infectius yang mencakup virus, bakteri dan patogen parasit.

  1. Diare Kronik

Kondisi dimana terjadi peningkatan frekuensi BAB dan peningkatan konsistensi cair dengan durasi 14 hari atau lebih ( Wholey & Wong's, 1994)



3. Penyebab Diare , Penyakit diare dapat disebabkan oleh :

  1. Infeksi oleh karena Penyebaran kuman yang menyebabkan diare

Terdiri atas : Virus (rotavirus), Bakteri ( E.colli, Salmonella, Shigella, Vibrio, Campylobacter jejuni, dll) dan penyebab lain seperti parasit (Entamuba hystolitica).

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan / miniman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.

  1. Malabsorsi : Gangguan dalam pencernaan makananan

  2. Alergi makanan dan keracunan makanan

  3. Imunodefisiensi / imunosupresi(kekebalan menurun)

Keadaan ini biasanya berlangsung sementara setelah infeksi virus (campak) dan mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS

  1. Faktor lingkungan dan perilaku


4. FAKTOR PREDISPOSISI

    1. Usia

Anak dengan umur lebih muda mempunyai kemungkinan terjadi diare lebih besar dan kemungkinan diare berat juga lebih besar. Diare lebih banyak pada usia infant.

    1. Penurunan status kesehatan

Anak dengan kondisi yang lemah lebih tinggi kemungkinan terjadi diare dan lebih banyak diare berat.

    1. Lingkungan

Diare lebih banyak terjadi dimana kondisi sanitasi kurang, fasilitas kesehatan kurang memadai, persiapan dan penyajian makanan, pendidikan tentang perawatan kesehatan tidak adekuat.



  1. PATOFISIOLOGI

Mikroorganisme masuk GIT

Berkembang biak setelah berhasil melewati swar asam lambung

Membentuk toksin (endotoksin)

Rangsangan untuk membuang mikroorganisme / makanan tersebut

DIARE



Peningkatan cairan intra luminal menyebabkan terangsangnya usus secara mekanis karena meningkatnya volume, sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan waktu sentuh makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu. Sehingga transport cairan dan elektrolit intestinal tidak normal.



  1. GEJALA & MANIFESTASI KLINIS DIARE.

Gejala Klinis :

  • Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang sampai tidak ada sama sekali.

  • Tinja/ feces menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah.

  • Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

  • Bila sudah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, maka timbulah dehidrasi bahkan syok hipovolemik.



Manifestasi Klinis

No

Agen Penyebab

Karakteristik

1

Viral agent

a. Rotavirus





b. Norwalk




Fever 38 atau lebih

Nausea, vomiting

Abdominal pain

Diare bisa lebih dari 1 minggu

Fever, loss of apetit

Abdominal pain

Diare dan malaise.

2.

Bacterial agent

  1. E. Colli





  1. Salmonella group gram positif









  1. S. Thypi





  1. Shigella group gram negatif









  1. Campylobacter jejuni



  1. Vibrio cholera group



Diare cair disertai mukus dan darah

Vomiting, abdominal distention, diare dqn fever.

Nausea, vomiting, colic abdominal, diare disertai darah dan mukus.

Fever, hiperaktif peristaltic and mild abdominal tenderness.

Headache and cerebral manifestation.

Ireguler fever, headache, malaise, letargi, fatigue, abdominal pain, anoreksia, weight loss develop.

Fever 40 derajat and cramping, abdominal pain, konvulsi, headache, delirium, diare disertai mukus bisa bercampur darah, abdominal pain, inright lower quadrant, vomiting.

Fever, abdominal cramping periumbilical, diare disertai darah, vomiting

Diare cair dengan cramp, iritasi anal, feces disertai darah dan mukus.

3

Food Poisoning

  1. Staphylococcus





  1. Clostridium perfringens



  1. Clostridium botulinum




Nausea, vomiting, severe abdominal cramps, shok dapat terjadi pada kasus berat, demam ringan.

Moderate to severe crampy, mid epigastric pain.

Nausea, vomiting, diare, dry mouth dan disfagia.



  1. KOMPLIKASI

  • Kehilangan air dan elektrolit: dehidrasi, asidosis metabolik, hipoklasemia dan syok

  • Masalah gizi : maldigesti, malabsorbsi, kehilangan zat gizi langsung katabolisme

  • Aritmia jantung



  1. DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan pada definisi di atas, akan tetapi perlu dilakukan pengkajian tentang

  1. Riwayat diare sekarang

Meliputi: lama kurang dari 1 mg, frekuensi, konsistensi, muntah, demam, BAK 6 jam terakhir, tindakan yang telah dilakukan.

  1. Riwayat diare sebelumnya

  2. Riwayat penyakit penyerta saat ini

  3. Riwayat Imunisasi

  4. Riwayat makanan sebelum diare

  5. Pemeriksaan laboratorium

    • Specimen feces : Plymorfonuklear leukosit sebagai gambaran infeksi

    • ELISA : untuk mengkonfirmasi infeksi parasit

    • pH < 6 dan penurunan substansi menunjukan malabsorbsi KH dan deficiency laktose sekunder.

    • Test urine : menentukan dehidrasi

    • Peningkatan Hmt, Hb, creatinin dan BUN umumnya ditemukan pada DCA.


  1. PEMERIKSAAN FISIK

      • Tanda-tanda vital

      • Berat badan dan panjang badan untuk menentukan status gizi

      • Tanda-tanda dehidrasi

      • Pemeriksaan chepalo caudal : ubun-ubun besar pada bayi, turgor kulit, kelembaban mukosa, air mata, konjungtiva, dada : jantung dan paru, abdomen ; persitaltik usus, integritas kulit area perianal dll

      • Kemungkinan komplikasi lain


10.TATALAKSANA PEMBERIAN MAKANAN

Makanan sangat penting untuk penderita diare. Makanan diberikan sesegera mungkin termasuk susu, susu buatan khusus ( rendah lactose ) hanya diberikan atas indikasi yang jelas. Prinsip pemberian makanan untuk penderita diare antara lain:

      • ASI tidak dihentika seoptimal mungkin

      • Kualitas dan kuantitas mencukupi

      • Mudah diabsorbsi

      • Tidak merangsang

      • Diberikan dalam porsi kecil tapi sering

11.TATALAKSANA DIARE

Dasar-dasar penatalaksanaan terdiri atas 5 D:

      • Dehidrasi

      • Diagnosis

      • Diit

      • Defisiensi disakarida

      • Drugs

Management terapeutik langsung untuk koreksi keseimbangancairan dan elektrolit dan mencegah terjadinya malnutrisi. Untuk infant dan anak dengan DCA disertai dehidrasi, yang pertama harus dilakukan adalah ORT (Oral Rehidrasi Therapy). Pada kasus dehidrasi berat dan syok diberikan caiaran parenteral.

12. DEHIDRASI

Akibat dari diare yang terus menerus adalah kekurangan cairan ( dehidrasi ).

Tanda-tanda Dehidrasi Berat :

  • Letargis atau tidak sadar dan Mata cekung

  • Tidak bisa minum atau malas minum

  • Cubitan kulit perut kemblinya sangat lama.

Tanda-tanda Dehidrasi ringan/sedang :

  • Gelisah,rewel/mudah marah

  • Mata cekung

  • Haus,minum dengan lahap

  • Cubitan kulit perut kembalinya lambat

Tanpa dehidrasi : tidak ditemukan tanda-tanda seperti diatas

Penanganan Dehidrasi Ringan :

  1. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau)

  • ASI tetap diberikan bagi anak yang masih menyusu

  • Oralit

  • Larutan gula garam

  • Cairan makanan( air tajin,kuah sayur atau air matang)

  1. Lanjutkan pemberian makan

  2. Pergi ke pusat pelayanan kesehatan



Penanganan Dehidrasi Sedang/Ringan:

  1. Pemberian cairan tambahan seperti penanganan dehidrasi ringan

  2. Pemberian Oralit secara intensif selama periode 3 jam

  3. Ulangi penilaian dan klasifikasikan derajat dehidrasinya.

Penanganan Dehidrasi Berat :

  • Rujuk segera ke pusat pelayanan kesehatan untuk pengobatan IV / lanjutan


13.REHIDRASI

Dasar-dasar rehidrasi:

  1. Jumlah cairan yang hilang

    • Dehidrasi ringan : 0 – 5 % atau rata-rata 25 ml/kg BB

    • Dehidrasi sedang : 5 – 10 % atau rata-rata 75 ml/kg BB

    • Dehidrasi berat: 10- 15 % atau rata-rata 125 ml/ kg BB

  2. Tonisitas caiaran

  • Isotonis : Kadar Na + : 131 – 150 mEq/L

  • Hipertonis : Kadar Na+ : > 150 mEq/L

  • Hipotonik : < 131 mEq/L

Oral Rehidrasi Solution (ORS) diberikan pada kasus lebih lanjut misalnya pada infant dengan dehidrasi isotonik, hipotonik dan hipertonik. Nutrient based solution ini dapat menurunkan vomiting, penurunan kehilangan volume cairan (Wong, 1994). Komposisi ORS tampak pada tabel-2. Setelah rehidrasi pada infant, ORS dapat digunakan selama mempertahankan terapi cairan dan sebagai solution alternative dengan cairan rendah sodium seperti ASI dan susu formula bebas lactose.

Setiap kali BAB diganti dengan 1:1 ORS. Jika feces tidak diketahui, perkiraan ORS adalah 10 ml/kgBB atau 0,5 sampai 1 gelas ORS setiap kali BAB. ORS berguna untuk kasus dehidrasi dan muntah. Seorang anak dengan muntah harus diberikan tambahan cairan 1 sendok kecil atau 5 – 10 cc setiap 1-5 menit, lebih jelasnya tampak pada tabel –3.

Tabel-2

Formula

Na+ (mEq/L)

K+

(mEq /L)

Cl-(mEq/L)

Base

(mEq/L)

Glukose (g/L)

Pedialyte (Ross)

45

20

35

30 (citrate)

25

Rehydralyte

75

20

65

30

25

Infalyte (M.Johnson)

50

25

45

34 (citrat)

30

WHO

90

20

80

30 (bikarbonat)

20

Tabel-3

DEGREE OF DEHYDRATION

SIGN - SYMPTOM

REHYDRATION THERAPY

REPLACEMENT OF STOOL LOSSES

MAINTENANCE THERAPY

Mild (5-6%)

Peningkatan rasa haus

ORS 50ml/kgBB

Selama 4 jam

ORS 10ml/kgBB

(for infant)/150-250ml(for older children

ASI,formula bebas lactosa

Moderate (7-9%)

Penurunan turgor kulit, membrane mukosa kering, mata cekung

ORS 100ml/kgBB selama 4 jam

ORS 10ml/kgBB(for older children) setiap x BAB

ASI, formula bebas lactosa

Severe (>9%)

Tanda sm dg moderat dehydrasi di+ peningkatan nadi, sianosis, RR, lethargy,coma

Intravena fluit (RL) 40ml/kgBB?hr smp nadi normal, kmd 50-100ml/kgBB

ORS 10ml/kgBB(for infant)/ 150-250ml(for older children) setiap x BAB

ASI,formula bebas lactosa



14. PENCEGAHAN DIARE

  1. Meningkatkan pemberian ASI

  2. Memperbaiki pemberian makanan pendamping ASI

  3. Menggunakan air bersih yang cukup

  4. Mencuci tangan dengan sabun

  5. Menggunakan jamban yang benar

  6. Membuang tinja bayi dan anak-anak yang tepat

  7. Imunisasi campak


15. PRINSIP PENATALAKSANAAN DIARE

  1. Mencegah terjadinya dehidrasi

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minuman lebih banyak cairan rumah tangga yang dianjurkan, bila tidak mungkin berikan air matang

  1. Mengobati Dehidrasi

Bila terjadi Dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat



  1. Memberi makanan

Berikan makanan selama serangan diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama anak agar tetap kuat dan tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susus formula diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit-sedikit tetapi sering. Setelah diare berhenti,pemberian ekstra makanan diteruskan selama 2 minggu untuk membantu memulihkan berat badan anak

  1. Mengobati masalah lain

Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi, dengan tetapmengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.




























RENPRA DCA


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Deficit volume cairan b/d diare

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan keseimbangan cairan dg KH:

  • Urine 30 ml/jam

  • V/S dbn

  • Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Manajemen cairan

  • Monotor diare, muntah

  • Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain, bingung)

  • Monitor balance cairan

  • Monitor pemberian cairan parenteral

  • Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis

  • Monitor td dehidrasi

  • Monitor v/s

  • Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan

  • Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI dan makanan yang lunak

  • Kolaborasi u/ pemberian terapinya


2

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat b.d faktor biologis

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

  • Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

  • Identifikasi kebutuhan nutrisi.

  • Bebas dari tanda malnutrisi.

Managemen nutrisi

  • Kaji pola makan klien

  • Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

  • Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

  • kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

  • tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

  • monitor intake nutrisi dan kalori

  • Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.


Nutritional terapi

      • kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

      • berikan makanan melalui NGT k/p

      • berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

      • monitor penurunan dan peningkatan BB

      • monitor intake kalori dan gizi


3

Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive, penyakitnya


Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

  • Bebas dari tanda dangejala infeksi.

  • Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

  • Angka leukosit normal.

Kontrol infeksi.

      • Batasi pengunjung.

      • Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

      • Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

      • Lakukan dresing infus tiap hari

      • Anjurkan pada keluarga untuk selalu menjaga kebersihan klien dan menjaga pantat selalu kering u/ hindari iritasi.

      • Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

      • Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

      • Anjurkan istirahat.

      • Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

      • Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

      • Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena).


Proteksi infeksi.

      • Monitor tanda dan gejala infeksi.

      • Monitor WBC.

      • Anjurkan istirahat.

      • Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.

      • Batasi jumlah pengunjung.

      • Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup


4

Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga


Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

  • Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan

  • Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan


Mengajarkan proses penyakit

  • Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

  • Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

  • Identifikasi penyebab penyakit

  • Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

  • Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

  • Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

  • Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

5

Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi

Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.

Pengurangan kecemasan

        • Bina hubungan saling percaya.

        • Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.

        • Jelaskan semua prosedur pada keluarga.

        • Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional.

        • Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.

        • Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.

        • Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.

        • Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua.

        • Dengarkan keluhan keluarga.

        • Ciptakan lingkungan yang nyaman.

        • Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga.

        • Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.

        • Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi.


6

PK: hipovolemia

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan mengurangi terjadinya hipovolemia

        • Pantau status cairan (oral, parenteral)

        • Pantau balance cairan

        • Pantau td syok ( v/s, urine <30 ml/jam, gelisah, penurunan kesadaran, peningkatan respirasi, haus, penurunan nadi perifer, akral dingin, pucat, lembab)

        • Kolaborasi pemberian terapinya

        • Batasi aktivitas klien


7

PK; Ketidakseimbangan elektrolit

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolit

        • Pantau td hipokalemia (poli uri, hipotensi, ileus, penurunan tingkat kesadaran,kelemahan, mual, muntah, anoreksia, reflek tendon melemah)

        • Dorong klien u/ meningkatkan intake nutrisi yang kaya kalium

        • Kolaborasi u/ koreksi kalium secara parenteral

        • Pantau cairan IV





DEMAM TIPOID




A. PENGERTIAN

Demam tipoid merupakan penyakit infeksi akut usus. Sinonim dari demam tipoid adalah tipoid fever, enteric fever dan typus abdominalis

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran.


B. ETIOLOGI

Tifus abdominalis atau demam tipoid isebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang secara morfologi identik dengan Escherichia coli. Walaupun pathogen kuat, kuman kuman ini tidak bersifat piogenik, malahan bersifat menekan pembentukan sel polimorfonuklear dan eosinofil. Kuman ini mempunyai beberapa antigen yang penting untuk mendiagnosis imunologik (tes widal). Salmonella typhosa, basil gram negatif yang bergerak dengan rambut getar dan tidak bersepora .


C. PATOFISIOLOGI

Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati, limfa dan organ-organ lainnya.

Proses ini terjadi selama masa tunas dan akan berakhir saat sel-sell retikoloendoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk ke beberapa jaringan organ tubuh, terutrama limpa, usus dan kandung empedu.

Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi pada kelenjar fimfoid usus halus. minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks player. Pada minggu ke empat terjadi penyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar-kelenjar mesentrial dan limfa membesar.

Gejala demam disebabkan oleh endotoksin sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan ileh kelainan pada usus halus.

Salmonella Typhosa


Saluran cerna


Diserap oleh usus halus


Bakteri masuk ke aliran darah sistemik


Kelenjar limfoid usus halus Hati Limfa Endotoksin

Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam

Perdarahan&Perforasi Nyeri raba Hipertermi



D. MANIFESTASI KLINIK

Masa tunas demam tipoid berlangsung 10-14 hari. Minggu pertama penyakit keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pad umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. Perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan peningkatan suhu tubuh.

Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi, ujung merah dan tremor). Hepatomegali, splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis..


E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

  • Pemeriksaan darah tepi : leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia.

  • Pemeriksaan sumsum tulang : menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang

  • Biakan empedu : terdapat basil salmonella typhposa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonella tyhposapada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-betul sembuh.

  • Pemeriksaan widal : didapatkan titer terhadap antigen O adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis kerena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan immunisasi atau bila penderita telah lama sembuh.


F. KOMPLIKASI

Usus : perdarahan usus, melena; perforasi usus; peritonitis

Organ lain : Meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumoni



G. PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari pada dimulainya pengobatan, keadaan sosial ekonomi dan gizi penderita. Angka kematian pada RS tipe A berkisar antara 5-10 % pada operasi dengan alasan perforasi, angka kematian berkisar 15-20%. Kematian pada demam tifoid disebabkan oleh keadaan toksik, perforasi, perdarahan atau pneumonia.


H. PENATALAKSANAAN

Sampai saat ini ada trilogy penatalaksanaan tipoid yaitu :

  1. Pemberian antibiotic untuk menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman, antibiotic yang digunakan ; Klorampenikol, ampicillin/ amoxsisilin, KOTRIMOKSASOL, sefalosforin generasi II dan III

  2. Istirahat dan perawatan professional bertujuan mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolute sampai minimal 7 hari bebas panas. Mobilisasi bertahap sesuai kemampuan klien

  3. Diet dan terapi penunjang



I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Hipertermi b.d proses infeksi

  2. Nyeri akut b.d agen injuri biologis

  3. Defisit perawatan diri b.d kelemahan, istirahat total

  4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang tidak adekuat

  5. Kerusakan mobilitas fisik b.d pengobatan, intoleransi aktifitas/kelemahan.

  6. PK : Perdarahan

























RENPRA TYPOID


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Hypertermi b/d proses infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….x 24 jam menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:

  • Bebas dari kedinginan

  • Suhu tubuh stabil 36-37 C

Termoregulasi

    • Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis

    • Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

    • Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol

    • Berikan minum sesuai kebutuhan

    • Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

    • Anjurkan menggunakan pakaian tipis menyerap keringat.

    • Hindari selimut tebal


2

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.



Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


3

Sindrom defisit self care b.d kelemahan, Bedrust


Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi dg KH:

  • Klien bersih, tidak bau

  • Kebutuhan sehari-hari terpenuhi


Self Care Assistence

  • Bantu ADL klien selagi klien belum mampu mandiri

  • Pahami semua kebutuhan ADL klien

  • Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL

  • Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya

  • Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan

  • Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care

  • Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap

  • Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin)

  • Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS

  • Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care

4

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:

  • Tdk ada tanda-tanda infeksi

  • AL normal

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan dresing infus dan dan kateter setiap hari Sesuai indikasi

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi..

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.

  • Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.


5

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

  • BB stabil,

  • nilai laboratorium terkait normal,

  • tingkat energi adekuat,

  • masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB jika memungkinkan

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.

  • Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.


6

PK: Perdarahan

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi.

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat HG, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi





























EFUSI PLEURA



Definisi

Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan didalam rongga pleura ( Brunner & Suddarth, 2001).


Etiologi

Infeksi tuberculosis

Infeksi nontuberculosis

Keganasan

Trauma

Parapneumonia, Parasit (ameba, paragonimiasis, Echinococcus), Jamur, pneumonia atipik (virus, mikoplasma, Q fever, Legionella).

Keganasan paru

Proses imunologis: pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis.

Radang sebab lain seperti pankreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.


Tanda dan Gejala

    1. Nafas pendek

Nyeri dada pleuritik

Takipnea

Hipoksemia bila ventilasi terganggu

Perkusi : pekak

Penurunan bunyi nafas di atas area yang sakit


Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk ke dalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui limfe sekitar pleura.

Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang disebabkan oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemotoraks.

Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat pleura parietalis sehingga udara akan masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi seperti pada pasien emfisema paru.


Pemeriksaan Diagnostik

Rontgen dada / Sinar tembus dada

Ultrasonografi pleura: menentukan adanya cairan dalam rongga pleura.

CT scan dada

Torakosentesis

Warna cairan : Cairan pleura berwarna kekuning-kuningan, Bila agak kemerah-merahan dapat terjadi pada trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma aorta.

Bila Kuning kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan adanya empiema.

Bila merah coklat, ini menunjukkan adanya abses karena ameba.

Biokimia : basil tahan asam (untuk tuberculosis), hitung sel darah merah dan putih, kadar pH, glukosa, amilase.

Sitologi : sel neutrofil, sel limfosit, sel mesotel, sel mesotel maligna, sel-sel besar dengan banyak inti, sel lupus eritematosus sistemik.

Bakteriologi

Biopsi pleura


Penanganan

Pengeluaran efusi yang terinfeksi memakai pipa intubasi melalui sela iga.

Irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik (Betadine).

Pleurodesis, untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi.

Torasentesis: untuk membuang cairan, mendapatkan spesimen (analisis), menghilangkan dispnea.


Komplikasi

Pneumotoraks (karena udara masuk melalui jarum)

Hemotoraks ( karena trauma pada pembuluh darah interkostalis)

Emboli udara (karena adanya laserasi yang cukup dalam, menyebabkan udara dari alveoli masuk ke vena pulmonalis)

Laserasi pleura viseralis


Diagnosa Keperawatan yang sering muncul pada klien dengan efusi pleura

  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, mucosa skret berlebihan.

  2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler - alveolar

  3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik

  4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan

  5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat, faktor biologi, seseg

  6. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuat pertahanan tubuh primer (cairan tubuh statis), prosedur invasiv

  7. kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang familier terhadap informasi, terbatasnya kognitif

  8. Cemas berhubungan dengan status kesehatan












RENPRA EFUSI PLEURA


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus


Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn.

Airway manajemenn

  • Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan.

  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

  • Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas.

  • Pasang ET jika memeungkinkan

  • Lakukan terapi dada jika memungkinkan

  • Keluarkan lendir dengan suction

  • Asukultasi suara nafas

  • Lakukan suction melalui ET

  • Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

  • Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan


Airway Suction

  • Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal

  • Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

  • Informasikan pada keluarga tentang suction

  • Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk memudahkan suction

  • Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual.

  • Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk melakukan prosedur tracheal suction.

  • Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum, selama, san sesudah suction.

  • Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.

  • Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah dilakukan suction trachea.

  • Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien bradicardia.

  • Catat type dan jumlah sekresi dengan segera



2

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler - alveolar

Setelah dilakukan askep … jam Status pernafasan seimabang antara kosentrasi udara dalam darah arteri dg KH:

  • Menunjukkan peningkatan Ventilasi dan oksigen cukup

  • AGD dbn


Airway Manajemen

  • Bebaskan jalan nafas

  • Dorong bernafas dalam lama dan tahan batuk

  • Atur kelembaban udara yang sesuai

  • Atur posisi untuk mengurangi dispneu

  • Monitor frekuensi nafas b/d penyesuaian oksigen


Monitor Respirasi

  • Monitor kecepatan,irama, kedalaman dan upaya bernafas

  • Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada, menggunakan alat bantu dan retraksi otot intercosta

  • Monitoring pernafasan hidung, adanya ngorok

  • Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, resirasi kusmaul dll

  • Palpasi kesamaan ekspansi paru

  • Perkusi dada anterior dan posterior dari kedua paru

  • Monitor kelelahan otot diafragma

  • Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan atau ketidakadanya ventilasi dan bunyi nafas

  • Monitor kegelisahan, cemas dan marah

  • Catat karakteristik batuk dan lamanya

  • Monitor sekresi pernafasan

  • Monitor dispneu dan kejadian perkembangan dan perburukan

  • Lakukan perawatan terapi nebulasi bila perlu

  • Tempatkan pasien kesamping untuk mencegah aspirasi

Manajemen asam Basa

  • Kirim pemeriksaan laborat keseimbangan asam basa ( missal AGD,urin dan tingkatan serum)

  • Monitor AGD selama PH rendah

  • Posisikan pasien untuk perfusi ventilasi yang optimum

  • Pertahankan kebersihan jalan udara (suction dan terapi dada)

  • Monitor pola respiorasi

  • Monitor kerja pernafsan (kecepatan pernafasan

3

Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik


Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

4

Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan


Setelah dilakukan askep ... jam Klien dapat menoleransi aktivitas & melakukan ADL dgn baik

Kriteria Hasil:

  • Berpartisipasi dalam aktivitas fisik dgn TD, HR, RR yang sesuai

  • Warna kulit normal,hangat&kering

  • Memverbalisasikan pentingnya aktivitas secara bertahap

  • Mengekspresikan pengertian pentingnya keseimbangan latihan & istirahat

  • ↑toleransi aktivitas

NIC: Toleransi aktivitas

  • Tentukan penyebab intoleransi aktivitas & tentukan apakah penyebab dari fisik, psikis/motivasi

  • Kaji kesesuaian aktivitas&istirahat klien sehari-hari

  • ↑ aktivitas secara bertahap, biarkan klien berpartisipasi dapat perubahan posisi, berpindah&perawatan diri

  • Pastikan klien mengubah posisi secara bertahap. Monitor gejala intoleransi aktivitas

  • Ketika membantu klien berdiri, observasi gejala intoleransi spt mual, pucat, pusing, gangguan kesadaran&tanda vital

  • Lakukan latihan ROM jika klien tidak dapat menoleransi aktivitas

5

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

  • Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

  • Identifikasi kebutuhan nutrisi.

  • Bebas dari tanda malnutrisi.

Managemen nutrisi

  • Kaji pola makan klien

  • Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

  • Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

  • kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

  • tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

  • monitor intake nutrisi dan kalori

  • Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.


Nutritional terapi

      • kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

      • berikan makanan melalui NGT k/p

      • berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

      • monitor penurunan dan peningkatan BB

      • monitor intake kalori dan gizi

6

Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive


Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

  • Bebas dari tanda dangejala infeksi.

  • Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

  • Angka leukosit normal.

Kontrol infeksi.

      • Batasi pengunjung.

      • Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

      • Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

      • Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.

      • Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

      • Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

      • Anjurkan istirahat.

      • Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

      • Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

      • Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena)


Proteksi infeksi.

      • Monitor tanda dan gejala infeksi.

      • Monitor WBC.

      • Anjurkan istirahat.

      • Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.

      • Batasi jumlah pengunjung.

      • Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup

7

Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga


Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

  • Keluarga menjelaskan kembali yg dijelaskan

  • Keluarga kooperative dan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

Mengajarkan proses penyakit

  • Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

  • Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

  • Identifikasi penyebab penyakit

  • Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

  • Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

  • Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

  • Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

8

Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi

Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.

Pengurangan kecemasan

        • Bina hubungan saling percaya.

        • Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.

        • Jelaskan semua prosedur pada keluarga.

        • Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional.

        • Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.

        • Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.

        • Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.

        • Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua.

        • Dengarkan keluhan keluarga.

        • Ciptakan lingkungan yang nyaman.

        • Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga.

        • Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.

        • Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi.



































GAGAL JANTUNG / CONGESTIF HEART FAILURE (CHF)


  1. PENGERTIAN

Gagal jantung sering disebut juga gagal jantung kongestif (CHF) adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen. Mekanisme yang mendasar tentang gagal jantung termasuk kerusakan sifat kontraktil dari jantung, yang mengarah pada curah jantung kurang dari normal. Kondisi umum yang mendasari termasuk aterosklerosis, hipertensi atrial, dan penyakit inflamasi atau degeneratif otot jantung. Sejumlah faktor sistemik dapat menunjang perkembangan dan keparahan dari gagal jantung. Peningkatan laju metabolic (misalnya: demam, koma, tiroktoksikosis), hipoksia dan anemia membutuhkan suatu peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

  1. ETIOLOGI

Di negara – negara berkembang , penyebab tersering adalah :

  1. Kelainan otot jantung menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung. Hal yg mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup atero sclerosis koroner, hipertensi arterial dan degeneratif atau inflamasi.

  2. Penyakit arteri koroner yang menimbulkan infark miokard dan tidak berfungsinya miokardium (kardiomiopati iskemik) karena terganggunya aliran darah keotot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis akibat penumpukan as. Laktat. Infark miokard biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Penyebab paling sering adalah kardiomiopati alkoholik, miokarditis viral (termasuk infeksi HIV) dan kardiomiopati dilatasi tanpa penyebab pasti (kardiomiopati idiopatik).

  3. Hipertensi Sistemik / pulmonal (peningkatan afterload), meningkatka beban kerja jantung mengakibatkan hipertropi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertropi miokard) dianggap sebagai kompensasi karena meningkatkan kontraktilitas jantung, karena alas an yg tidak jelas hipertropi otot jantung dapat berfungsi secara normal, akhirnya terjadi gagal jantung.

  4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif b/d gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.

  5. Penyakit jantung lain. Mekanisme yang biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah melalui jantung (mis; stenosis katup semilunair), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (mis; tamponade pericardium, perikarditis konstriktif, atau stenosis katup AV), atau pengosongan jantung abnormal (mis; insuf katup AV). Peningkatan mendadak afterload akibat meningkatnya tekanan darah sistemik (hipertensi Maligna) dapat menyebabkan gagal jantung meskipun tidak ada hipertropi miokardial.

  6. Faktor sistemik : demam, tirotoksikosis, hipoksia, anemia ini memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia dapat menurunkan suplai oksigen kejantung. Asidosis (respiratorik / metabolic) dan abnormalitas elektrolit dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Disritmia jantung akan terjadi dengan sendirinya secara sekunder akibat gagal jantung menurunkan efisiensi keseluruhan fungsi jantung.


  1. PATOFISIOLOGI

Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi baik pada jantung dan secara sistemik. Jika stroke volume kedua ventrikel berkurang oleh karena penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume dan tekanan pada akhir diastolik dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Ini akan meningkatkan panjang serabut miokardium akhir diastolik, menimbulkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, terjadi dilatasi ventrikel . Cardiac output pada saat istirahat masih bisa baik tapi, tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama /kronik akan dijalarkan ke kedua atrium dan sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema paru atau edema sistemik.penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena ; perubahan yang terkhir ini akan meningkatkan volume darah sentral.yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi – adaptasi ini dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu tubuh. Oleh karena itu , takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat memacu terjadinya iskemia pada pasien – pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.

Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer ;adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ – organ vital, tetapi jika aktivasi ini sangat meningkatmalah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan. Resitensi vaskuler perifer dapat juga merupakan determinan utama afterload ventrikel, sehingga aktivitas simpatis berlebihan dapat meningkatkan fungsi jantung itu sendiri. Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium dan cairan. Sitem rennin – angiotensin - aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan peningkatan resitensi vaskuler perifer selanjutnta dan penigkatan afterload ventrikel kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan. Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin dalam sirkulasi yang meningkat, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan. Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek natriuretik dan vasodilator.

Gagal jantung pada masalah utama kerusakan dan kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat dipertahankan.

Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor :

  1. Preload : jumlah darah yang mengisi pada jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.

  2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat sel dan b/d perubahan panjang regangan serabut jantung

  3. Afterload : mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yg harus dihasilkan untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yg ditimbulkan oleh tekanan arteriole.



PATHWAY


Disritmia malfungsi katup rupture miokard abnormalitas otot jantung (HT)



Kegagalan perfusi atrium/ventrikel kanan


curah jantung


----------------------------------------------------------------------------------------------------------

KIRI KANAN


Gg. Perf. Jar perifer Gg Perf. Ginjal Ventrikel kiri tdk mampu

Memompa darah dr paru Gg fungsi ventrikel kn

O2 JAR.< pelepasan angiotention


Energi - pe Aldosteron, pe tek. Kapiler & vena paru Curah - Retensi Na& Cairan jantung Odem paru Ventrikel kn

-fatig(pusing Vol. plasma

,emah akral dingin) tek.Vena sistemik Transudasi cairan - sesak nfs, tachikardi - batuk vent.Kn tdk mampu edema mengosongkn vol. drh dg adekuat bendungan

vena

Intoleransi aktivitas Ke> cairan

Defisit self care Gg. Pertukaran gas

Bersihan jalan nafas

Extremitas Hepar pe JVP

Edem tungkai Bendungan vena hepatika

(piting odem, pe+ BB)


- Ke> vol. cairan Hepatomegali berkembang

- Kerusakan integritas kulit

- Risiko infeksi

Tek. Pemblh drh porte

Cairan terdorong ke rongga abdomen



Acites

Pola nafas tdk efektif Pe tek. Diafragma


mual,muntah anoreksia

Ketidaksembangan nutrisi


  1. KLASIFIKASI GAGAL JANTUNG

  • Kelas I : bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan

  • Kelas II : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat atau aktifitas sehari-hari

  • Kelas III : bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa keluhan

  • Kelas IV ; bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktifitas apapun dan harus tirah baring


  1. MANIFESTASI KLINIK

  1. Peningkatan volume intravaskular (gambaran dominan)

  2. Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat gagal jantung

  3. Peningkatan desakan vena pulmonal dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru kealveoli, akibatnya terjadi edema paru, ditandai oleh batuk dan sesak nafas,

  4. Peningkatan desakan vena sistemik seperti yang terlihat pada edema perifer umum dan penambahan berat badan.

  5. Penurunan curah jantung dengan disertai pening, kekacauan mental, keletihan, intoleransi jantung terhadap latihan, ekstremitas dingin dan oliguria.

  6. Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan pelepasan rennin dari ginjal menyebabkan sekresi aldosteron, retensi Na dan cairan, serta peningkatan volume

Gagal jantung ada dua yaitu gagal jantug kanan dan gagal jantung kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri dapat mengalami kegagalan terpisah. Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri sinonim dengan edem paru akut.

        1. GAGAL JANTUNG KIRI :

Ventrikel kiri tidak mampu memompa darah dari paru sehingga terjadi peningkatan tekanan sirkulasi paru mengakibatkan cairan terdorong kejaringan paru. Tandanya : (dispnu, batuk, mudah lelah, tachikardi, bunyi jantung S3, cemas, gelisah). Dispnu karena enimbunan cairan dalam alveoli, ini bias terjadi saat istirahat / aktivitas.

Ortopnu : kesulitan bernafas saat berbaring, biasanya yg terjadi malam hari (paroximal nocturnal dispnu / PND)

Batuk : kering / produktif, yang sering adalah batuk basah disertai bercak darah

Mudah lelah : akibat curah jantung < menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga meningkatnya energi yg digunakan.

Gelisah dan cemas : akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernafas.


        1. GAGAL JANTUNG KANAN

Sisi jantung kanan tidak mampu mengosongkan volume darah dengan dengan adekuat sehingga dapat mengakomodasi darah secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang nampak adalah : edema ekstremitas (pitting edema), penambahan BB, hepatomegali, distensi vena leher, asites (penimbunan cairan dalam rongga peritoneum), anoreksia, mual, muntah, nokturia dan lemah.

Edema ; mulai dari kaki dan tumit, bertahap keatas tungkai dan paha akhirnya kegenalia eksterna dan tubuh bagian bawah.

Pitting edema : edem dg penekanan ujung jari

Hepatomegali : nyeri tekan pada kanan atasabdomen karena pembesaran vena dihepar.

Asites : pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat mengakibatkan tekanan pada diafragma dan distress pernafasan.

Anoreksia dan mual : terjadi karena desakan vena dan stasis vena dalam rongga abdomen

Nokturia : ingin kencing malam hari terjadi karena ferfusi renal didukung oleh posisi penderita saat berbaring. Diuresis terbaik pada malam hari karena curah jantung akan membaik dg istirahat.

Lemah : karena menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi dan pembuangan produk sampah katabolisme yg tidak adekuat dari jaringan.


  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Hitung darah dapat menunjukan anemia , merupakan suatu penyebab gagal jantung output tinggi dan sebagai faktor eksaserbasi untuk bentuk disfunsi jantung lainnya

  2. Pemeriksaan biokimia untuk menunjukan insufiensi ginjal

  3. Tes fungsi ginjal untuk menentukan apakah gagal jantung ini berkaitan dengan azotemia prerenal

  4. Pemeriksaan elektrolit untuk mengungkap aktivitas neuroendokrin

  5. Fungsi tiroid pada pasien usia lanjut harus dinilai untuk mendeteksi tirotoksikosis atau mieksedema tersembunyi

  6. Pemeriksaan EKG

  7. Radiografi dada

  8. Angiografi radionuklir mengukur fraksi ejeksi ventrikel kiri dan memungkinkan analisis gerakan dinding regional

  9. Kateterisasi jantung untuk menentukan penyakit arteri koroner sekaligus luas yang terkena.



  1. KOMPLIKASI

  1. Kematian

  2. Edema pulmoner akut


  1. PENATALAKSANAAN

  1. Koreksi sebab – sebab yang dapt diperbaiki , penyebab – penyebab utama yang dapat diperbaiki adalah lesi katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi alcohol, pirau intrakrdial dan keadaan output tinggi.

  2. Diet dan aktivitas, pasien – pasien sebaiknya membatasi garam (2 gr natrium atau 5 gr garam). Pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktifitas, tetapi bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktifitas secara teratur

  3. Terapi diuretic

  4. Penggunaan penghambat sistem rennin – angiotensin – aldosteron

  5. Terapi beta blocker

  6. Terapi glikosida digitalis

  7. Terapi vasodilator

  8. Obat inotropik positif generasi baru

  9. Penghambat kanal kalsium

  10. Atikoagulan

  11. Terapi antiaritmia

  12. Revaskularisasi koroner

  13. Transplantasi jantung

  14. Kardoimioplasti


  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

        1. Penurunan kardiak output b.d. perubahan kontraktilitas

        2. Intoleransi aktifitas b.d. ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan O2

        3. Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan

        4. Kelebihan volume cairan b.d. kelemahan mekanisme regulasi

        5. Risiko infeksi b.d. prosedur invasive, penurunan imunitas tubuh

        6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intak nutrisi inadekuat, faktor biologis

        7. Kurang pengetahuan tentang penyakit gagal jantung b.d. kurangnya sumber informasi.

        8. Sindrom deficit self care b.d kelemahan, penyakitnya






RENPRA CHF



No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Penurunan cardiac output b.d perubahan kontraktilitas

Setelah dilakukan askep … jam Klien menunjukkan respon pompa jantung efektif dg

Kriteria Hasil:

  • menunjukkan V/S dbn (TD, nadi, ritme normal, nadi perifer kuat)

  • melakukan aktivitas tanpa dipsnea dan nyeri

  • edema ekstremitas berkurang

  • perfusi perifer adekuat


Cardiac care: akut

  • Kaji v/s, bunyi, fkekuensi, dan irama jantung.

  • Kaji keadaan kulit (pucat, cianois)

  • Pantau seri EKG 12 lead

  • Catat urine output

  • Posiskan pasien supinasi dg elevasi 30 derajat dan elevasi kaki

  • Berikan oksigen.

  • Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk istirahat

Monitoring vital sign

  • Pantau TD, denyut nadi dan respirasi

Monitoring neurologikal

  • Kaji perubahan pola sensori

  • Catat adanya letargi dan cemas

Manajemen lingkungan

  • Cptakan lingkungan ruangan yang nyaman

  • Batasi pengunjung

2

Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2

Setelah dilakukan askep .... jam Klien dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas dgn KH:

  • Klien mampu aktivitas minimal

  • Kemampuan aktivitas meningkat secara bertahap

  • Tidak ada keluhan sesak nafas dan lelah selama dan setelah aktivits minimal

  • v/s dbn selama dan setelah aktivitas


Terapi aktivitas :

  • Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas

  • Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap

  • Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/ meningktkan aktivitas

  • Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.

Monitoring V/S

  • Pantau V/S ps sebelum, selama, dan setelah aktivitas selama 3-5 menit.

Energi manajemen

  • Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi cukup u/ melakukannya.

  • Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.

Manajemen nutrisi

  • Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber-sumber energi


Emosional support

  • Berikan reinfortcemen positip bila ps mengalami kemajuan

3

Pola nafas tidak efektif b.d. kelemahan

Setelah dilakukan Akep …. jam, pola nafas pasien menjadi efektif dg

Criteria hasil:

  • menunjukkan pola nafas yang efektif tanpa adanya sesak nafas, sesak nafas berkurang

  • v/s dbn

Respiratory monitoring:

  • Monitor rata-rata irama, kedalaman dan usaha untuk bernafas.

  • Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot Bantu dan retraksi dinding dada.

  • Monitor suara nafas

  • Monitor kelemahan otot diafragma

  • Catat omset, karakteristik dan durasi batuk

  • Catat hail foto rontgen


4

Kelebihan volume cairan b.d. gangguan mekanisme regulasi

Setelah dilakukan askep ... jam pasien akan menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit dengan

Kriteria hasil:

  • V/S dbn

  • Tidak menunjukkan peningkatan JVP

  • Tidak terjadi dyspnu, bunyi nafas bersih, RR; 16-20 X/mnt

  • Balance cairan adekuat

  • Bebas dari edema

Fluit manajemen:

  • Kaji lokasi edem dan luas edem

  • Atur posisi elevasi 30-45 derajat

  • Kaji distensi leher (JVP)

  • Monitor balance cairan


Fluid monitoring

  • Ukur balance cairan / 24 jam atau / shif jaga

  • Ukur V/S sesuai indikasi

  • Timbang BB jika memungkinkan

  • Awasi ketat pemberian cairan

  • Observasi turgor kulit (kelembaban kulit, mukosa, adanya kehausan)

  • Monitor serum albumin dan protein total

  • Monitor warna, kualitas dan BJ urine

5

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive, edem

Setelah dilakukan askep ….. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat,

mendeteksi risiko dan mengontrol risiko, v/s dbn. Al dbn.

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan dresing infus setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi.

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi


6

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar terhadap informasi, terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan askep ..... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:

  • Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan.

  • Klien dan keluarga kooperatif dan mau kerja sama saat dilakukan tindakan


Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

  • Sediakan informasi tentang diagnosa klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

  • kolaborasi dg tim yang lain.

7

Sindrom defisit Self care b.d kelemahan, penyakitnya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam kebutuhan ps sehari hari terpenuhi dengan criteria hasil :

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari makan, moblisasi secara minimal, kebersihan, toileting dan berpakaian bertahap

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi


Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.














GOUT


  1. PENGERTIAN

Gout (pirai) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia), yaitu terjadi oversekresi asam urat atau defek renal yang mengakibatkan penurunan eksresi asam urat, atau kombinasi keduanya.

Hiperurisemia primer terjadi penumpukan asam urat merupakan konsekuensi atau kesalahan metabolisme asam urat

Hiperurisemia skunder adalah penyakit gout merupakan gambaran klinik ringan yang terjadi sekunder akibat sejumlah proses genetik / didapat, termasuk peningkatan sel (leukemia, multipel mieloma, beberapa tipe anemia, psoriasis) dan peningkatan pemecahan sel.

Gout merupakan salah satu klasifikasi dari penyakit reumatik karena kelainan metabolik dan endokrin.


II. REUMATIK

Reumatik adalah peradangan pada sendi (atritis) yang sering mengenahi otot skelet, tulang, ligamentum, tendon dan persendian. Pada penderita reumatik ini akan merasakan nyeri, perubahan citra diri dan gangguan tidur.


III. KLASIFIKASI REUMATIK

        1. Penyakit jaringan ikat yang difus .

        2. atritis yang disertai spondilitis

        3. osteo atritis

        4. sekunder reumatik

        5. kelainan metabolik dan endokrin yang disertai reumatik (gout dan pseudogout).

        6. Neoplasma primer & skunder

        7. kelainan neurovaskuler

        8. kelainan tulang, periostium dan cartilago

        9. kelainan ekstra artikuler

        10. kelainan lain yang disertai manifestasi artkuler.


IV PATOFISIOLOGI GOUT

Hiperurisemia (konsentrasi asam urat dalam serumyang > 7,0 mg/dl) menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout berhubungan dengan peningkatan atau penurunan mendadak kadar asam urat serum. Bila kristal urat mengendap dalam sebuah sendi, respon inflamasi akan terjadi dan serangan gout dimulai. Dengan serangan berulang maka penumpukan kristal natrium urat (tofus) akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga.

Gambaran kristal urat dalam cairan senovial sendi yang asimtomatik menunjukkan bahwa faktor non kristal mungkin berhubungan dengan reaksi inflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan imunoglobulin yang terutama berupa IgG. IgG akan meningkatkan fagositosis kristal dan dengan demikian memperlihatkan aktivitas imunologi.


V MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi sindrom gout mencakup :

  1. Atritis gout yang akut (serangan rekuren inflamasi artikuler dan periartikuler yang berat)

  2. Tofus (endapan kristal yang menumpuk dalam jaringan artikuler, jaringan oseus, jaringan lunak serta kartilago)

  3. Nefropati gout (gangguan ginjal) dan pembentukan batu asam urat dalam traktus urinarius.

Ada 4 stadium penyakit gout yang dikenal :

  1. Hiperuresemia asimtomatik

  2. Atritis gout kronis

  3. gout interkritikal

  4. Gout tofaseus yang kronik.

Kurang dari satu diantara lima penderita hiperurisemia akan mengalami penumpukan kristal urat yang tampak nyata secara klinis pada saat tertentu. Shingga pengobatannya seumur hidup.


VI. ETIOLOGI

Sendi yang paling sering terkena adalah pada metatarsofalangeal pada ibu jari kaki (75% dari semua pasien) tetapi pada bagian tarsal, pergelangan kaki atau sendi lutut juga menjadi sasaran.

  1. Serangan akut dapat dipicu oleh : trauma, konsumsi alkohol, diet yang salah, obat-obatan, stres bedah atau keadaan sakit.

  2. Serangan mendadak terjadi : pada malam hari dan pasien terbangun dari tidur karena nyeri hebat, kemerahan, bengkak, rasa hangat pada sendi yang sakit.

  3. serangan dini cenderung sembuh spontan dalam waktu 3 – 10 hari walaupun tanpa terapi diikuti periode tanpa gejala : stadium interkritikal, serangan bisa terjadi lebih sering dan berlangsung lebih lama lagi.

  4. Tofus ditemukan pertama kali pada tempo rata-rata 10 th sesudah awitan serangan gout, 50% klien berobat tidak memadai akhirnya akan mengalami endapantofaseus. Tofus biasanya disertai episode inflamasi lebih sering dan berat, kadar asam urat yang tinggi dalam serum akan berkaitan dengan pembentukan tofus yang lebih luas.


VII PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

  1. Laboratorium : darah lengkap dan KED, kimia darah, asam urat, kreatinin,

  2. Atrisentesis (aspirasi cairan sinovial dengan jarum), untuk analisis dan mengurangi nyeri. Normalnya cairan sinovial jernih, viskus, kuning seperti jerami, namun pada penyakit ini warnanya keruh menyerupai susu / kuning gelap dan banyak mengandung lekosit, protein plasma

  3. Sinar X untuk mengetahui krepitasi sendi, mengetahui abnormallitas kartilago, erosi sendi, pertumbuhan tulang yang abnormal.

  4. Atrografi : deteksi kelainan jaringan ikat.

  5. Skening sendi

  6. Biopsi otot, arteri dan kulit


VIII PENATALAKSANAAN

  1. Pemberian therapi obat-obatan :

          1. Preparat colchicine (oral atau parenteral) : mengurangi penumpukan asam urat dan mengganggu pembentukan kinin serta leukosit sehingga mengurangi inflamasi.

          2. NSAID, indometasin.

          3. Alopurinol : mengganggu proses pemecahan purin sebelum terbentuk asam urat, menghambat enzim xanthinoksidase karena menghalangi pembentukan asam urat.

  1. Implikasi Keperawatan :

    1. Perawat perlu memberikan penjelasan tentang tipe obat, tujuan pengobatan.

    2. Metode penatalaksanaan nyeri nonfarmakologi (kompres hangat / dingin dan perlindungan sendi dengan alat seperti bidai pergelangan tangan atau tongkat penopang

    3. Memperbaiki mobilitas sendi serta status fungsional

    4. Latihan pergerakan sendi secara bertahap.


X DIAGNOSA KEPERAWATAN :

      1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

      2. Risiko infeksi b/d pertahanan tubuh primer, prosedur invasive

      3. Kurang pengetahuan tentang penyakit, dan perawatannya b/d tidak familier terhadap informasi

      4. Defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

      5. Kerusakan mobilitas fisik b/d penurunan rentang gerak, keterbatasan ketahanan fisik, kelemahan otot

      6. Gangguan citra tubuh b/d perubahan fisik

      7. PK : hipo albumin








RENPRA GOUT PIRAI



No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep ….. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

  • klien melaporkan nyeri berkurang

  • Ekspresi wajah tenang / rileks

  • Klien bisa istirahat dan tidur

  • V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt).

Manajemen nyeri :

  • Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


2

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dengan KH:

  • Tdk ada tanda infeksi

  • V/S dbn

  • AL normal (4-11.000),

Konrol infeksi


  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi..

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Pertahankan teknik isolasi bila perlu.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

  • Ambil kultur jika perlu

  • Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.

  • Laporkan jika kultur positif.


3

Kurang pengetahuan tentang penyakit, dan perawatan nya b/d kurang familier terhadap informasi, terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan askep ..... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:

  • Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan

  • Klien / keluarga kooperative saat dilakkan tindakan


Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

  • Sediakan informasi tentang diagnosa klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

  • kolaborasi dg tim yang lain.

4

Defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri

Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi



Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

5

Kerusakan mobilitas fisik penurunan rentang gerak, keterbatasan ketahanan fisik, kelemahan otot

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu

  • Ambulasi :

  • Tingkat mobilisasi

  • Perawtan diri

Dg KH:

  • Peningkatan aktivitas fisik

Terapi ambulasi

  • Konsultasi dengan terapi untuk perencanaan ambulasi

  • Latih pasien ROM pasif aktif sesuai kemampuan

  • Ajarkan pasien berpindah tempat

  • Monitor kemampuan ambulasi pasien


Pendidikan kesehatan

  • Jelaskan pada pasien pentingnya ambulasi dini

  • Jelaskan pada pasien tahap ambulasi

  • Jelaskan pada pasien manfaat ambulasi dini

6

PK: Hipo albumin

Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi hipoalbumin dank lien mengalami peningkatan kadar albumin ditandai dengan :

  • Albumin serum > 3,5 g/dl

  • Tidak terbentuk edem pada facial,

  • Tidak terjadi hipovolumia

  • monitor keadaan umum klien.

  • pantau manifestasi penurunan albumin

  • berikan diet TKTP

  • Kolaborasi pemberian plasbumin infuse.

  • berikan motivasi untuk masukan nutrisi yang bergizi tinggi dan masukan cairan yang cukup.

  • monitor v/s

8

Gangguan citra tubuh b/d perubahan fisik

Setelah dilakukan askep …. jam klien mengalami peningkatan body image dan menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan klien dengan criteria :

  • Mau menerima penampilannya

  • Percaya diri

Peningkatan Body Image

  • Diskusikan dengan klien tentang perubahan dirinya

  • Bantu klien dalam memutuskan tingkat actual perubahan dalam tubuh atau level fungsi tubuh

  • monitor frekuensi pernyataan klien

  • berikan dukungan dan suport mental serta spiritual.

  • Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan sacara mental dan spiritual


KOLELITIASIS



  1. Pengertian :

Kolelitiasis (batu empedu) terbentuk dalam kandung empedu dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu, batu empedu memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Batu empedu tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda tetapi insidennya semakin sering pada individu berusia diatas 40 tahun, semakin meningkat pada usia 75 tahun.

KOLESISTITIS

Infeksi pada kandung empedu ada yang akut dan kronis. Kolesistitis akut biasanya disertai nyeri tekan dan kekakuan pada abdomen kuadran kanan atas, mual muntah dan tanda tanda yang umum dijumpai pada inflamasi akut.

Kolesistitis kalkulus terdapat pada > 90% pasien kolesistitis akut. Pada kolesistitis kalkulus , batu kandung empedu menyumbat saluran keluar empedu. Getah empedu yang tetap berada dalam kandung empedu akan menimbulkan reaksi kimia, edema dan pembuluh darah dalam kandung empedu akan terkompresi sehingga suplai vaskulernya terganggu.

Kolesistitis akalkulus merupakan inflamasi kandung empedu tanpa sumbatan oleh batu empedu, tetapi timbul setelah tindakan bedah mayor, trauma berat, atau luka bakar.


  1. Patofisiologi :

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu: batu yang terutama tersusun dari pigmen dan tersusun dari kolesterol

Batu pigmen : akan terbentuk bila pigmen yang terkonjugasi dalam empedu mengalami presipitasi / pengendapan, sehingga terjadi batu. Risiko terbentuknya batu semacam ini semakin besar pada pasien serosis, hemolisis dan infeksi percabangan bilier. Batu ini tidak dapat dilarutkan dan hanya dikeluarkan dengan jalan operasi.

Batu kolesterol : merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam empedu dan lesitin (fosfo lipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati, mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol dan keluar dari getah empedu mengendap membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu yang berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

Wanita yang menderita batu kolesterol dan penyakit kandung empedu 4 X lebih banyak dari pada laki-laki. Biasanya terjadi pada wanita berusia > 40 tahun, multipara, obesitas. Penderita batu empedu meningkat pada pengguna kontrasepsi pil, estrogen dan klofibrat yang diketahui meningkatkan saturasi kolesterol bilier. Insiden pembentukan batu meningkat bersamaan dengan penambahan umur, karena bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu juga meningkat akibat mal absorbsi garam-garam empedu pada pasien dengan penyakit gastrointestinal, pernah operasi resesi usus, dan DM.


  1. Manifestasi Klinik

Gejalanya bersifat akut dan kronis, Gangguan epigastrium : rasa penuh, distensi abdomen, nyeri samar pada perut kanan atas, terutama setelah klien konsumsi makanan berlemak / yang digoreng.

Tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut :

        1. Nyeri dan kolik bilier, jika duktus sistikus tersumbat oleh batu empedu, kandung empedu akan mengalami distensi dan akhirnya infeksi. Pasien akan menderita panas, teraba massa padat pada abdomen, pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyeri hebat pada abdomen kanan atas yang menjalar kepunggung atau bahu kanan , rasa nyeri disertai mual dan muntah akan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan dalam porsi besar. Pasien akan gelisah dan membalik-balikkan badan, merasa tidak nyaman, nyerinya bukan kolik tetapi persisten. Seorang kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu. Dalam keadaan distensi bagian fundus kandung empedu akan menyentuh dinding adomen pada daerah kartilago kosta sembilan dan sepuluh bagian kanan, sehingga menimbulkan nyeri tekan yang mencolok pada kuadran kanan atas ketika inspirasi dalam.

        2. Ikterus. Biasanya terjadi obstruksi duktus koledokus. Obstruksi pengaliran getah empedu keduodenum akan menimbulkan gejala yang khas : getah empedu tidak dibawa keduodenum tetapi diserap oleh darah sehingga kulit dan mukosa membran berwarna kuning, disertai gatal pada kulit.

        3. Perubahan warna urine tampak gelap dan feses warna abu-abu serta pekat karena ekskresi pigmen empedu oleh ginjal.

        4. Terjadi defisiensi vitamin ADEK. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu pembekuan darah yang normal. Jika batu empedu terus menyumbat saluran tersebut akan mengakibatkan abses, nekrosis dan perforasi disertai peritonitis generalisata.


  1. Etiologi

        1. Statis cairan empedu

        2. Infeksi kuman (E.Coli, klebsiella, Streptokokus, Stapilokokus, Clostridium).

        3. Iskemik dinding kandung empedu.

        4. Kepekatan cairan empedu.

        5. Kolesterol.

        6. Lisolesitin.

        7. Prostaglandin yang merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti reaksi supurasi dan inflamasi.


  1. Pemeriksaan Penunjang

        1. laboratorium : lekositosis, blirubinemia ringan, peningkatan alkali posfatase.

        2. USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus koledokus yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.

        3. CT Scan Abdomen :

        4. MRI.

        5. Sinar X abdomen

        6. Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan secara intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama, membuat pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.

        7. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG meragukan.


  1. Penatalaksanaan

        1. Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)

  1. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus, NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi dan teh.

  2. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur, krim, daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.

  3. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat (chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan dosis kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan untuk melarutkan batu.

  4. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara menginfuskan suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang / kateter yang dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui endoskopi ERCP, atau kateter bilier transnasal.

  5. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk memecah batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut dihasilkan oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik atau muatan elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh lewat rendaman air atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah secara bertahap, pecahannya akan bergerak perlahan secara spontan dari kandung empedu atau duktus koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau asam empedu peroral.

2. Pembedahan

a. Intervensi bedah dan sistem drainase.

b. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis / akut. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa absorben.

c. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka insisi selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan, waktu singkat.

d. Kolesistektomi laparaskopi

e. Kolesistektomi endoskopi: dilakukan lewat luka insisi kecil atau luka tusukan melalui dinding abdomen pada umbilikus

3. Pendidikan pasien pasca operasi :

  1. Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala komplikasi intra abdomen yang harus dilaporkan : penurunan selera makan, muntah, rasa nyeri, distensi abdomen dan kenaikan suhu tubuh.

  2. Saat dirumah perlu didampingi dan dibantu oleh keluarga selama 24 sampai 48 jam pertama.

  3. Luka tidak boleh terkena air dan anjurkan untuk menjaga kebersihan luka operasi dan sekitarnya

  4. Masukan nutrisi dan cairan yang cukup, bergizi dan seimbang

  5. Anjurkan untuk kontrol dan minum obat rutin.


  1. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul:

  1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik

  2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi, faktor biologis

  3. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.

  4. Kurang perawatan diri b/d kelemahan

  5. Kurang Pengetahuan tentang penyakit, diet dan perawatannya b/d mis interpretasi informasi

RENPRA CHOLELITIASIS


No

Diagnosa Keperawatan

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

  • BB stabil,

  • nilai laboratorium terkait normal,

  • tingkat energi adekuat,

  • masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB jika memungkinkan

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.

  • Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.

3

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive.

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan dg KH:

  • Tdk ada tanda-tanda infeksi

  • AL normal

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan dresing infus dan dan kateter setiap hari Sesuai indikasi

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi..

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.

  • Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.

4

Sindrom defisit self care b.d kelemahan


Setelah dilakukan askep ...... jam ADLs terpenuhi dg KH:

  • Klien bersih, tidak bau

  • Kebutuhan sehari-hari terpenuhi


Self Care Assistence

  • Bantu ADL klien selagi klien belum mampu mandiri

  • Pahami semua kebutuhan ADL klien

  • Pahami bahasa-bahasa atau pengungkapan non verbal klien akan kebutuhan ADL

  • Libatkan klien dalam pemenuhan ADLnya

  • Libatkan orang yang berarti dan layanan pendukung bila dibutuhkan

  • Gunakan sumber-sumber atau fasilitas yang ada untuk mendukung self care

  • Ajari klien untuk melakukan self care secara bertahap

  • Ajarkan penggunaan modalitas terapi dan bantuan mobilisasi secara aman (lakukan supervisi agar keamnanannya terjamin)

  • Evaluasi kemampuan klien untuk melakukan self care di RS

  • Beri reinforcement atas upaya dan keberhasilan dalam melakukan self care

5

Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang paparan dan keterbatasan kognitif keluarga


Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

  • Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan

  • Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

Mengajarkan proses penyakit

  • Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

  • Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

  • Identifikasi penyebab penyakit

  • Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

  • Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

  • Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

  • Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan



















SIROSIS HEPATIS


  1. PENGERTIAN

Chirrosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan, nekrosis sel hati yang luas, pembentukn jaringan ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut.


B. TIPE SIROSIS HEPATIS

Ada tiga tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati :

  1. Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional ) dimana jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebaban oleh alcoholisme kronis.

  2. Sirosis pasca nekrotik, terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai tindak lanjut dari hepatitis virus akut sebelumnya

  3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati sekitar saluran empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis) ; insidensinya paling rendah


C. PATOFISIOLOGI

Infeksi hepatitis viral tipe B/C menyebabkan peradangan hati. Peradangan ini menyebabkan nekrosis meliputi daerah yang luas (hepatoseluler), terjadi kolaps lobulus hati dan ini memacu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati. Walaupun etiologi beda, gambaran histologis sama atau hampir sama. Serta bisa dibentuk dari sel retikulum penyangga yang kolaps dan berubah jadi parut. Beberapa sel tumbuh kembali dan membentuk nodul dengan berbagai ukuran dan ini menyebabkan distorsi percabangan pembuluh hepatic dan gangguan aliran darah porta dan menimbulkan hipertnsi portal. Tahap berikutnya terjadi peradangan dan nekrosis pada sel duktules, sinusoid, retikulo endotel, terjadi fibrogenesis dan septa aktif. Jaringan kolagen berubah fari reversible menjadi irreversible bila telah terbentuk septa permanen yang aselular pada daerah porta dan parenkim hati.


D. ETIOLOGI

    1. Hepatitis virus tipe B dan C

    2. Alkohol

    3. Metabolik ( hemokromatosis idiopatik, penyakit Wilson, defisiensi alpha 1 anti tripsin, galaktosemia, tirosinemia congenital, DM, penyakit penimbunan kolagen)

    4. Kolestasisi kronik/sirosis bilier sekunder intra dan ekstra hepatic

    5. Obstruksi aliran vena hepatic (Peny.vena oklusif, Sindrom Budd Chiari, Perikarditis konstriktiva, Payah jantung kanan)

    6. Gangguan imunologis

    7. Toksik dan obat ( MTX, INH, Metildopa)

    8. Operasi pintasusus halus pada obesitas

    9. Malnutrisi

    10. Idiopatik


E. TANDA DAN GEJALA

Kriteria Soebandiri , bila terdapat 5 dari 7 :

      1. Spider nevi

      2. Venectasi/ vena kolateral

      3. Ascites (dengan atau tanpa edema kaki)

      4. Spelomegali

      5. Varices esophagus (hemel)

      6. Ratio albumin : globulin terbalik

      7. Palmar eritema


F. MANIFESTASI KLINIS:

  1. Kompensata (belum mempengauhi fungsi hepar)

    • Demam intermitten

    • Spider nevi

    • Palmar eritema

    • Epistaksis

    • Edema kaki

    • Dispepsia

    • Nyeri abdomen

    • Hepatosplenomegali

  2. Dekompensata

    • Ascites

    • Jaundice

    • Kelemahan fisik

    • Kehilangan BB

    • Epistaksis

    • Hipotensi

    • Atropi gonadal


G. KLASIFIKASI CHILD

Derajat kerusakan

Minimal

Sedang

Berat

Bil serum (mg%)

<2,0

2,0-3,0

>3

Alb.serum (mg%)

>3,5

3,0-3,5

<3,0

Ascites

-

Mudah dikontrol

Sulit dikontrol

Enselopati

-

Minimal

Berat/koma

Nutrisi

Sempurna

Baik

Kurang/kurus

Protrombin

>70%

40-70%

<40%


Grade (CHILD)

Nilai

Prognosis

A

5 - 6

10 – 15%

B

7 – 9

30%

C

10 - 15

>60%





Tingkatan Enselopati Hati

Tingkat

Derajat

Astereksi/Flapping

EEG

Status mental

I

Prodormal

Ringan

Normal

Bingung, perub.jiwa&kelakuan,eforia,depresi,bicara lambat,terputus,tidak rapi

II

Impending/koma

Mudah dirangsang

Abn

>berat dr tk.I,mengantuk,TL tdk wajar

III

Stupor

Dijumpai jika kooperatif

Abn (flat)

Mengantuk terus/masih bisa dibangunkan

IV

Koma dangkal/dalam

Absen

Abn (flat)

Bisa/tidak bisa respon stimuli,hipereksi,hiperventilasi


  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  • Biopsi Hati

  • Darah rutin : Hb rendah, anemia normokromik normositer, hipokrom mikrositer ,hipokrom makrositer.

  • Kolesterol darah yang selalu rendah prognosis kurang baik

  • Kenaikan kadar enzim transaminase (SGOT/SGPT). Kenaikan diakibatkan kebocoran dari sel yang mengalami kerusakan. Pada sirosis inaktif tidak meningkat

  • Albumin menurun

  • Pemeriksaan CHE (kolinesterase) turun. Bila terjadi kenaikan berati terjadi perbaikan

  • Pemeriksaan kadar elektrolit penting untuk penggunaan diuretic dan pembatasan garam. Dalam enselopati kadar NA < 4 mEq/l menunjukkan terjadi sindrom hepatorenal

  • Masa Protrombin memanjang

  • Kadar gula darah meningkat karena kurangnya kemampuan hati membentuk glikogen

  • Marker serologi pertanda virus ; HbsAg/HbsAb, HbeAg/HbeAb, HBV DNA, HCV RNA.

  • Pemeriksaan AFP (alfa feto protein) menentukan apakah ada keganasan. AFP > 500 – 1000 menunjukkan suatu kanker hati primer.

  • Radiologi : barium swallow untuk melihat adanya varises esofagus.

  • Esofagoskopi : melihat varises esofagus berupa adanya cherry red spot, red whale marking, diffus redness. Kemungkinan perdarahan

  • USG

  • Sidikan hati : radionukleid IV

  • Tomografi komputer

  • E R C P : untuk menyingkirkan adanya obstruksi ekstrahepatik

  • Angiografi

  • Punksi ascites : pemeriksaan mikroskopis, kultur cairan, kadar protein, amilase dan lipase.


  1. PENATALAKSANAAN

Berdasarkan gejala yang ada.

  • Kompensata baik : kontrol, istirahat, diet TKTP, lemak secukupnya,

  • Penyebab diketahui : atasi atau hentikan penyebab

  • Atasi komplikasi ; ascites diberikan diet rendah garam 0,5 g/hari, total cairan 1,5 l/hr, diuretic

  • Dengan perdarahan : resusitasi, lavase air es, hemostatik, antasid/antagonisB2, sterilisasai usus, klisma tinggi, skleroterapi, ligasi endokospik varises

  • Pencegahan pecahnya varises esofagus : farmakoterapi, ligasi varises.


  1. Garis besar penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan hematemesis melena

  • Hentikan/cegah perdarahan berulang

  • Mengeliminasi produk darah

  • Stabilkan hemodinamik

  • Menurunkan kecemasan

  • Fasilitasi bedrest selama fase pemulihan

  • Tingkatkan asupan nutrisi

  • Perawatan kulit

  • Cegah infeksi



KHS


  1. Pengertian KHS

Karsinoma Hepato Seluler (KHS) adalah proses keganasan pada hati. Tumor ganas primer pada hati yang berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu ata metastase dari tumor jaringan lainnya.



  1. Penyebab KHS

Penyebab KHS belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebabnya adalah infeksi/penyakit hati kronik akibat virus hepatitis, serosis hati dan beberapa parasit seperti clonorchis sinencis. Beberapa penyebab KHS antara lain:

    1. Virus hepatitis B

Viruis hepatitis B banyak ditemukan sebagai penyebab hepatitis kronik, serosis hati, yang selanjutnya berkembang menjadi KHS. Pada pasien menghidap HBsAg memiliki rasio tinggi terjadi KHS. Pada biopsy penderita KHS banyak ditemukan HBsAg.

    1. Sirosis

Kemungkinan timbulnya KHS pada pasien sirosis adalah adanya hyperplasia nodular yang berubah menjadi adenomata multiple dan kemudian berubah menjadi karsinoma multiple.

    1. Alfatoxin

adalah mikotoxin yang berasal dari jamur Aspergilus Flavus yang biasa terdapat dalam makanan: kacang tanah, tembakau, dll.

    1. Infeksi

Infeksi Clonosiasis dan sistomiasis.



  1. Keluhan yang sering dirasakan pada penderita KHS

Pada awalnya pasien tidak merasakan ada keluhan sehingga tidak sadar sampai tumor menjadi besar. Keluhan yang sering disampaikan adalah nyeri tumpul, tidak terus menerus, terasa penuh di perut kanan atas, tidak ada nafsu makan.



  1. Tanda dan gejala KHS

      1. Klasik: malaise, anoreksia, berat badan turun, nyeri epigastrik, hepatomegali, asites.

      2. Demam: menggigil karena adanya perdarahan, nekroses tumor sentral.

      3. Abdominal: nyeri perut hebat, mual, muntah, tekanan darah turun.

      4. Ikterus: adanya obstruksi ikterus.

      5. Metastase: metastase pada organ lain (tulang)


  1. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan penyakit KHS

Untuk menegakkan KHS, selain anamnesis dan pemeriksaan fisik diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang antara lain:

    1. USG: merupakan pencintraan kondisi sel hati tanpa prosedur invasif

    2. CT Scan dan angiografi:

Kedua pemeriksaan ini dapat mendeteksi tumor berdiameter > 2 cm. Dengan media kontras lipiodol yang disuntikkan ke dalam arteri hepatika. Lipiodol ini dapat masuk pada nodul KHS.

    1. Laboratorium:

  • Alkali Pospatase

Pada pasien KHS alkali pospatase meningkat, disebabkan penekanan tumor terhadap jaringan hati sekitar, sehingga terjadi regurgitasi pada aliran darah

  • Transaminase

Enzim, SGPT dan SGOT meningkat karena kerusakan jaringan sel hati

    1. Paraneoplastik

Manifestasi paraneoplastik yang sering muncul antara lainL:

  • Eritrositosis → tumor memproduksi globulin yang berinteraksi dengan eritropoesis stimulating faktor.

  • Hiperkalsemia → akibat resorbsi atau kerusakan tilang oleh metastase

  • Hiperkolesterolemia → peningkatan sintesis kolesterol oleh sel tumor.

  • Alfafetoprotein → sel hati mengalami diferensiasi seperti sel hati pada saat janin.


  1. Penatalaksanaan

KHS sulit diobati karena biasanya pasien datang dengan stadium lanjut sehingga telah metastase ke organ lain.

    1. Pengobatan non bedah

        1. Kemoterapi

Obat sitostatika bukan merupakan pengobatan efektif. Yang banyak digunakan adalah 5-Flurourasil (5 Fu) dan Adriamicin, yang diberikan secara intravena.

        1. Radiasi:

Pada umumnya tidak banyak berperan. Sebab sel KHS tidak sensitive terhadap radiasi dan sel hati normal lebih peka terhadap radiasi. Tetapi radiasi dapat mengurangi nyeri, anoreksia, dan kelemahan.

        1. Embolisasi

TAE: transcateter hepatic arteri emboliZation yaitu dengan cara menyuntikkan gel foam melalui arteri hepatica. Jaringan tumor yang dilalui arteri tersebut akan mati karena kekurangan O2 dan nutrisi.

        1. Drainase bilier perkutan

Untuk membuat pintasan saluran empedu yang tersumbat oleh sel tumor hati. Dapat mengurangi nyeri karena obstruksi cairan empedu.

        1. TAI (perchutaneus Alcohol injektin)

Yaitu penyuntikan alcohol secara langsung kedalam tumor dengan tuntunan ultrasonografi.

    1. Pengobatan bedah

Seperti pada tumor ganas lain, pengobatan terbaik adalah pembedahan. Pembedahan berhasil baik bila tumor kecik dan belum mengalami metastase. Transplantasi hati dilakukan bila tidak ada cara lain untuk mengatasuI KHS

Prognosis

Pada umumnya prognosis adalah jelek. Tanpa pengobatan biasanya terjadi kematian kurang dari 1 tahun sejak keluhan pertama. Pada KHS stadium dini yang dilakukan pembedahan dan sitostatik, umur pasien dapat diperpanjang 4-6 tahun.


DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, kemunduran keadaan umum, pelisutan otot

  2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi inadekuat (anoreksia, mual, muntah)

  3. Risiko infeksi b.d penurunan imunitas tubuh primer, pemasangan alat infasiv

  4. Kurang pengetahuan penyakit dan perawatan, da pengobatannya b.d kurang paparan informasi

  5. Resiko untuk cedera berhubungan dengan perubahan mekanisme pembekuan dan hipertensi portal.

  6. PK: Perdarahan

  7. PK: Anemia











RENPRA CH


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Intoleransi aktivitas B.d ketidakseimbangan suplai & kebutuhan O2

Setelah dilakukan askep ..... jam Klien dapat menunjukkan toleransi terhadap aktivitas dgn KH:

  • Klien mampu aktivitas minimal

  • Kemampuan aktivitas meningkat secara bertahap

  • Tidak ada keluhan sesak nafas dan lelah selama dan setelah aktivits minimal

  • v/s dbn selama dan setelah aktivitas


Terapi aktivitas :

  • Kaji kemampuan ps melakukan aktivitas

  • Jelaskan pada ps manfaat aktivitas bertahap

  • Evaluasi dan motivasi keinginan ps u/ meningktkan aktivitas

  • Tetap sertakan oksigen saat aktivitas.


Monitoring V/S

  • Pantau V/S ps sebelum, selama, dan setelah aktivitas selama 3-5 menit.


Energi manajemen

  • Rencanakan aktivitas saat ps mempunyai energi cukup u/ melakukannya.

  • Bantu klien untuk istirahat setelah aktivitas.


Manajemen nutrisi

  • Monitor intake nutrisi untuk memastikan kecukupan sumber-sumber energi


Emosional support

  • Berikan reinfortcemen positip bila ps mengalami kemajuan


2

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat, faktor biologi

Setelah dilakukan askep …… jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

  • BB stabil

  • Tidak terjadi mal nutrisi

  • Tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • kaji pola makan klien

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.



Monitor Nutrisi

  • Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Monitor lingkungan selama makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.


3

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dengan KH:

  • status imune adekuat

  • AL dbn

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Pertahankan teknik isolasi.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan dresing infus setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan.

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi..

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas

  • Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.


4

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar terhadap informasi, terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan askep ..... jam, pengetahuan klien meningkat.

  • Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang telah dijelaskan.

  • Klien / kleuarga kooperatif dan mau bekerja sama saat dilakukan tindakan



Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

  • Sediakan informasi tentang diagnosa klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

  • kolaborasi dg tim yang lain.


5


PK: Perdarahan

Setelah dilakukan askep ….jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi.

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat HG, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi, jika klien dilakukan operasi


6

PK: Anemia

Setelah dilakukan askep .... jam perawat akan dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :

  • Hb >/= 10 gr/dl.

  • Konjungtiva tdk anemis

  • Kulit tidak pucat

  • Akral hangat

  • Monitor tanda-tanda anemia

  • Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi

  • Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah

  • Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe

  • Observasi keadaan umum klien































STROKE



DEFINISI


Cedera serebrovaskular atau stroke meliputi awitan tiba-tiba defisit neurologis karena insufisiensi suplai darah ke suatu bagian dari otak. Insufisiensi suplai darah disebabkan oleh trombus, biasanya sekunder terhadap arterisklerosis, terhadap embolisme berasal dari tempat lain dalam tubuh, atau terhadap perdarahan akibat ruptur arteri (aneurisma)(Lynda Juall Carpenito, 1995).

Menurut WHO. (1989) Stroke adalah disfungsi neurologi akut yang disebabkan oleh gangguan aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai dengan daerah fokal pada otak yang terganggu.


Etiologi

Beberapa keadaan dibawah ini dapat menyebabkan stroke antara lain :

1. Thrombosis Cerebral.

Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.

Beberapa keadaandibawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak :

a. Atherosklerosis

Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :

- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.

- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.

-.Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus (embolus)

- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan.

b. Hypercoagulasi pada polysitemia

Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebral.

c. Arteritis( radang pada arteri )


2. Emboli

Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :

a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)

b. Myokard infark

c. Fibrilasi,. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.

d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada endocardium.


3. Haemorhagi

Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.

Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :

  1. Aneurisma Berry,biasanya defek kongenital.

  2. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.

  3. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.

  4. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.

  5. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.


4. Hypoksia Umum

  1. Hipertensi yang parah.

  2. Cardiac Pulmonary Arrest

  3. Cardiac output turun akibat aritmia


5. Hipoksia setempat

  1. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.

  2. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.


FAKTOR RESIKO

Faktor-faktor resiko stroke dapat dikelompokan sebagai berikut ::

  1. Akibat adanya kerusakan pada arteri, yairtu usia, hipertensi dan DM.

  2. Penyebab timbulnya thrombosis, polisitemia.

  3. Penyebab emboli MCI. Kelainan katup, heart tidak teratur atau jenis penyakit jantung lainnya.

  4. Penyebab haemorhagic, tekanan darah terlalu tinggi, aneurisma pada arteri dan penurunan faktor pembekuan darah (leukemia, pengobatan dengan anti koagulan )

  5. Bukti-bukti yang menyatakan telah terjadi kerusakan pembuluh darah arteri sebelumnya : penyakit jantung angina, TIA., suplai darah menurun pada ektremitas.

Kemudian ada yang menunjukan bahwa yang selama ini dianggap berperan dalam meningkatkan prevalensi stroke ternyata tidak ditemukan pada penelitian tersebut diantaranya, adalah:

  1. Merokok, memang merokok dapat merusak arteri tetapi tidak ada bukti kaitan antara keduanya itu.

  2. Latihan, orang mengatakan bahwa latihan dapat mengurangi resiko terjadinya stroke. Namun dalam penelitian tersebut tidak ada bukti yang menyatakan hal tersebut berkaitan secara langsung. Walaupun memang latihan yang terlalu berat dapat menimbulkan MCI.

  3. Seks dan seksual intercouse, pria dan wanita mempunyai resiko yang sama terkena serangan stroke tetapi untuk MCI jelas pria lebih banyak daripada wanita.

  4. Obesitas. Dinyatakan kegemukan menimbulkan resiko yang lebih besar, namun tidak ada bukti secara medis yang menyatakan hal ini.

  5. Riwayat keluarga.

Klasifikasi:

1.Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu :

  1. Stroke Haemorhagi,

Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

  1. Stroke Non Haemorhagic

Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder . Kesadaran umummnya baik.

2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

  1. TIA ( Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.

  2. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.

  3. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA berulang.

Patofisiologi

Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap ortak, thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan ;

  1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.

  2. Edema dan kongesti disekitar area.

Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah.. Perdarahanintraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.



Pathofisiologi Stroke

Oklusi


Penurunan perfusi jaringan cerebrI


Iskemi


Hipoksia



Metebolisme anaerob Nekrosis jaringan otak aktifitas elektrolit terganggu

Volume Cairan bertambah

Asam laktat Pompa Na dan K gagal

meningkat

Na dan K influk


Edema cerebral Retensi air


TIK meningkat






Perbedaan antara infark dan perdarahan otak sebagai berikut :


Gejala(anamnesa)

Infark

Perdarahan

Permulaan

Waktu

Peringatan

Nyeri Kepala

Kejang

Kesadaran menurun

Sub akut

Bangun pagi

+ 50% TIA

-

-

Kadang sedikit

Sangat akut

Lagi aktifitas

-

+

++

+++

Gejala Objektif

Koma

Kaku kuduk

Kernig

pupil edema

Perdarahan Retina

Pemeriksaan Laboratorium

Darah pada LP

X foto Skedel

Angiografi

CT Scan.


Infark

+/-

-

-

-

-



-

+


Oklusi, stenosis


Densitas berkurang

Perdarahan

++

++

+

+

+



+

Kemungkinan pergeseran glandula pineal

Aneurisma

AVM. massa intra hemisfer/vasospasme.

Massa intrakranial densitas bertambah.


Perbedaan perdarahan Intra Serebral (PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)


Gejala

PIS

PSA

Timbulnya

Nyeri Kepala

Kesadaran

Kejang

Tanda rangsangan Meningeal.

Hemiparese

Gangguan saraf otak

Dalam 1 jam

Hebat

Menurun

Umum

+/-


++

+

1-2 menit

Sangat hebat

Menurun sementara

Sering fokal

+++


+/-

+++


Jika dilihat bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:

  1. Stroke hemisfer Kanan

  1. a.Hemiparese sebelah kiri tubuh.

  2. b.Penilaian buruk

c.Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.



  1. Stroke yang Hemifer kiri

  1. Mengalami hemiparese kanan d. Disfagia global

  2. Perilaku lambat dan sangat hati-hati e. Afasia

  3. Kelainan bidang pandang sebelah kanan. F. Mudah frustasi


Pemeriksaan Diagnostik

  1. Rontgen kepala dan medula spinalis 4. Angiografi

  2. Elektro encephalografi 5. Computerized Tomografi Scanning ( CT. Scan)

  3. Punksi lumbal 6. Magnetic Resonance Imaging


Penatalaksanaan Stroke


Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut

1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :

  1. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

  2. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

  1. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

  2. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

  3. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.


Pengobatan Konservatif

  1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

  2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

  3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.


Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

  1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis , yaitu dengan membuka arteri karotis di leher.

  2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.

  3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

  4. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.


Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi , komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

  1. Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

  2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh

  3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dansakit kepala.

  4. HidrocephalusY


Prioritas Keperawatan

  1. Meningkatkan perfusi serebri dan oksigenasi yang adekuat.

  2. Mencegah dan meminimalkan komplikasi dan kelumpuhan permanen.

  3. Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  4. Memberikan dukungan terhadap proses mekanisme jkoping dan mengintegrasikan perubahan konsep diri.

  5. Memberikan informasi tentang proses penyakit, prognosis, pengobatan dan kebutuhan rehabilitasi.


Tujuan Akhir keperawatan

  1. Meningkatnya fungsi serebral dan menurunnya defisit neurologis.

  2. Mencegah/meminimalkan komplikasi.

  3. Kebutuhan sehari-hari terpenuhi baik oleh dirinya maupun orang lain.

  4. Mekanisme koping positip dan mampu merencanakan keadaan setelah sakit

  5. Mengerti terhadap proses penyakit dan prognosis.



Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

  1. Perfusi jaringan tidak efektif: cedera b.d gangguan sirkulasi darah ke otak

  2. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis

  3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, kerusakan persepsi sensori, penurunan kekuatan otot.

  4. Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak.

  5. Sindrom defisit self-care: b.d kelemahan, gangguan neuromuskuler, kerusakan mobilitas fisik

  6. Risiko infeksi b.d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasif

  7. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan dan keterbatasan kognitif

  8. Gangguan eliminasi BAB b/d imobilisasi

  9. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan

  10. Risiko trauma/injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran




























RENPRA STROK



NO

DX

DIAGNOSA

TUJUAN

INTERVENSI

1

Perfusi jaringan tidak efektif: cedera b.d gangguan sirkulasi darah ke otak

Setelah dilakukan tindakan keperawatan …… jam diharapkan perfusi jaringan efektif dg KH:

  • Perfusi jaringan cerebral: Fungsi neurology meningkat, TIK dbn, Kelemahan berkurang

  • Status neurology: Kesadaran meningkat, Fungsi motorik meningkat, Fungsi persepsi sensorik meningkat., Komunikasi kognitif meningkat, Tanda vital stabil


Peningkatan perfusi serebral

  • Kaji kesadaran klien

  • Monitor status respirasi

  • Kolaborasi obat-obatan untuk memepertahankan status hemodinamik.

  • Monitor laboratorium utk status oksigenasi: AGD


Monitor neurology

  • Monitor pupil: gerakan, kesimetrisan, reaksi pupil

  • Monitor kesadaran,orientasi, GCS dan status memori.

  • Ukur vital sign

  • Kaji peningkatan kemampuan motorik, persepsi sensorik ( respon babinski)

  • kaji tanda-tanda keadekuatan perfusi jaringan cerebral

  • Hindari aktivitas yg dapat meningkatkan TIK

  • Laporkan pada dokter ttg perubahan kondisi klien

2

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

  • Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

  • Identifikasi kebutuhan nutrisi.

  • Bebas dari tanda malnutrisi.

Managemen nutrisi

  • Kaji pola makan klien

  • Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

  • Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

  • kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

  • tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

  • monitor intake nutrisi dan kalori

  • Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.


Nutritional terapi

      • kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

      • berikan makanan melalui NGT k/p

      • berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

      • monitor penurunan dan peningkatan BB

      • monitor intake kalori dan gizi


3

Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, kerusakan persepsi sensori, penurunan kekuatan otot.

Setelah dilakukan Askep …. jam diharapkan terjadi peningkatan mobilisasi, dengan criteria:

Level mobilitas:

  • Peningkatan fungsi dan kekuatan otot

  • ROM aktif / pasif meningkat

  • Perubahan pposisi adekuat.

  • Fungsi motorik meningkat.

  • ADL optimal


Latihan : gerakan sendi (ROM)

  • Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik

  • Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan

  • Kolaborasi dg fisioterapi utk program latihan

  • Kaji lokasi nyeri/ ketidaknyamanan selama latihan

  • Jaga keamanan klien

  • Bantu klien utk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun aktif.

  • Beri reinforcement ppositif setipa kemajuan


Terapi latihan : kontrol otot

  • Kaji kesiapan klien utk melakukan latihan

  • Evaluasi fungsi sensorik

  • Berikan privacy klien saat latihan

  • kaji dan catat kemampuan klien utk keempat ekstremitas, ukur vital sign sebelum dan sesudah latihan

  • Kolaborasi dengan fisioterapi

  • Beri reinforcement ppositif setipa kemajuan


4

Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak.

Setelah dilakukan askep …. jam, kemamapuan komunitas verbal meningkat,dg criteria:

Kemampuan komunikasi:

  • Penggunaan isyarat

  • nonverbal

  • Penggunaan bahasa tulisan, gambar

  • Peningkatan bahasa lisan

Komunikasi : kemampuan penerimaan.

  • Kemampuan interprestasi meningkat

Mendengar aktif:

  • Kaji kemampuan berkomunikasi

  • Jelaskan tujuan interaksi

  • Perhatikan tanda nonverbal klien

  • Klarifikasi pesan bertanya dan feedback.

  • Hindari barrier/ halangan komunikasi


Peningkatan komunikasi: Defisit bicara

  • Libatkan keluarga utk memahami pesan klien

  • Sediakan petunjuk sederhana

  • Perhatikan bicara klien dg cermat

  • Gunakan kata sederhana dan pendek

  • Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan.

  • Beri reinforcement positif

  • Dorong keluarga utk selalu mengajak komunikasi denga klien


5

Sindrom defisit self-care: b.d kelemahan, gangguan neuromuskuler, kerusakan mobilitas fisik

Setelah dilakukan askep … jam, self-care optimal dg kriteria :

  • Mandi teratur.

  • Kebersihan badan terjaga

  • kebutuhan sehari-hari (ADL) terpenuhi

Self-care assistant.

  • Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari – hari

  • Sediakan kebutuhan yang diperlukan untuk ADL

  • Bantu ADL sampai mampu mandiri.

  • Latih klien untuk mandiri jika memungkinkan.

  • Anjurkan, latih dan libatkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhan klien sehari-hari

  • Berikan reinforcement positif atas usaha yang telah dilakukan klien.


6

Risiko infeksi b.d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasif

Setelah dilakukan askep … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dengan KH:

  • Tidak ada tanda-tanda infeksi

  • status imune klien adekuat

  • V/S dbn,

  • AL dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Pertahankan teknik isolasi.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan dresing infus, DC setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Pertahankan teknik isolasi bila perlu.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.

7

Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan dan keterbatasan kognitif


Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

  • Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan

  • Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

Mengajarkan proses penyakit

  • Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

  • Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

  • Identifikasi penyebab penyakit

  • Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

  • Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

  • Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

  • Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

8

Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan imobil


Setelah dilakukan askep .. jam pasien tdk mengalami konstipasi dg KH:

  • Pasien mampu BAB lembek tanpa kesulitan


Konstipation atau impaction management

  • Monitor tanda dan gejala konstipasi

  • Monitor pergerakan usus, frekuensi, konsistensi

  • Identifikasi diet penyebab konstipasi

  • Anjurkan pada pasien untuk makan buah-buahan dan makanan berserat tinggi

  • Mobilisasi bertahab

  • Anjurkan pasien u/ meningkatkan intake makanan dan cairan

  • Evaluasi intake makanan dan minuman

  • Kolaborasi medis u/ pemberian laksan kalau perlu

9

Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan

sete lah dilakukan askep ... jam status menelan pasien dapat berfungsi

Mewasdai aspirasi

  • monitor tingkat kesadaran

  • monitor status paru-paru

  • monitor jalan nafas

  • posisikan 30-400

  • berikan makan / NGT jika memungkinkan

  • hindari memberikan makan peroral jika terjadi penurunan kesadaran

  • siapkan peralatan suksion k/p

  • tawarkan makanan atau cairan yang dapat dibentuk menjadi bolus sebelum ditelan

  • potong makanan kecil-kecil

  • gerus obat sebelum diberikan

  • atur posisi kepala 30-450 setelah makan

Terapi menelan

  • Kolaborasi dengan tim dalam merencanakan rehabilitasi klien

  • Berikan privasi

  • Hindari menggunakan sedotan minum

  • Instruksikan klien membuka dan menutup mulut untuk persiapan memasukkan makanan

  • Monitor tanda dan gejala aspirasi

  • Ajarkan klien dan keluarga cara memberikan makanan

  • Monitor BB

  • Berikan perawatan mulut

  • Monitor hidrasi tubuh

  • Bantu untuk mempertahankan intake kalori dan cairan

  • Cek mulut adakah sisa makanan

  • Berikan makanan yang lunak.

10

Risiko trauma/injuri berhubungan dengan penurunan kesadaran


Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :

  • Klien dalam posisi yang aman dan bebas dari injuri

  • Klien tidak jatuh


Manajemen kejang

  • monitor posisi tidur klien

  • Pertahankan kepatenan jalan nafas

  • Beri oksigen

  • Monitor status neurologi

  • Monitor vital sign

  • Catat lama dan karakteristik kejang (posisi tubuh, aktifitas motorik, prosesi kejang)

  • Kelola medikasi sesuai order



Manajemen lingkungan

  • Identifikasi kebutuhan keamanan klien

  • Jauhkan benda yang membahayakan klien

  • pasang bed plang

  • Sediakan ruang khusus

  • Berikan lingkungan tenang

  • Batasi pengunjung

  • Anjurkan pada keluarga untuk menunggu/berada dekat klien

























TETANUS



  1. Pengertian

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara paroksisimal dan diikuti oleh kekakuan otot seluruh badan, khususnya otot-otot massester dan otot rangka.


  1. Penyebab

Spora bacterium clostridium tetani (C. Tetani). Kuman ini mengeluarkan toxin yang bersifat neurotoksik (tetanospasmin) yang menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Termasuk bakteri gram positif. Bentuk: batang. Terdapat: di tanah, kotoran manusia dan binatang (khususnya kuda) sebagai spora, debu, instrument lain. Spora bersifat dorman dapat bertahan bertahun-tahun (> 40 tahun)


  1. Tanda dan gejala

Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:

  1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut (trismus)

  2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:

    1. Otot leher

    2. Otot dada

    3. Merambat ke otot perut

    4. Otot lengan dan paha

    5. Otot punggung, seringnya epistotonus

  3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)

  4. Iritabilitas

  5. Demam

Gejala penyerta lainnya:

  1. Keringat berlebihan

  2. Sakit menelan

  3. Spasme tangan dan kaki

  4. Produksi air liur

  5. BAB dan BAK tidak terkontrol

  6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

Berdasarkan tipe tetanus

  1. Tetanus local

    • Kekakuan sekelompok otot yang dekat dengan invasi kuman

    • Nyeri terus menerus, unyreling → awal kelainan general

    • anti toksin yang beredar tidak cukup menetralkan toksin yang menumpuk di sekitar tempat masuk

    • Dapat berlangsung beberapa minggu atau bulan → hilang tanpa bekas

    • Tetanus ringan, kematian 1%

2. Tetanus sefalik

    • Port d’entre di kepala, leher, mata, telinga atau (jarang) pasca tonsilektomi

    • Inkubasi 1-21 hari

    • Kelumpuhan saraf II (optikus), IV (troklearis), VII (fasialis), IX (glosofaringeus), X (S. vagus), XI (hipoglosus), sendiri atau kombinasi

    • Prognosis jelek

3. Tetanus generalisata

    • Port d’entri: luka tusuk dalam, furunkulosis, cabut gigi, embedded splinter, ulkus dekubiti, tusukan jarum tidak steril, fraktura komplikata yang menjadi supuratif

    • mengenai seluruh otot skelet

    • Tanda: irritable, trismus (kekakuan otot wajah) → muka meringis, sulit menelan, kaku kuduk, otot punggung →epistotonus (punggung melengkung) dengan lengan fleksi dan abduksi, kaku otot abdomen, disfagia, fotofobia

    • Kejang generalisata mudah timbul dengan pacu ringan seperti :sentuhan angina, suara, cahaya terang, hentakan tempat tidur, rabaan

    • uji laboratorium tidak mempunyai peran diagnostic





  1. Patofisiologi

Keadaan anaerob clostridium tetani

(luka kontaminasi, dsb)



clostridium tetani hidup & berkebang biak → mengeluarkan toxin



toxin diabsorbsi ujung saraf motorik toxsin diabsorbsi susunan limfatik



melalui sumbu silindrik melalui sirkulasi darah arteri


SSP

Nyeri PK toxaemia

Risk. Trauma

Kejang otot



Otot rahang & leher opistotonus pada perut opistotonus sepanjang tl belakang



Trismus ggn gerak otot pernafasan ggn otot inguinal



Ggn menelan asfiksia, sianosis retensi urine



Ketidakseimbangan nutrisi ketidakefektifan pola nafas Gg.Pola eliminasi BAK

Kurang dari kebutuhan tubuh

Risk aspirasi

Defisit vol. Cairan

Gg. kom. Verbal




Waktu inkubasi (mulai masuknya spora sampai munculnya manifestasi klinik) umumnya 2-21 hari, dapat hanya 1 hari tapi juga dapat sampai berbulan-bulan, ada hubungan antara inkubasi dengan jarak tempat invasi kuman sampai SSP (susunan saraf pusat.



  1. Faktor Resiko Tetanus

Tetanus beresiko terjadi pada bayi baru lahir, anak-anak, dewasa muda dan orang tua yang tidak mendapatkan immunisasi atau dapat imunisasi yang didapat tidak adekuat, pengguna obat-obat dengan infeksi.


  1. Diagnosis

1. Riwayat dan temuan secara fisik

Kenaikan tonus otot skelet: trismus, kontraksi otot-otot kepala/wajah dan mulut, perut papan

2. Pemeriksaan laboratorium

Kultur luka (mungkin negative)

Test tetanus anti bodi

  1. Tes lain untuk menyingkirkan penyakit lain seperti meningitis, rabies, epilepsy dll


  1. Pemeriksaan penunjang

  • EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler (Torsaderde pointters)

  • Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar fosfat dalam serum meningkat.

  • Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.


  1. Penatalaksanaan

    1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)

      1. hiperimun globulin (paling baik)

Dosis: 3.000-6.000 unit IM

Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan

Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus barier darah-otak

      1. Antitoksin kuda

Serum anti tetanus (ATS) menetralisir toksin yang masih beredar.

Dosis: 100.000 unit, dibagi dalam 50.000 unit IM dan 50.000 unit IV, pelan setelah dilakukan skin test

    1. Perawatan luka

  1. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka (jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang biak)

  2. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV) selama 10 hari

  3. Alternatif

Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis

Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.

Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.

    1. Berantas kejang

      1. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang

      2. Preparat anti kejang

      3. Barbiturat dan Phenotiazim

        • Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila dirangsang

        • Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus

        • Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam: mungkin 2-6 minggu

    2. Terapi suportif

      1. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang

      2. Perawatan umum, oksigen

      3. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi

      4. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.

      5. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin


  1. Komplikasi

    1. Hipertensi

    2. Kelelahan

    3. Asfiksia

    4. Aspirasi pneumonia

    5. Fraktur dan robekan otot

Mortalitas 44-55%. Faktor yang berpengaruh jelek adalah: luasnya otot yang terlibat, panas tinggi, masa inkubasi yang pendek. Kematian biasanya terjadi pada minggu pertama sakit


  1. Pencegahan

    1. Imunisasi tetanus

Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan

    1. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak

    2. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.

Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun

    1. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.

    2. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya


K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan tetanus antara lain:

      1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekresi sekrit akibat kerusakan otot-otot menelan.

      2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi)

      3. Resiko apirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran, gangguan menelan

      4. Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler

      5. Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi otot (kejang), irritabilitas

      6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan reflek menelan, intake kurang

      7. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer, prosedur invasive

      8. Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan.

      9. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan kerusakan sensori motor.

      10. Sindrome defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

      11. Defisit pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap sumber informasi.

      12. Kerusakan komunikasi verval b/d penurunan sirkulasi darah keotak


























RENPRA TETANUS


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus


Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn.

Airway manajemenn

  • Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan.

  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

  • Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas.

  • Pasang ET jika memeungkinkan

  • Lakukan terapi dada jika memungkinkan

  • Keluarkan lendir dengan suction

  • Asukultasi suara nafas

  • Lakukan suction melalui ET

  • Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

  • Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan


Airway Suction

  • Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal

  • Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

  • Informasikan pada keluarga tentang suction

  • Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk memudahkan suction

  • Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual.

  • Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk melakukan prosedur tracheal suction.

  • Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum, selama, san sesudah suction.

  • Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.

  • Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah dilakukan suction trachea.

  • Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien bradicardia.

  • Catat type dan jumlah sekresi dengan segera


2

Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik


Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

3

Risiko aspirasi b/d tidak efektifnya refllek menelan.

Setelah dilakukan askep … jam tidak terjadi aspirasi dg KH;

  • Terjadi peningkatan reflek menelan

  • Bertoleransi thdp intake oral & sekresi tanpa aspirasi

  • Jalan nafas bersih.

Pencegahan aspirasi

  • Cek residu sebelum pemberian M/M / NGT

  • Monitor td aspirasi selama proses pemberian M/M ( batuk, tersedak, saliva)

  • Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, reflek menelan dan kemampuan menelan

  • Monitor status paru dan V/S

  • Berikan oxigenasi

  • Kolaborasi u/ terapi okupasi

  • Ajarkan pada keluarga cara memberikan M/M


4

Perfusi jaringan tidak efektif b/d kerusakan transport oksigen melalui alveolar dan atau membran kapiler


Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status sirkulasi

Dg KH: Perfusi jaringan adekuat, tidak ada edem palpebra, akral hangat, kulit tdk pucat, urin output adekuat respirasi normal.

Perawatan sirkulasi : arterial insuficiency

  • Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas).

  • Evaluasi nadi, oedema

  • Inspeksi kulit dari luka

  • Palpasi anggota badan dengan lebih

  • Kaji nyeri

  • Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi.

  • Berikan therapi antikoagulan.

  • Rubah posisi pasien jika memungkinkan

  • Monitor status cairan intake dan output

  • Berikan makanan yang adekuat untuk menjaga viskositas darah

5

Risiko trauma/injuri berhubungan dengan peningkatan koordinasi otot (kejang), irritabilitas


Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :

  • Klien dalam posisi yang aman dan bebas dari injuri

  • Klien tidak jatuh

  • Pasien mengenal metode mencegah cedera

Manajemen kejang

  • monitor posisi kepala dan mata selama kejang berlangsung

  • gunakan pakaian yang longgar

  • Temani/tetap bersama klien selama kejang berlangsung

  • Pertahankan kepatenan jalan nafas

  • Beri oksigen

  • Monitor status neurologi

  • Monitor vital sign

  • Catat lama dan karakteristik kejang (posisi tubuh, aktifitas motorik, prosesi kejang)

  • Kelola medikasi antikonvulsan


Manajemen lingkungan

  • Identifikasi kebutuhan keamanan klien

  • Jauhkan benda yang membahayakan klien

  • pasang side rails

  • Sediakan ruang khusus

  • batasi stimulasi lingkungan (suara, sentuhan, cahaya)

  • Batasi pengunjung

  • Anjurkan pada keluarga untuk menunggu/berada dekat klien

6

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan b.d faktor biologis

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

  • Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

  • Identifikasi kebutuhan nutrisi.

  • Bebas dari tanda malnutrisi.

Managemen nutrisi

  • Kaji pola makan klien

  • Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

  • Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

  • kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

  • tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

  • monitor intake nutrisi dan kalori

  • Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.


Nutritional terapi

      • kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

      • berikan makanan melalui NGT k/p

      • berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

      • monitor penurunan dan peningkatan BB

      • monitor intake kalori dan gizi

7

Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive


Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

  • Bebas dari tanda dangejala infeksi.

  • Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

  • Angka leukosit normal.

Kontrol infeksi.

      • Batasi pengunjung.

      • Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

      • Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

      • Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.

      • Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

      • Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

      • Anjurkan istirahat.

      • Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

      • Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

      • Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena).

Proteksi infeksi.

      • Monitor tanda dan gejala infeksi.

      • Monitor WBC.

      • Anjurkan istirahat.

      • Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.

      • Batasi jumlah pengunjung.

      • Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup

8

Gangguan menelan berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler otot menelan

sete lah dilakukan askep ... jam status menelan pasien dapat berfungsi

Mewasdai aspirasi

  • monitor tingkat kesadaran

  • monitor status paru-paru

  • monitor jalan nafas

  • posisikan 900 /semaksimal mungkin

  • berikan makan dalam jumlah sedikit

  • cek NGT sebelum memberikan makanan

  • hindari memberikan makan bila masih banyak

  • siapkan peralatan suksion k/p

  • tawarkan makanan atau cairan yang dapat dibentuk menjadi bolus sebelum ditelan

  • potong makanan kecil-kecil

  • gerus obat sebelum diberikan

  • atur posisi kepala 30-450 setelah makan

Terapi menelan

  • Kolaborasi dengan tim dalam merencanakan rehabilitasi klien

  • Berikan privasi

  • Hindari menggunakan sedotan minum

  • Instruksikan klien membuka dan menutup mulut untuk persiapan memasukkan makanan

  • Monitor tanda dan gejala aspirasi

  • Ajarkan klien dan keluarga cara memberikan makanan

  • Monitor BB

  • Berikan perawatan mulut

  • Monitor hidrasi tubuh

  • Bantu untuk mempertahankan intake kalori dan cairan

  • Cek mulut adakah sisa makanan

  • Berikan makanan yang lunak.

9

Gangguan eliminasi BAB berhubungan dengan kerusakan sensori motor


Setelah dilakukan askep .. jam pasien tdk mengalami konstipasi dg KH:

  • Pasien mampu BAB lembek tanpa kesulitan


Konstipation atau impaction management

  • Monitor tanda dan gejala konstipasi

  • Monitor pergerakan usus, frekuensi, konsistensi

  • Identifikasi diet penyebab konstipasi

  • Anjurkan pada pasien untuk makan buah-buahan dan makanan berserat tinggi

  • Mobilisasi bertahab

  • Anjurkan pasien u/ meningkatkan intake makanan dan cairan

  • Evaluasi intake makanan dan minuman

  • Kolaborasi medis u/ pemberian laksan kalau perlu

10

Sindrom defisit Self care b.d kelemahan, penyakitnya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam kebutuhan ps sehari hari terpenuhi dengan criteria hasil :

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari makan, moblisasi secara minimal, kebersihan, toileting dan berpakaian bertahap

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi


Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.

11

Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan dan keterbatasan kognitif


Setelah dilakukan askep … jam pengetahuan keluarga klien meningkat dg KH:

  • Keluarga menjelaskan tentang penyakit, perlunya pengobatan dan memahami perawatan

  • Keluarga kooperativedan mau kerjasama saat dilakukan tindakan

Mengajarkan proses penyakit

  • Kaji pengetahuan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit dan tanda gejala penyakit

  • Beri gambaran tentaang tanda gejala penyakit kalau memungkinkan

  • Identifikasi penyebab penyakit

  • Berikan informasi pada keluarga tentang keadaan pasien, komplikasi penyakit.

  • Diskusikan tentang pilihan therapy pada keluarga dan rasional therapy yang diberikan.

  • Berikan dukungan pada keluarga untuk memilih atau mendapatkan pengobatan lain yang lebih baik.

  • Jelaskan pada keluarga tentang persiapan / tindakan yang akan dilakukan

12

Kerusakan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi ke otak.

Setelah dilakukan askep … jam, kemamapuan komunikasi verbal meningkat, dg KH:

  • Penggunaan isyarat

Nonverbal

  • Penggunaan bahasa tulisan, gambar

  • Peningkatan bahasa lisan


Mendengar aktif:

        • jelaskan tujuan interaksi

        • Perhatikan tanda non verbal klien

        • Klarifikasi pesan bertanya dan feedback.

        • Hindari barrier/ halangan komunikasi


Peningkatan komunikasi: Defisit bicara

        • Libatkan keluarga utk memahami pesan klien

        • Sediakan petunjuk sederhana

        • Perhatikan bicara klien dg cermat

        • Gunakan kata sederhana dan pendek

        • Berdiri di depan klien saat bicara, gunakan isyarat tangan.

        • Beri reinforcement positif

        • Dorong keluarga utk selalu komunikasi denga klien


Related Post



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Archives

Pengunjung


widgeo.net

Ayat Al Quran

Follower

© Copyright 2010. wahidnh.blogspot.com . All rights reserved | wahidnh.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com| Modified by wahidnh.blogspot.com