Jumat, 23 Maret 2012

LP dan askep APENDICITIS

| Jumat, 23 Maret 2012 | 0 komentar

APENDICITIS



  1. Pengertian

Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.

Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.

Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.

Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.


  1. Etiologi

  • Penyebab belum pasti

  • Faktor yang berpengaruh:

  • Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).

  • Infeksi: E. Coli dan steptococcus.

  • Tumor


  1. Patognesis

Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:

    1. Adanya isis lumen

    2. Derajat sumbatan yang terus menerus

    3. Sekresi mukus yang terus menerus

    4. Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks

Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri McBurney akan muncul setelah terjadi sumbatan ± 2 hari


  1. P

    Sumbatan:

    • Sekresi mucus

    • Tekanan intra lumen ↑

    • Gangguan drainase limphe

    • Oedema + kuman

    • Ulserasi mukosa

    at
    ofisiologi


Appendiks akut fokal:

Nyeri viseral ulu hati karena regangan mukosa


Appendiks supuratif:

Tekanan intra lumen ↑↑:

  • Gangguan vena

  • Thrombus

  • Iskemia + kuman

  • Pus

Nyeri pada titik McBurney peritonitis lokal



Appendiks gangrenosa

Tekanan intra lumen ↑↑↑:

  • Gangguan arteri

  • Nekrosis + kuman

  • gangren

Peritonitis

Peritonitis umum



Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimplamasi berisi pus.

Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:

  1. Sembuh

  2. Kronik

  3. Perforasi

  4. Infiltrat → abses


  1. Manifestasi Klinik

    1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.

    2. Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.

    3. Nyeri tekan lepas dijumpai

    4. Terdapat konstipasi atau diare

    5. Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum

    6. Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal

    7. Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.

    8. Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis

    9. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.

    10. Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.

    11. Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.


  1. Pemeriksaan Diagnosis

      1. Anamnesa

        1. Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik McBurney).

        2. Muntah (rangsang visceral)

        3. Panas (infeksi akut)

      2. Pemeriksaan fisik

        1. Status generalis

          • Tampak kesakitan

          • Demam (≥37,7 oC)

          • Perbedaan suhu rektal > ½ oC

          • Fleksi ringan art coxae dextra

        2. Status lokalis

        3. Defenmuskuler (+) → m. Rectus abdominis

        4. Rovsing sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.

        5. Psoas sign (+) → m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga meradang.

        6. Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis.

        7. Peritonitis umum (perforasi)

            • Nyeri diseluruh abdomen

            • Pekak hati hilang

            • Bising usus hilang.

        8. Rectal touché: nyeri tekan pada jam 9-12

Alvarado score:

Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendiksitis akut atau bukan, meliputi 3 simtom, 3 sign dan 2 laboratorium:

    1. Appendiksitis pain 2 point

    2. Lekositosis (>10 ribu) 2 point

    3. Vomitus 1 point

    4. Anoreksia 1 point

    5. Erbound Tendenees Fenomen 1 point

    6. Degre of celsius (>37OC) 1 point

    7. Observation of hemogram (segmen> 72%) 1 point

    8. Abdominal migrate pain 1 point

Total point 10

      1. pemeriksaan penunjang

        1. laboratorium

    • Hb normal

    • Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3)

    • Hitung jenis: segmen lebih banyak

    • LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)

        1. Rongent: appendicogram Hasil positif berupa:

    • Non-filling

    • Partial filling

    • Mouse tail

    • Cut off

Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.

  1. Diagnosa Banding

  1. Divertikel Mackeli

  2. Batu ureter

  3. Enteritis regional, gastroenteritis

  4. Batu empedu


  1. Pankreatitis

  2. Cystitis

  3. infeksi panggul

  4. Torsi kista ovari


  1. Penatalaksanaan

    1. Appendiktomi cito (app akut, abses dan perforasi)

    2. Appendiktomi elektif (app kronik)

    3. Konservatif kemudian operasi elektif (app infiltrate)

Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegagkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegagkan. Appendiktomi dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan dengan spinal anastesi atau anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi.

  1. Kompilkasi

Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidensi perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7OC atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.


  1. Persiapan preoperative

Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang. Enema tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi.


  1. Penanganan posoperatif

Tempatkan pasien pada posisi semifouler karena dapat mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri. Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara intravena. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.












  1. Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul:

Preoperatif:

  • Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi

  • Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)









Pasca operatif:

  • Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan pada apendiktomi)

  • Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekut b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa)

  • Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan

  • Pk: perdarahan








RENPRA APP



No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan pada apendiktomi)


Setelah dilakukan askep selama …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dg KH:

  • klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3

  • ekspresi wajah tenang dan klien mampu istirahat

  • V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt)


Manajemen nyeri :

  • Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


2

Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya b/d kurang paparan sumber informasi, terbatasnya kognitif


Setelah dilakukan askep selama ..... jam, pengetahuan klien meningkat dg KH:

  • Keluarga mampu menjelaskan kembali tentang apa yang telah dijelaskan (penyakit, perawatannya dan pengobatannya)

  • Keluarga kooperative dan mau kerjasama saat dilakukan tindakan



Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

  • Sediakan / berikan informasi tentang kondisi klien

  • Siapkan / berikan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

  • Sediakan / berikan informasi tentang diagnosa klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan


3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekut b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa)


Setelah dilakukan askep selama ….. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • kaji pola makan klien

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

  • Kolaborasi dg ahli gizi tentang dietnya jika perlu


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Monitor lingkungan selama makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.


4

Risiko infeksi b/d tindakan invasive, insisi post pembedahan, penurunan daya tahan tubuh primer

Setelah dilakukan askep selama … jam infeksi terkontrol dan terdeteksi dg KH:

  • Tidak ada td-td infeksi.

  • Al normal v/s dbn

  • v/s dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung (UP)

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka, drainage dan dresing infus, kateter setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Pertahankan teknik isolasi bila perlu.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.


  • Ambil kultur jika perlu

  • Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.

  • Laporkan jika kultur positif.


5

PK: Perdarahan

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi.

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat HG, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi
































BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)




I. PENGERTIAN

Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).

Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.

Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna.



II. PATOFISIOLOGI

Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.


III. ETIOLOGI

Penyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen (Anonim,FK UI,1995). Pada umur diatas 50 tahun, pada orang laki-laki akan timbul mikronodule dari kelenjar prostatnya.





1V. GAMBARAN KLINIS

Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:

  1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).

  2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow. (Anonim,FK UI,1995).


    1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Pemeriksaan colok dubur

Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan engan mengukur urine yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.

  1. Pemeriksaan laboratorium

    1. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin.

    2. Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.

  2. Pemeriksaan radiologi :

  1. Foto polos abdomen

  2. BNO-IVP

  3. Systocopy

  4. Cystografi

  1. USG.



VI. PENATALAKSANAAN

  1. Terapi medikamentosa

    1. Penghambat andrenergik , misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin atau 1a (tamsulosin).

    2. Penghambat enzim 5--reduktase, misalnya finasteride (Poscar)

    3. Fitoterapi, misalnya eviprostat

  2. Terapi bedah : Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :

  1. Retensio urin berulang

  2. Hematuria

  3. Tanda penurunan fungsi ginjal

  4. Infeksi saluran kencing berulang

  5. Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel,hidroureter, dan hidronefrosis.

  6. Ada batu saluran kemih.


Macam-macam tindakan pada klien BPH :

1. PROSTATEKTOMI

Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :

a. Prostatektomi Supra pubis.

Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.

b. Prostatektomi Perineal.

Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.

c. Prostatektomi retropubik.

Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa

prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.


2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).

Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.


3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )

TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.

TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).

Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.

TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.



VII. KOMPLIKASI

  1. Perdarahan.

  2. Pembentukan bekuan

  3. Obstruksi kateter

  4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.

Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah sembuh.

  1. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.

  2. Infeksi











VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri fisik, pembedahan

  2. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat, prosedur invasif.

  3. Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya berhubungan dengan kurang familier terhadap informasi, kognitif.

  4. Defisit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya

  5. PK : Perdarahan












RENPRA BPH



No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri Akut berhubungan dengan Agen injuri fisik (pembedahan)

Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:

  • klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3

  • Ekspresi wajah tenang & dapat istirahat, tidur.

  • v/s dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt).

Manajemen nyeri :


  • Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Berikan lingkungan yang tenang

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor V/S

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


2

Resiko infeksi b/d pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, prosedur invasif, luka pembedahan.


Setelah dilakukan askep …. jam infeksi terkontrol dan terdeteksi dg KH:

  • bebas dari tanda dan gejala infeksi,

  • angka lekosit normal (4-11.000)

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.

  • Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya

  • Ambil kultur jika perlu

  • Dorong klien untuk intake nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Anjurkan istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Ajari dan anjurkan klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.


3

Kurang pengetahuan ttng penyakit, perawata,pengobatan

Nya d/g kurang familier terhadap informasi, terbatasnya kognitif.

Setelah dilakukan askep .... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:

  • Klien/klg mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

  • Klien /klg kooperative saat dilakukan tindakan



Teaching : Dissease Process


  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebabnya

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Berikan informasi tentang perkembangan klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

  • kolaborasi dg tim yang lain.

4

Sindrom defisit self care b/d kelemahan dan nyeri, penyakitnya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri

Dg KH:

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri makan, kebersihan, berpakaian, toileting dan ambulasi)


  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan dan ambulasi

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement positip atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan sehari hari.

5

PK: Perdarahan

Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan dan klien mengalami peningkatan Hb/> 10 gr %

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi (drainage, urine)

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat Hb, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi




























CA REKTI


A. PenGERTIAN

Kanker rektum adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal di Amerika.Penyebab nyata dari kanker rektum tidak diketahui, tetapi faktor riwayat kanker kolon dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diit tinggi lemak, protein dan daging serta rendah serat.

B. Patofisiologi

Kanker rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya, Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubun yang lain (paling sering ke hati).

C. Pathway

Kolithis Ulceratif Kebiasaan makan (tinggi karbohidarat, rendah serat)


Polimerisasi karsinogen membuat

DNA baru


Fsktor genetik polip colon

Kerusakan DNA


Penggabungan DNA asing dan induk


Sintetis RNA baru


Mitosis dipercepat


Transformasi kanker


Pertumbuhan liar sel ganas


Perdarahan peranus Ca Rekti Perubahan kebiasaan defikasi (konstipasi, diare)


PK : perdarahan

PK: anemia


Nyeri : akut/kronis Hemorhoid anoreksia

-ketidakseimbangan nutrisi

Cemas -Mual

D. TANDA DAN GEJALA

Gejala paling menonjol adalah :

  • Perubahan kebiasaan defekasi

  • Pasase darah dalam feses

Gejala lain berupa

  • Anemi yang tidak diketahu sebabnya

  • Anoreksia

  • Penurunan berat badan

  • Keletihan


E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Diagnosis kanker rekti dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, colok dubur dan rekto sigmoidoskopi


F. KOMPLIKASI

  • Obstrusi usus partial atau lengkap

  • Hemorhargi

  • Perfosi dan dapat mengakibatkan pembentukan abses

  • Peritonotis


G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindakan bedah, dengan tujuan utamanya memperlancar saluran cerna. Kemotrapi dan raiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.

Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.

Prosedur pembedahan pilihan adalah :

  • Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik).

  • Reseksi abdominoperineal dengan kolostoti sigmoid permanen / pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal

  • Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta reanastomosisi lanjut dari kolostomi. (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum resekai )

  • Kolostomi permanen (unuk menyembuhkan lesi obstrusi yang tidak dapat direseksi)



KOLOSTOMI


A. Pengertian

  • Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhizen, 1991)


  • Pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses (Randy,1987)

  • Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka untuk mengeluarkan feses (Evelyn, 1991, Pearce,1993)


B. Jenis-jenis Kolostomi

Kolostomi dibuat berdasarkan berbagai indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara

1. Kolostomi permenen

Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan atau pengangkatan kolon sigmoid atau rektum sehingga tidak memungkinkan feses keluar melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barel (dengan satu ujung lubang)

2. Kolostomi temporer/sementara

Pembuatan kolostomi biasanay untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer inimenpunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.

Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu pertama pot kolostomi biasanya masih terjasi pembengkakan sehingga stoma tampak membesar.

Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparatomi (pembukaan diding abdomen). Luka laparatomi sangat beresiko mengalami infeksi karena letaknya bersebelahan denga lubang stoma yang kemunglinan banyak mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka.

Kantong/bag harus segera diganti dengankantong yang baru jika telah terisi feses atau jika kantong bocor dan feses cair mengotori abdomen. Juga harus dipertahankan kulit di sekitar stoma tetap kering, penting untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.

Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zalf/salep atau segera konsultsikan pada dokter ahli. Pada pasien yang alergi mungli perlu dipikirkan untu modifikasi kantong agar kulit tidak teriritasi.


C. Komplikasi Kolostomi

1. Obtruksi/penyumbatan

Penyumbatn dapt disebabakan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulir dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbata, pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengankolostomi permanen tindakan irigasi perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya sensiri di rumah.

2. Infeksi

3. Retraksi stoma/mengkerut

Stoma menglami pengiktan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk di sekitar stoma yang mengalami pengkerutan.

4. prolap pada stoma

Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karen fiksasi struktur penyokong stoma yang kurang adekuat pada saat pembedahan.

5. Perdarahan.


B. Diagnosa keperawatan

1. Diagnosa keperawatan utama mencakup antara lain:

Preoperatif:

  • Kurang pengetahuan tentang Ca Rekti dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi

Pasca operatif:

  • Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan)

  • Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan, imunitas tubuh primer menurun

  • PK: Perdarahan

  • Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya, nyeri

















RENPRA CA REKTI


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri Akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:

  • klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3

  • Ekspresi wajah tenang & dapat istirahat, tidur.

  • v/s dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt).

Manajemen nyeri :

  • Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Berikan lingkungan yang tenang

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Monitor V/S

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2

Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:

  • bebas dari gejala infeksi,

  • angka lekosit normal (4-11.000)

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup

  • Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.

  • Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.


3

Kurang pengetahuan ttng penyakit, perawata,pengobatan

Nya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif

Setelah dilakukan askep....jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:

  • Klien/klg mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

  • Klien /klg kooperative saat dilakukan tindakan



Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebabnya

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Berikan informasi tentang perkembangan klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan


4

Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, penyakitnya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri

Dg KH:

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement positip atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan sehari hari.


5

PK: Perdarahan

Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan dan klien mengalami peningkatan Hb/> 10 gr %

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat Hb, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi


















CEDERA KEPALA




A. PENGERTIAN

Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)

Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)


B. ETIOLOGI

1. Kecelakaan lalu lintas

2 Kecelakaan kerja

3. Trauma pada olah raga

4. Kejatuhan benda

5. Luka tembak


C. KLASIFIKASI

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan

  1. Mekanisme Cedera kepala

Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.



  1. Beratnya Cedera

Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala

    1. Cedera Kepala Ringan (CKR).

GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma

    1. Cedera Kepala Sedang ( CKS)

GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

c. Cedera Kepala Berat (CKB)

GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.

Skala Koma Glasgow

No

RESPON

NILAI

1

Membuka Mata :

  • Spontan

  • Terhadap rangsangan suara

  • Terhadap nyeri

  • Tidak ada



4

3

2

1

2

Verbal :

  • Orientasi baik

  • Orientasi terganggu

  • Kata-kata tidak jelas

  • Suara tidak jelas

  • Tidak ada respon



5

4

3

2

1

3

Motorik :

  • Mampu bergerak

  • Melokalisasi nyeri

  • Fleksi menarik

  • Fleksi abnormal

  • Ekstensi

  • Tidak ada respon



6

5

4

3

2

1

Total

3-15


3. Morfologi Cedera

Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :

  1. Fraktur kranium

Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.

Tanda-tanda tersebut antara lain :

    • Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)

    • Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )

    • Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan

    • Parese nervus facialis ( N VII )

Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.

  1. Lesi Intrakranial

Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.

Termasuk lesi lesi local ;

      • Perdarahan Epidural

      • Perdarahan Subdural

      • Kontusio (perdarahan intra cerebral)

Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).

1) Perdarahan Epidural

Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.

Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung

  1. Perdarahan subdural

Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.

  1. Kontusio dan perdarahan intracerebral

Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut


  1. Cedera Difus

Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.

Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.


    1. PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA

Akibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan fragmentasi jaringan dan kontusio atau akan mengakibatkan cedera jaringan otak sehingga menyebabkan sawar darah otak (SDO) rusak yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial ), yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis ( penurunan PH dan peningkatan PCO2) dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut. Siklus ini akan berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema. Bila digambarkan adalah sebagai berikut :

Trauma Kepala, Benturan, akselerasi, deselerasi

Cedera primer / langsung cedera skunder / tidak langsung

------------------------------------------

Kerusakan saraf otak

Laserasi


ADO

Suplai nutrisi keotak


As. Laktat Perubahan metabolisme anaerob produk ATP

Vasodilatasi cerebri

Hipoxia Energi <

ADO

Edema jaringan otak Fatig

Penekanan pembuluh darah

Dan jaringan cerebral Pe TIK Nyeri akut

-mual Gg. Persepsi sensori

Perfusi jaringan tidak efektif - muntah

Kerusakan memori

Gg. Pertukaran gas Nutrisi kurang

    1. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat

dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.


    1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

      1. Pemeriksaan laboratorium

      2. X-Ray, foto tengkorak 3 posisi

      3. CT scan

      4. Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical

      5. Aeteriografi


    1. KOMPLIKASI

  1. Perdarahan intra cranial

    • Epidural

    • Subdural

    • Sub arachnoid

    • Intraventrikuler

Malformasi faskuler

    • Fstula karotiko-kavernosa

    • Fistula cairan cerebrospinal

    • Epilepsi

    • Parese saraf cranial

    • Meningitis atau abses otak

    • Sinrom pasca trauma

  1. Tindakan :

    • infeksi

    • Perdarahan ulang

    • Edema cerebri

    • Pembengkakan otak


    1. PENATALAKSANAAN

  1. Tindakan terhadap peningkatan TIK

    1. Pemantauan TIK dengan ketat.

    2. Oksigenasi adekuat

    3. Pemberian manitol

    4. Penggunaan steroid

    5. Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala

    6. Bedah neuro

  2. Tindakan pendukung lain

  1. Dukung ventilasi

  2. Pencegahan kejang

  3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.

  4. Terapi antikonvulsan

  5. CPZ untuk menenangkan pasien

  6. NGT


I. PENATALAKSANAAN TRAUMA KEPALA YANG MEMERLUKAN TINDAKAN BEDAH SARAF :

Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf, merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan satu sama lain dalam mengambil keputusan dalam melakukan tindakan pembedahan antara lain adalah sebagai berkut :

      1. Tahap I :

        1. Penilaian awal pertolongan pertama, dengan memprioritaskan penilaian yaitu :

          • Airway : Jalan Nafas

    • Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda asing

    • Bila perlu dipasang endotrakeal

          • Breathing : Pernafasan

- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator.

          • Cirkulation : Peredaran darah

    • Mengalami hipovolemik syok

    • Infus dengan cairan kristaloid

    • Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin

          • Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan

          • Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri kepala, muntah.

          • Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.

          • Monitor EKG.

        1. Diagnosis dari pemeriksaan laborat dan foto penunjang telah dijelaskan didepan.

        2. Indikasi konsul bedah saraf :

            • Coma berlangsung > 6 jam.

            • Penurunan kesadaran ( gg neurologos progresif)

            • Adanya tanda-tanda neurologist fokal, sudah ada sejak terjadi cedera kepala.

            • Kejang lokal atau umum post trauma.

            • Perdarahan intra cranial.

      1. Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan suportif.

      2. Tahap III :

              1. Indikasi pembedahan

                • Perlukaan pada kulit kepala.

                • Fraktur tulang kepala

                • Hematoma intracranial.

                • Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak

                • Subdural higroma

                • Kebocoran cairan serebrospinal.

              2. Kontra indikasi

  • Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal : rupture alat viscera ( rupture hepar, lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.

  • Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative, denyut nadi dan respirasi irregular.

              1. Tujuan pembedahan

  • Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose

  • Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak

  • Mengurangi tekanan intracranial

  • Mengontrol perdarahan

  • Menutup / memperbaiki durameter yang rusak

  • Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau kepentingan kosmetik.

              1. Pesiapan pembedahan

  • Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas

  • Pasang infuse

  • Observasi tanda-tanda vital

  • Pemeriksaan laboratorium

  • Pemberian antibiotic profilaksi

  • Pasang NGT, DC

  • Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan

      1. Tahap IV :

    1. Pembedahan spesifik

      • Debridemen

      • Kraniotomi yang cukup luas

        • EDH bila CT Scan menunjukkan lesi yang jelas, bila < 1,5 – 1 cm belum perlu operasi

        • SDH akut diperlukan craniotomy luas.

        • Hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek massa yang jelas.

        • Intra ventrikuler hematoma 9 kraniotomi – aspirasi hematoma, bila timbul tanda-tanda hidrosepalus dilakukan vpshunt)

        • Pada laserasi otak

        • Pada fraktur kepala terbuka dan fraktur yang menekan tertutup

    2. Evaluasi komplikasi yang perlu diperhatikan

          • Perdarahan ulang

          • Kebocoran cairan otak

          • Infekso pada luka atau sepsis

          • Timbulnya edea cerebri

          • Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK

          • Nyeri kepala setelah penderita sadar

          • Konvulsi


            1. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :

              1. Nyeri akut b. d agen injuri fisik

              2. Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan

              3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis.

              4. PK : Peningkatan TIK

              5. Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif

              6. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
















RENPRA TRAUMA KEPALA


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda gejala dan efek samping.

2

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, adanya luka

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:

  • Tdk ada tanda-tanda infeksi

  • AL normal

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus dan dan kateter setiap hari.


  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

  • Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu

  • Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Anjurkan istirahat yang cukup.

  • Anjurkan dan ajarkan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.

3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat k/ faktor biologis

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

  • BB stabil,

  • nilai laboratorium terkait normal,

  • tingkat energi adekuat,

  • masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB jika memungkinkan

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.

  • Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.

4

PK: PeningkatanTIK

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam perawat akan mengatasi dan mengurangi episode dari peningkatan TIK

  • Pantau tanda gejala peningkatan TIK ( kaji GCS, TV, respon pupil,, muntah, sakit kepala, letargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental)

  • Atur posisi tidur klien dengan tempat tidur bagian kepala lebuh tinggi (30-40 derajat) kecuali dikontraindikasikan.

  • Hindari massage, fleksi / rotasi leher berlebihan, stimulasi anal dengan jari, mengejan, perubahan posisi yang cepat

  • Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi.

  • berika lingkungan yang tenang dan tingkatkan istirahat

  • Pantau V/S

  • Pantau AGD

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • pantau status hidrasi

5

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatan kognitif

Setelah dilakukan askep …. Jam pengetahuan klien meningkat dg KH:

  • Klien dapat mengungkapkan kembali yg dijelaskan.

  • Klien kooperatif saat dilakukan tindakan

Pendidikan kesehatan : proses penyakit

  • Kaji pengetahuan klien.

  • Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala serta komplikasi yang mungkin terjadi

  • Berikan informasi pada keluarga tentang perkembangan klien.

  • Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.

  • diskusikan pilihan terapi

  • Berikan penjelasan tentang pentingnya tirah baring

  • jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul bila klien tidak patuh

6

Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri : dengan kritria :

  • kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)

  • klien bersih dan tidak bau.

Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

  • Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.


























FRAKTUR


  1. Pengertian:

Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi .


  1. Klasifikasi fraktur :

Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

      1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).

      2. Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :

  1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).

  2. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).

      1. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

        1. Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).

        2. Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).

        3. Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).

      2. Berdasarkan posisi fragmen :

        1. Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.

        2. Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur

      3. Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :

        1. Tertutup

        2. Terbuka (adanya perlukaan dikulit).

      4. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :

        1. Garis patah melintang.

        2. Oblik / miring.

        3. Spiral / melingkari tulang.

        4. Kompresi

        5. Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.

      5. Berdasarkan kedudukan tulangnya :

        1. Tidak adanya dislokasi.

        2. Adanya dislokasi

          • At axim : membentuk sudut.

          • At lotus : fragmen tulang berjauhan.

          • At longitudinal : berjauhan memanjang.

          • At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.


  1. Etiologi:

Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.

Fraktur dapat disebabkan oleh

    • Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.

    • Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.

    • Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.


  1. Patofisiologis :

Jenis fraktur :

  • Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran

  • Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.

  • Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.

  • Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas, Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi, merupakan yang paling berat.

Penyembuhan/perbaikan fraktur :

Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani

transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yanng rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya


  1. Manifestasi klinis:

      1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.

      2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.

      3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm

      4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.

      5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.


F. Komplikasi fraktur

    • Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring

      • Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

      • Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

      • Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.

      • Shock,

      • Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.

      • Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil

      • Infeksi

      • Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.

      • Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.


    1. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium :

Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.

Radiologi :

X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.


    1. Penanganan fraktur

Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.

  • Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur

Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.

Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.

Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.

  • Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.

  • Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;

        • Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

        • Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan

        • Memantau status neurologi.

        • Mengontrol kecemasan dan nyeri

        • Latihan isometrik dan setting otot

        • Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

        • Kembali keaktivitas secara bertahap.

Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :

  • Imobilisasi fragmen tulang.

  • Kontak frgmen tulang minimal.

  • Asupan darah yang memadai.

  • Nutrisi yang baik.

  • Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.

  • Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.

  • Potensial listrik pada patahan tulang.



FRAKTUR FEMUR


  1. Pengertian

Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat : bagian kaput, kolum atau trochanter, batang femur dan daerah lutut /suprakondiler.


  1. Klasifikasi

Ada 2 tipe utama fraktur pinggul :

  1. fraktur kolum femur : intra kapsuler

  2. fraktur trokhenter : ekstrakapsuler.

Fraktur kolum femur : penyembuhan akan lebih sulit disbandingkan dengan fraktur trokhenter, karena system pembuluh darah yang memasok darah kekaput dan kolum femur mengalami kerusakan karena fraktur.



  1. Manifestasi Klinik

  1. tungkai mengalami pemendekan

  2. adduksi dan rotasi eksterna

  3. nyeri ringan selangkangan atau sisi medial lutut


  1. Penanganan Fraktur

  1. Traksi kulit sementara untuk mereduksi spasme otot, untuk mengimobilisasi ekstremitas dan mengurangi nyeri.

  2. ORIF


  1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

  1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)

  2. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse

  3. Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas.

  4. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive

  5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang

  6. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif












RENPRA FRAKTUR


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik, fraktur

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, tingkat nyeri terkontrol dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


2

Resiko terhadap cidera b/d kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse

Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :

  • Bebas dari cidera

  • Pencegahan Cidera


Memberikan posisi yang nyaman untuk Klien:

  • Berikan posisi yang aman untuk pasien dengan meningkatkan obsevasi pasien, beri pengaman tempat tidur

  • Periksa sirkulasi periper dan status neurologi

  • Menilai ROM pasien

  • Menilai integritas kulit pasien.

  • Libatkan banyak orang dalam memidahkan pasien, atur posisi

3

Sindrom defisit self care b/d kelemahan, fraktur

Setelah dilakukan akep … jam kebutuhan ADLs terpenuhi dg KH:

  • Pasien dapat


  • melakukan aktivitas sehari-hari.

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi


Bantuan perawatan diri

    • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

    • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan


    • Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

    • Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

    • Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

    • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin


4

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, fraktur

Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan infeksi terdeteksi dg KH:

  • Tdk ada tanda-tanda infeksi

  • AL normal

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka, dainage, dresing infus dan dan kateter setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.

  • Jelaskan tanda gejala infeksi dan anjurkan u/ segera lapor petugas

  • Monitor V/S

Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi..

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

  • Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip jika perlu

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan sesuai indikasi

5

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang

Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Ambulasi :Tingkat mobilisasi, Perawtan diri Dg KH :

  • Peningkatan aktivitas fisik

Terapi ambulasi

  • Kaji kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi

  • Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan ambulasi

  • Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan

  • Ajarkan pasien berpindah tempat secara bertahap

  • Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi


Pendidikan kesehatan

  • Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya ambulasi dini

  • Edukasi pada pasien dan keluarga tahap ambulasi

  • Berikan reinforcement positip atas usaha yang dilakukan pasien.

6

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatan kognitif

Setelah dilakukan askep …. Jam pengetahuan klien meningkat dg KH:

  • Klien dapat mengungkapkan kembali yg dijelaskan.

  • Klien kooperatif saat dilakukan tindakan

Pendidikan kesehatan : proses penyakit

  • Kaji pengetahuan klien.

  • Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala serta komplikasi yang mungkin terjadi

  • Berikan informasi pada keluarga tentang perkembangan klien.

  • Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.

  • Diskusikan pilihan terapi

  • Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi dini

  • jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul


HEMORROID


A. Pengertian

Hemorroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemorroid adalah pelebaran pembuluh darah/flexus vena. Hemorroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemorroid.


B. Etiologi

  1. Kelainan organis

    • Serosis hepatic

    • Trombosis vena porta

    • Tumor intra-abdominal, terutama pelvis

  2. Idiopatik, predisposisi:

    • Herediter: kelemahan pembuluh darah

    • Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di plexus hemorrhoid akan meningkat.

    • Gravitasi: banyak berdiri

    • Tekanan intra abdominal yang meningkat: batuk kronis, mengejan.

    • Tonus spinter ani lemah

    • Obstipasi atau konstipasi kronis

    • Obisitas

    • Diit rendah serat

Pada wanita hamil faktor yang mempengaruhi timbulnya hemorrhoid adalah:

    • Tumor intra abdomen menyebabkan gangguan aliran vena daerah pelvis.

    • Kelemahan pembuluh darah waktu hamil kerena pengaruh hormon

    • Mengedan selama partus.


C. Klasifikasi

    1. Hemorroid interna:

    • Berasal dari plexus vena hemnhoidalis superior dan medius

    • Terletak diatas linea dentate atau 2/3 atas dari saluran anus.

    • Permukaannya mukosa (epitel thorax)

    • Tiga posisi utama: jam 3, jam 7, jam 11

    1. Hemorroid externa:

      • Berasal dari plexus hemorroidalis inferior

      • Terletak 1/3 bawah saluran anus

      • Permukaannya kulit (epitel gepeng/squamous)

D.Patofisiologi

Hemorrhoid interna:

Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.

Hemorrid eksterna:

Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri.


E. Manifestasi klinis

Hemorrhoid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemorroid eksterna dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemorroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemorroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemorroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.

Tanda dan gejala:

  1. Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi

  2. Prolaps:

    • Grade I : prolaps (-), perdarahan (+)

    • Grade II : prolaps (+), masuk spontan

    • Grade III : prolaps (+), masuk dengan manipul

    • Grade IV : prolaps (+), inkarserata

  3. BAB berlendir, timbul karena iritasi mukosa rectum.

  4. pruritus ani sampai dermatitis, proctitis

  5. Nyeri


Penatalaksanaan

Hemorroid interna diterapi sesuai dengan gradenya. Tetapi hemorroid eksterna selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus. Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan dan nyeri.

        • Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan:

          • Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.

          • Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.

          • Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.

        • Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid:

          • Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya

          • Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil.

        • Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal

Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan infeksi perianal.

        • Hemoroidektomi kriosirurgi

Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.

        • Laser Nd: YAG

Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska operatif.

        • Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas.

        • Hemorroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selma pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimaukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal


Pemeriksaan penunjang:

        • Anoskopi

        • Pemeriksaan feses: untuk mengetahui occult-bleding


Komplikasi

  1. Anemia, jarang terjadi

  2. trombosis akut pada prolaps hemorroid


Prognosa

Hemorroidektomi tampaknya lebih efektif danpermanen, tetapi mempunyai kerugian kompliksi post operasi.


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :

  • Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan)

  • Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan, imunitas tubuh primer menurun

  • PK: Perdarahan

  • Kurang pengetahuan tentang Ca Rekti dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi

  • Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya, nyeri

  • Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi post pembedahan




























RENPRA HEMOROID


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri Akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan)


Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:

  • klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3

  • Ekspresi wajah tenang & dapat istirahat, tidur.

  • v/s dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt).

Manajemen nyeri :

  • Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Berikan lingkungan yang tenang

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor V/S

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


2

Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:

  • bebas dari gejala infeksi,

  • angka lekosit normal (4-11.000)

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.

  • Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari.


  • Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya

  • Ambil kultur jika perlu

  • Dorong klien untuk intake nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.


3

Kurang pengetahuan ttng penyakit, perawata,pengobatan

Nya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif

Setelah dilakukan askep .... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:

  • Klien/klg mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan

  • Klien /klg kooperative saat dilakukan tindakan



Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebabnya

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Berikan informasi tentang perkembangan klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan


4

Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, penyakitnya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri

dengan indicator

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement positip atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan sehari hari.


5

PK: Perdarahan

Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan dan klien mengalami peningkatan Hb/> 10 gr %

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan post operasi

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat Hb, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi

6

Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi post pembedahan

Setelah dilakukan perawatan selama .... jam pasien tidak mengalami konstipasi

Dg KH::

Pasien mampu:

  • B.A.B lembek

  • Ps menyatakan B.A.B lembek dan mampu mengontrol B.A.B

  • Mempertahankan pola eliminasi usus tanpa ilius

Konstipation atau impaction management

Aktifitas:

  • Monitor tanda dan gejala konstipasi

  • Monitor pergerakan usus, frekuensi, konsistensi

  • Anjurkan pada pasien untuk makan buah-buahan yang mengandung serat tinggi

  • Anjurkan an ajarkan mobilisasi bertahap

  • Anjurkan pada klien untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan dan berikan education pentingnya nutrisi u/ kesembuhan lukanya

  • Evaluasi intake makanan dan minuman

  • Kolaborasi medis untuk terapinya





















HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)



I. PENGERTIAN

Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan pada radiks atau cauda equina.

HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari herniasi dan nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral (Barbara C.Long, 1996).


II. ANATOMI FISIOLOGI

Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :

  1. 8 pasang saraf cervical.

  2. 15 pasang saraf thorakal.

  3. 5 pasang saraf lumbal

  4. 5 pasang saraf sacral

  5. 1 pasang saraf cogsigeal.

Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).

Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan

Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.

Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.


III. ETIOLOGI

  1. Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.

  2. Spinal stenosis.

  3. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.

  4. Pembentukan osteophyte.

  5. Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.


IV. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala :

  1. Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.

  2. Nyeri tulang belakang

  3. Kelemahan satu atau lebih ekstremitas

  4. Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.

Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang mengalami herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring.


V. PATOFISIOLOGI

Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada umumnya harniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).

Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.

Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.

Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.


IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Laboraturium

  1. Daerah rutin

  2. Cairan cerebrospimal

  1. Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping sendi

  2. CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protusion.

  3. MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak divertebra serta herniasi.

  4. Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan fisik sebelum pembedahan

  5. Elektromyografi : dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.

  6. Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi.

  7. Lumbal functur : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal.


V. KOMPLIKASI

  1. RU

  2. Infeksi luka

  3. Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.


VI. PENATALAKSANAAN MDIK

  1. Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :

  1. Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras

  2. Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.

  3. Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.

  4. Terapi panas dingin.

  5. Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset

  6. Terapi diet untuk mengurangi BB.

  7. Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya residis


  1. Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).

  1. Pembedahan

    1. Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.

    2. Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.

    3. Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996).

    4. Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.


VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN :

      1. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

      2. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskulair, ketidaknyamanan.

      3. Kurang pengetahuan penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif

      4. Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, gangguan musculoskeletal

      5. Cemas b/d krisis situasional





















RENPRA HNP


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, tingkat nyeri terkontrol dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis).

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analgetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


2

Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskulair, ketidaknyamanan

Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Ambulasi :Tingkat mobilisasi, Perawtan diri Dg KH :

  • Peningkatan aktivitas fisik

Terapi ambulasi

  • Kaji kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi

  • Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan ambulasi

  • Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan

  • Ajarkan pasien berpindah tempat secara bertahap

  • Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi


Pendidikan kesehatan

  • Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya ambulasi dini

  • Edukasi pada pasien dan keluarga tahap ambulasi

  • Berikan reinforcement positip atas usaha yang dilakukan pasien.


3

Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya b/d kurang paparan informasi, terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan askep …. jam pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:

  • Mengetahui penyakitnya

  • Mampu mejelaskan kembali penyebab, tanda dan gejala, komplikasi dan cara pencegahannya

  • Klien dan keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan

Pendidikan kesehatan : proses penyakit

  • Kaji pengetahuan klien.

  • Jelaskan proses terjadinya penyakit, tanda gejala serta komplikasi yang mungkin terjadi

  • Berikan informasi pada keluarga tentang perkembangan klien.

  • Berikan informasi pada klien dan keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan.

  • Diskusikan pilihan terapi

  • Berikan penjelasan tentang pentingnya ambulasi dini

  • Jelaskan komplikasi kronik yang mungkin akan muncul


4

Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, gg neuromuskulair

Setelah dilakukan akep … jam kebutuhan ADLs terpenuhi dg KH:

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi


Bantuan perawatan diri

    • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

    • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

    • Beri bantuan sampai pasien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

    • Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

    • Anjurkan pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

    • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

5

Cemas b/d krisis situasional : tindakan operasinya

Setelah dilakukan askep …. jam klien dapat mengontrol cemas dengan KH:

  • secara verbal dapat mendemonstrasikan teknik menurunkan cemas.

  • Mencari informasi yang dapat menurunkan cemas

  • Menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan cemas

  • Menerima status kesehatan.

Penurunan kecemasan :

    • Bina hubungan saling percaya dengan klien / keluarga

    • Kaji tingka kecemasan klien.

    • Tenangkan klien dan dengarkan keluhan klien dengan atensi

    • Jelaskan semua prosedur tindakan kepada klien setiap akan melakukan tindakan

    • Dampongi klien dan ajak berkomunikasi terapeutik

    • Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya.

    • Ajarkan teknik relaksasi

    • Bantu klien untuk mengungkapkan hal-hal yang membuat cemas.































KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)


A. PENGERTIAN

Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjaadi benjolan tumor (kanker). Apabila tumor ini tidak diambil , dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinan sel-sel tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh. Kanker payudara umumnya menyerang wanita kelompok umur 40-70 tahun, tetapi resiko terus meningkat dengan tajam dan cepat sesuai dengan pertumbahan usia. Kanker payudara jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun.



B. ETIOLOGI

Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetpi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan , faktor hormonl dan familial;

  1. Wanita resiko tinggi dari pada pria (99:1)

  2. Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun

  3. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan

  4. Riwayat meastrual:

    • early menarche (sebelum 12 thun)

    • Late menopouse (setelah 50 th)

  5. Riwayat kesehatan: Pernah mengalami/ sedang menderita otipical hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca. endometrial.

  6. Menikah tapi tidak melahirkan anak

  7. Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 35 tahun.

  8. Tidak menyusui

  9. Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy estrogen

  10. Mengalami trauma berulang kali pada payudara

  11. Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen

  12. Obesitas

  13. Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), merokok.

  14. Stres hebat.


C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT

Untuk dapat menegakkan dignosa kanker dengan baik, terutama untuk melakukan pengobatan yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang proses terjadinya kanker dan perubahan strukturnya. Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.

Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase, yaitu:

  1. Fase induksi 15 – 30 tahun

Kontak dengan bahan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat merubah jaringan displasia menjadi tumor ganas.

  1. Fase insitu: 5 – 10 tahun

Terjadi perubahan jaringan menjadi lesi “pre concerous” yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit dn akhirnya juga di payudara.

  1. Fase invasi: 1 – 5 tahun

Sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan sekitarnya dan ke pembuluh darah sera limfa

  1. Fase desiminasi: 1 - 5 tahun

Terjadi penyebaran ke tempat lain

D. TANDA DAN GEJALA

Penemuan dini kanker payudara masih sulit ditemukan, kebanyakan ditemukan jika sudah teraba oleh pasien.

Tanda – tandanya :

  1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi

  2. Nyeri di daerah massa

  3. Perubahan bentuk dan besar payudara, Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada areola mammae

  4. Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)

  5. Pengelupasan papilla mammae


  1. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting,

  2. Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal ibu tidak sedang hamil / menyusui.

  3. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi


Penentuan Ukuran Tumor, Penyebaran Berdasarkan Kategori T, N, M

TUMOR SIZE ( T )

  1. Tx: Tak ada tumor

  2. To: Tak dapat ditunjukkan adanya tumor primer

  3. T1: Tumor dengan diameter , kurang dari 2 cm

  4. T2: Tumor dengan diameter 2 – 5 cm

  5. T3: Tumor dengan diameter lebih dari 5

  6. T4: Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secara langsung ke dinding thorak atau kulit

REGIONAL LIMPHO NODUS ( N )

  1. Nx Kelenjar ketiak tak teraba

  2. No: Tak ada metastase kelenjar ketiak homolateral

  3. N1: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan

  4. N2: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral, melekat terfiksasi satu sama lain atau jaringan sekitrnya

  5. N3: Metastase ke kelenjar homolateral suprklavikuler/ infraklavikuler atau odem lengan

METASTASE JAUH ( M )

  1. Mo: Tak ada metastase jauh

  2. M1: Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara


E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Pemeriksaan labortorium meliputi:

    • Morfologi sel darah

    • LED

    • Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma

    • Pemeriksaan sitologis

  2. Test diagnostik lain:

      1. Non invasive;

    • Mamografi

    • Ro thorak

    • USG

    • MRI

    • PET

b. Invasif

    • Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan

    • Aspirasi biopsy (FNAB)

    • Dengn aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat

    • True cut / Care biopsy

    • Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada massa

    • Incisi biopsy

    • Eksisi biopsy

Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara froxen section


F. KOMPLIKASI

Metastase ke jaringan sekitar mellui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang dan hati.



G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan). Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran kanker. Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.



H. PROSES KEPERAWATAN PASIEN KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)

PENGKAJIAN

Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker payudara adalah reaksi pasien terhadap diagnosis dan kemampuannya untuk mengatasi situasi tersebut. Pertanyaan yang berhubungan mencakup hal-hal berikut:

  • Bagaimana pasien berespon terhadap diagnosis?

  • Mekanisme koping apa yang pasien temukan paling membantu?

  • Dukungan psikologis atau emosional apa yang digunakan?

  • Apakah ada pasangan, anggota keluarga atau teman untuk membantunya dalam membuat pilihan pengobatan?

  • Bagian informasi mana yang paling penting yang pasien butuhkan?

  • Apakah pasien mengalami ketidaknyamanan?

  • Kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi

  • Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional atau maturasional


J. CARA PENCEGAHAN

  1. Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan.

  2. Berikan ASI pada Bayi.

Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat hormone tersebut. Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen.

  1. jika menenmukan gumpalan / benjolan pada payudara segera kedokter.

  2. Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penelitian 10 % dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.

  3. Perhatikan konsumsi alcohol. Dalam penelitian menyebutkan alcohol meningkatkan estrogen.

  4. perhatikan BB, obesitas meningkatkan risiko kanker payudara.

  5. Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah raga, semakin tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.

  6. Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat meningkatkan risiko penyakit.

  7. Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara terjadi pada usia > 50 th

  8. Rileks / hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan menguntungkan untuk semua kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.


K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:

    1. Nyeri akut / kronis b/d agen injuri fisik

    2. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, penyakit

    3. PK: Perdarahan

    4. Cemas b.d status kesehatan

    5. Deficite Knolage b.d Kurang paparan sumber informasi

    6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis

    7. Sindrom deficite self care b.d nyeri, kelemahan




RENPRA KANKER PAYUDARA



No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Nyeri Akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:

  • klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3

  • Ekspresi wajah tenang & dapat istirahat, tidur.

  • v/s dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt).

Manajemen nyeri :

  • Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Berikan lingkungan yang tenang

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi.

  • Monitor V/S

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


2

Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:

  • bebas dari gejala infeksi,

  • angka lekosit normal (4-11.000)

  • V/S dbn

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup

  • Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.

  • Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi.

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.


3

PK: Perdarahan

setelah dilakukan perawatan ….. jam perawat akan mengurangi komplikasi dari perdarahan dg KH:

  • perdarahan berkurang.

  • HB > /= 10 gr %

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan pada luka / luka post operasi.

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat Hb, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kelola terpi sesuai order

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi

  • Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menekan daerah luka dengan kassa steril dan tutuplah dengan tehnik aseptic basah-basah / kering-kering sesuai indikasi

  • Pantau keadaan umum secara klinis


4

Cemas b.d status kesehatan

setelah dilakukan perawatan selama ….. jam cemas ps terkontrol dg KH :

  • Ps Mengungkapkan cemas berkurang

  • Dapat tidur dan rileks

  • Pasien kooperatif saat dilakukan tindakan


Penurunan kecemasan

  • Bina Hub. Saling percaya

  • Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan / suport mental dan spiritual

  • Jelaskan semua Prosedur tindakan yang akan dilakukan

  • Hargai pengetahuan ps tentang penyakitnya

  • Bantu ps untuk mengefektifkan sumber support

  • Berikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang efektif

5

Deficite Knolage tentang penyakit dan perawatannya b.d Kurang paparan thdp sumber informasi, terbatasnya kognitif

setelah diberikan penjelasan selama …. X pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:

  • ps mengerti proses penyakitnya dan Program prwtn serta Th/ yg diberikan dg:

  • Ps mampu: Menjelaskan kembali tentang apa yang dijelaskan

  • Pasien / keluarga kooperatif

Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebabnya

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Berikan informasi tentang perkembangan klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

6

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis


Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:

  • BB stabil

  • tingkat energi adekuat

  • masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisi TKTP dan banyak mengandung vitamin C

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB jika memungkinkan

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai order

  • Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.

  • Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.


7

Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya

Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri : activity daily living (adl) dengan kritria :

  • kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)

  • klien bersih dan tidak bau.

Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.

  • Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.














TUMOR OTAK




  1. PENGERTIAN

Tumor otak adalah pertumbuhan abnormal dari perkembangan asal, primer metastasik yang terjadi didalam otak dan stuktur penyokong.

Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang didalan tengkorak. Tumor selalu tumbuh sebagai sebuah massa berbentuk bola juga dapat menyebar kejaringan.


  1. PATOFISIOLOGI

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologi progresif, gejala gejalanya terjadi berurutan. Gangguan pada tumor otak disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.

Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Disfungsi paling besar pada tumor yang tumbuh paling cepat misalnya glioblastoma multiple.

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskulai primer.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh :

  • Bertambahnya massa dalam tengkorak.

  • Terbentuknya edema sekitar tumor

  • Perubahan cirkulasi cairan serebrospinal.

Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat. Peningkatan TIK apabila tidak diobati akan menyebabkan herniasi unkus atau serebelum. Herniasi unkus timbul bila garis medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Pada herniasi serebelum tonsil serebelum tergeser kebawah melalui magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan.


  1. MANIFESTASI KLINIS

Lokasi tumor didalam SSP dan perilaku biologinya menentukan penyajian neurologi pasien. Bila tumor tumbuh lambat dalam daerah otak yang tenang secara neurofisiologi atau dalam kavitas intraventrikularis, mula-mula tumor membberikan gejala non fokal disertai nyeri kepala, mual, muntah, perubahan personalitas atau perubahan dalam tingkat kesadaran akibat peningkatan TIK , terutama dalam masa kanak-kanak, karena peningkatan timbulnya neoplasma infratentorium daripada tumor dalam serebrum, cenderung menyumbat sistem ventrikulus dengan akibatnya hidrocefalus, iritabilitas atau letargi. Sebaliknya tumor yang melibatkan daerah bicara atau lajur motorik korteks bisa tampil dengan kelemahan unilateral atau disfasia, lama sebelum ada peningkatan umum dalam TIK. Tergantung pada lokasi tumor, kelainan klinis lain bisa ada dan mencakup kelainan endokrin yang menyertai tumor hipofisis dan hipotalamus, tuli menyertai tumor angulus serebelopoitin, ataksia menyertai tumor serebelum dan defisit penglihatan menyertai tumor yang melibatkan nerves optikus. Sering anamnese dan gambaran klinis yang berhubungan dengan usia pasien, memberikan para klinikus diagnosis banding terbatas yang layak.


  1. TANDA DAN GEJALA BERDASARKAN LOKASI :

        1. Lobus Frontalis :

a. Respon afektif tidak tepat: mudah lupa.

b. Kurang perhatian : kehilangan minat sosial

c. Penilaian kurang

d. Gangguan pengendalian spingter

e. Kejang motorik fokal

f. Sakit kepala.

        1. Lobus Temporalis

  1. Kehilangan memori terbaru.

  2. Venomena visual

  3. Gangguan auditorius

  4. Kejang psikomotor

  5. Halusinasi olfaktorius atau gustatorius

  6. Afasia sensori

        1. Lobus oksipitalis

          1. Gangguan visual

          2. Kebutaan sentral

          3. Kebutaan kortikal atau guastorius

          4. Halusinasi visual

        2. Serebelum

  1. Tak terkoordinasi : ataksia

  2. Kehilangan keseimbangan

  3. Mual muntah

  4. Vertigo

        1. Lobus parietalis

  1. Kehilangan sensoris

  2. Apraksia

  3. Gangguan persepsi tubuh.

Berdasarkan tipe :

  1. Gliomas :

    1. Terjadi pada hemisfer cerebral

    2. Sakit kepala

    3. Muntah

    4. Perubahan kepribadian : peka rangsang, apatis

  2. Neuroma Akustik

  1. Vertigo

  2. Ataksia

  3. Parestesia dan kelemahan wajah (saraf kranial V, VII).

  4. Kehilangan refleks kornea

  5. Penurunan sensitifitas terhadap sentuhan (saraf kranial V, XI)

  6. Kehilangan pendengaran unilateral

  1. Meningioma

  1. Kejang

  2. Eksoftalmus unilateral

  3. Palsi otot ekstraokuler

  4. Gangguan pandangan

  5. Gangguan Olfaktorius

  6. Paresis

  1. Adenoma hipofisis

  1. Akromegali

  2. Hipopituitari

  3. Sindrom Cushing

  4. Wanita : amenorea, sterilisasi

  5. Pria : kehilangan libido, impotensi

  6. Gangguan penglihatan

  7. DM

  8. Hipotiroid

  9. Hipoadrenalin

  10. Diabetes insipidus

  11. IADH


  1. KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL

    1. Herniasi

    2. Peningkatan Tekanan Darah

    3. Kejang

    4. Defisit Neurologis

    5. Peningkatan TK

    6. Perubahan fungsi pernafasan

    7. Perubahan dalam kesadaran

    8. Perubahan kepribadian


  1. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Pemeriksaan fisik dan neurologis

  2. Pemeriksaan lapang pandang

  3. MRI

  4. Pemeriksaan sinar X kepala

  5. Fungsi Lumbal

  6. EEG

  7. Echoencepalografi

  8. CT Scan

  9. Angiografi cerebral

  10. Glukosa


  1. PENATALAKSANAAN

Tumor otak yang tidak diobati menunjukkan arah kematian, salah satu akibat dari peningkatan TIK atau kerusakan otak yang disebabkan tumor. Pasien tumor otak harus dievaluasi dan diobati segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis.

Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor, salah satu variasi pengobatan dapat digunakan pendekatan spesifik bergantung pada tipe tumor, lokasi dan kemungkinan untuk dicapai dengan mudah. Kombinasi ini dapat digunakan sebagai modal.

  1. Pendekatan Pembedahan Konvensional ( Kraniotomi)

Pendekatan ini digunakan untuk mengobati pasien meningioma, neuroma akustik, astrositoma kistik pada serebelum, kista koloid pada ventrikel ketiga, tumor konginetal (kista dermoit, glanuloma). Untuk pasien –psien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh, dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat masuk akal dengan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nekrotik, dan mengurangi bagian yang besar dari tumor.

  1. Pendekatan Stereotaktik.

Dapat digunakan Laser dan radiasi, radioisotop (131I) dapat ditempelkan langsung kedalam tumor untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor (brakhiterapi) sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak disekitarnya.

  1. Penggunaan Pisau Gamma U/ bedah Radio.

Untuk tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan sendiri. Keuntungan metode ini : tidak membutuhkan insisi pembedahan, kerugiannya : waktu lambat diantara pengobatan dan hasil yang diharapkan.

  1. Kemoterapi dan Radiasi Eksternal.

Hal ini bisa digunakan dengan satu model atau kombinasi. Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap.



CRANIOTOMY


VIII. PENGERTIAN

Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan pertumbuhan atau abnormalitas didalam kranium ; terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intrakranial.

Craniotomy adalah pengangkatan bagian dari tulang tengkorak termasuk melakukan pembuatan lubang dengan bor.


IX. POTENSIAL KOMPLIKASI :

  1. Aktivitas kejang

  2. Peningkatan TIK

  3. Hemoragi

  4. Disritmia jantung

  5. Tromboplebitis

  6. Sindrom distres pernafasan dewasa.



X. DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. PK : Perdarahan

  2. PK : TIK

  3. Nyeri akut b/d agen injuri fisik

  4. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, adanya luka operasi

  5. Perfusi cerebral tidak efektif b/d edema serebral, penyumbatan aliran darah

  6. Sindrom defisit self care b/d kelemahan

  7. Cemas b/d ancaman biologis, kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya.
























RENPRA TUMOR OTAK


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

PK: TIK

Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan mengatasi dan atau mengurangi episode dari peningkatan TIK.

  • Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK, kaji hal berikut :

    • Responmmembuka mata, respon motorik dan verbal

    • Kaji perubahan v/s

    • Kaji respon pupil

    • Catat adanya muntah, sakit kepala, perubahan tersebunyi (mis; letargi, gelisah, perubahan mental)

  • Tinggikan kepala 30-400 kecuali dikontraindikasikan.

  • Hindarkan situasi atau manuever yang dapat meningkatkan TIK (massage karotis, fleksi / rotasi leher berlebihan, stimulasi panas dingin, menahan nafas, mengejan, perubahan posisi yang cepat).

  • Ajarkan klien untuk ekspirasi selama perubahan posisi

  • kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapinya dan pelunak feses jka diperlukan

  • antau AGD

  • Pantau status hidrasi (balance cairan).

  • berikan lingkungan yang tenang.


2

PK: Perdarahan

Setelah dilakukan askep ….. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan

  • Pantau tanda dan gejala perdarahan

  • Monitor V/S

  • Pantau laborat Hb, HMT. AT

  • kolaborasi untuk tranfusi bila terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)

  • Kolaborasi dengan dokter untuk terapinya

  • Pantau daerah yang dilakukan operasi

3

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dengan KH:

  • klien dapat melaporkan nyeri berkurang level nyeri pada scala 2-3,

  • klien menyatakan kenyamanan fisik dan psikologis

  • ekspresi wajah rileks dan dapat istirahat, tidur

  • V/S dbn

Manajemen nyeri :

  • Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


4

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive, adanya luka

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dengan KH:

  • status imune klien adekuat

  • tdk ada tanda infeksi

  • AL dbn

  • V/S dbn

Kontrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Pertahankan teknik isolasi.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga dan pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.

  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus dan kateter/ hari

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat

  • Berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi..

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Pertahankan teknik isolasi bila perlu.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

  • Ambil kultur, dan laporkan bila hasil positip

  • Dorong masukan nutrisi dan cairan yang adekuat.

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.

5

Perfusi cerebral tidak efektif b/d edema serebral, penyumbatan aliran darah

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien menunjukan status cirkulasi dan tissue perfustion cerebral membaik dengan KH:

  • TD dalam rentang normal (120/80 mmHg)

  • Tidak ada tanda peningkatan TIK

  • Klien mampu bicara dengan jelas, menunjukkan konsentrasi, perhatian dan orientasi baik

  • Funsi sensori motorik cranial utuh : kesadaran membaik (GCS 15, tidak ada gerakan involunter)

Monitoring tekanan intrakranium:

  • monitor tekanan perfusi serebral

  • Monotor balance cairan

  • Catat respon pasien terhadap stmulasi

  • Berikan informasi kepada keluarga

  • monitor respon neurology terhadap aktivitas

  • monitor drainase jika perlu

  • posisikan pasien kepala lebih tinggi dari badan (30-40 derajat)

  • minimalkan stimulasi dari luar.

  • monitor v/s

  • monitor tanda-tanda TIK

  • monitor adanya parese

  • batasi gerakan leher dan kepala

  • monitor adanya tromboplebitis

  • diskusikan mengenahi perubahan sensasi.


6

Sindrom defisit self care b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri: Activity Daly Living (ADL) dengan KH :

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi

Bantuan perawatan diri

  • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

  • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

  • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

  • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

  • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

  • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

  • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

  • Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.


7

Cemas b/d ancaman biologis, kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu mengontrol cemas Dengan KH :

  • Klien mengatakan cemas berkurang

  • Monitor intensitas kecemasan

  • Pasien rileks dan tengang serta bisa istirahat dan tidur

Penurunan Kecemasan

  • Bina hubungan saling percaya

  • Gunakan pendekatan yang menenangkan klien

  • Jelaskan emua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur

  • Temani pasien dan libatkan keluarga untuk memberikan keamanan dan rasa takut

  • Berikan informasi tentang penyakit dan perawatannya pada keluarga / klien

  • Dengarkan keluhan klien

  • Identifikasi tingkat kecemasan klien

  • Bantu Klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan

  • Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi

  • Ajarkan dan anjurkan klien untuk relaksasi

  • Kolaborasi pemberian obat ubtuk mengurangi kecemasan



TUMOR / CA NASOFARING



  1. Pengertian

Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.


II. Anatomi Nasofaring.


Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :

Atas : Basis kranii.

Bawah : Palatum mole

Belakang : Vertebra servikalis

Depan : Koane

Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).

Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.



  1. Epidemiologi

Di Asia Tenggara lebih dari 10%, di Cina Selatan mencapai 50%. Daerah Eropa dan Amerika Serikat jarang. Banyak terdapat pada etnis Cina, juga terdapat dalam frekuensi tinggi pada etnis Cina yang tinggal di Eropa dan Amerika Serikat. Jadi ada sensitivitas yang terikat pada golongan etnik untuk mendapatkan penyakit ini.

Di Indonesia, berdasarkan “pathology based” mendapatkan angka 4,7 per 1000 penduduk pertahun. Di RSCM keturunan Cina prevalensinya 4,1-0,8 per 1000 penderita baru, sedangkan Indonesia asli 0,7-2,3.

Laki-laki ditemukan lebih banyak dari wanita yaitu 2-3 : 1, usia 40-50 tahun


  1. Etiologi

Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh danb tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :

        1. Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.

        2. Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.

        3. Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).

        4. Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)

        5. Radang kronis nasofaring

        6. Profil HLA


  1. Tanda dan Gejala

Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak

    • Gejala Hidung :

      • Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.

      • Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.

    • Gejala telinga

  • Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)

  • Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran

    • Gejala lanjut

      • Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.


  1. Pembagian Karsinoma Nasofaring

Menurut Histopatologi :

  • Well differentiated epidermoid carcinoma.

    • Keratinizing

    • Non Keratinizing.


  • Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma

    • Transitional

    • Lymphoepithelioma.

  • Adenocystic carcinoma

Menurut bentuk dan cara tumbuh

  • Ulseratif

  • Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.

  • Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar (creeping tumor)


  1. Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)

Tipe WHO 1

  • Karsinoma sel skuamosa (KSS)

  • Deferensiasi baik sampai sedang.

  • Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).

Tipe WHO 2

  • Karsinoma non keratinisasi (KNK).

  • Paling banyak pariasinya.

  • Menyerupai karsinoma transisional

Tipe WHO 3

  • Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).

  • Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel spindel.

  • Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Indonesia Cina

Tipe WHO 1 29% 35%

2 14% 23%

3 57% 42%



  1. Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar

        1. Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi

        2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :

          • Neuralgia trigeminal unilateral

          • Oftalmoplegia unilateral

          • Amaurosis

          • Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater

        1. Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan, hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.

        2. Manifestasi kelumpuhan :

  • N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah.

  • N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi dan salvias.

  • N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta hemiparese palatum mole.

  • N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah.


IX. PENENTUAN STADIUM :

TUMOR SIZE (T)

T

Tumor primer

T0

Tidak tampak tumor

T1

Tumor terbatas pada satu lokasi saja

T2

Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring

T3

Tumor telah keluar dari rongga nasofaring

T4

Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otak

Tx

Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap

REGIONAL LIMFE NODES (N)

N0

Tidak ada pembesaran

N1

Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan

N2

Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan

N3

Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar

METASTASE JAUH (M)

M0

Tidak ada metastase jauh

M1

Metastase jauh


  • Stadium I : T1 No dan Mo

  • Stadium II : T2 No dan Mo

  • Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo

  • Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1


  1. Pemeriksaan Penunjang

Nasofaringoskopi

                1. Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter

                2. Biopsi multiple

                3. Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)

                4. Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.


  1. Penatalaksanaan

    1. Radioterapi : hal yang perlu dipersiapkan adalah KU pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.

    2. Kemoterapi

    3. Pembedahan


IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan

  2. Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).

  3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi..

  4. Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun

  5. Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.

  6. Resiko Aspirasi b/d inefektif reflek menelan

  7. Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.







RENPRA NPC


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan

Setelah dilakukan askep .... jam status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dengan Kriteria :

  • Tidak ada panas

  • Cemas tidak ada

  • Obstruksi tidak ada

  • Respirasi dalam batas normal 16-20x/mnt

  • Pengeluaran sputum dari jalan nafas

  • paru bersih

Airway Management/Manajemen jalan nafas

  • Bebaskan jalan nafas.

  • Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi

  • Identifikasi apakah klien membutuhkan insertion airway

  • Jika perlu, lakukan terapi fisik (dada)

  • Auskultasi suara nafas, catat daerah yang terjadi penurunan atau tidak adanya ventilasi

  • Berikan bronkhodilator, jika perlu

  • Atur pemberian O2, jika perlu

  • Atur intake cairan agar seimbang

  • Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

  • Monitor status pernafasan dan oksigenasi


Airway Suctioning/Suction jalan nafas

  • Keluarkan sekret dengan dorongan batuk/suctioning

  • Lakukan suction pada endotrakhel/nasotrakhel, jika perlu


2

Nyeri akut b/d agen injuri fisik

Setelah dilakukan askep ….. jam klien menunjukkan tingkat kenyamanan dan level nyeri: klien terkontrol dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang skala nyeri 2-3

  • Ekspresi wajah tenang, klien mampu istirahat dan tidur

  • V/S dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt)


Manajemen nyeri :

  • Kaji tingkat nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.

  • Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.


Administrasi analgetik :

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.

  • Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.


3

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutisi in adekuat, faktor biologis

Setelah dilakukan askep …. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat

Manajemen Nutrisi

  • kaji pola makan klien

  • Kaji adanya alergi makanan.

  • Kaji makanan yang disukai oleh klien.

  • Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan klien.

  • Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.

  • Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.

  • Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.


Monitor Nutrisi

  • Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.

  • Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.

  • Monitor lingkungan selama makan.

  • Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

  • Monitor adanya mual muntah.

  • Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.

  • Monitor intake nutrisi dan kalori.


4

Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive

Setelah dilakukan askep …… jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000),

Konrol infeksi :

  • Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.

  • Batasi pengunjung bila perlu.

  • Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.

  • Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.

  • Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.


  • Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.

  • Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.

  • Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.

  • Tingkatkan intake nutrisi dan cairan

  • berikan antibiotik sesuai program.


Proteksi terhadap infeksi

  • Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.

  • Monitor hitung granulosit dan WBC.

  • Monitor kerentanan terhadap infeksi..

  • Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.

  • Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.

  • Inspeksi kondisi luka, insisi bedah.

  • Ambil kultur jika perlu

  • Dorong istirahat yang cukup.

  • Monitor perubahan tingkat energi.

  • Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

  • Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.

  • Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

  • Laporkan kecurigaan infeksi.

  • Laporkan jika kultur positif.


5

Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar dg informasi, terbatasnya kognitif

Setelah dilakukan askep ........ jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:

  • Klien / keluarga mampu menjelaskan kembali penjelasan yang telah dijelaskan

  • Klien / keluarga kooperatif saat dilakukan tindakan.


Teaching : Dissease Process

  • Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit

  • Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebab yang mungkin

  • Sediakan informasi tentang kondisi klien

  • Siapkan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi tentang perkembangan klien

  • Sediakan informasi tentang diagnosa klien

  • Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit

  • Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan

  • Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi

  • Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan

  • Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi

  • Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit

  • Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada

  • Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan

  • kolaborasi dg tim yang lain.

6

Risiko aspirasi b/d inefektifnya reflek menelan

Setelah dilakukan askep …. jam tidak terjadi aspirasi / Aspiration tercontrol

Kriteria Hasil :

  • Dapat bernafas dengan mudah dan frekuensi normal (16-20x/mnt).

  • Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa terjadi aspirasi, dan mampu melakukan oral hygien, serta posisi tegak selama M/M

  • Menghindari factor risiko

  • Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak merasa tercekik dan tidak ada suara nafas abnormal

Aspiration precaution

    • Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan kemampuan menelan

    • Monitor status paru

    • Pelihara jalan nafas

    • Monitor v/s

    • Lakukan suction jika diperlukan

    • Cek nasogastrik sebelum makan

    • Hindari makan kalau residu masih banyak

    • Potong makanan kecil kecil

    • Haluskan obat sebelum pemberian

    • Naikkan kepala 30-45 derajat pada saat dan setelah makan

    • Jika pasien menunjukkan gejala mual muntah, posisikan klien miring.

    • Jika perlu suapi klien perlahan dan berikan waktu cukup untuk mengunyah / menelan

7

Defisit self care b/d kelemahan

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri

Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :

  • Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari (makan, berpakaian, kebersihan, toileting, ambulasi)

  • Kebersihan diri pasien terpenuhi



Bantuan perawatan diri

    • Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri

    • Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan

    • Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri

    • Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.

    • Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya

    • Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin

    • Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

    • Berikan reinforcement atas usaha yang dilakukan dalam melakukan perawatan diri sehari hari.


8

Harga diri rendah b/d perubahan gaya hidup

Setelah dilakukan askep …. jam klien menerima keadaan dirinya Dg KH:

  • Mengatakan penerimaan diri & keterbatasan diri

  • Menjaga postur yang terbuka

  • Menjaga kontak mata

  • Komunikasi terbuka

  • Secara seimbang dapat berpartisipasi dan mendengarkan dalam kelompok

  • Menerima kritik yang konstruktif

  • Menggambarkan kebanggaan terhadap diri

Peningkatan harga diri

    • Monitor pernyataan pasien tentang harga diri

    • Anjurkan pasien utuk mengidentifikasi kekuatan

    • Anjurkan kontak mata jika berkomunikasi dengan orang lain

    • Bantu pasien mengidentifikasi respon positif dari orang lain.

    • Berikan pengalaman yang meningkatkan otonomi pasien.

    • Fasilitasi lingkungan dan aktivitas meningkatkan harga diri.

    • Monitor frekuensi pasien mengucapkan negatif pada diri sendiri.

    • Yakinkan pasien percaya diri dalam menyampaikan pendapatnya

    • Anjurkan pasien untuk tidak mengkritik negatif terhadap dirinya

    • Sampaikan percaya diri terhadap kemampuan pasien mengatasi situasi

    • Bantu pasien menetapkan tujuan yang realistik dalam mencapai peningkatan harga diri.

    • Bantu pasien menilai kembali persepsi negatif terhadap dirinya.

    • Anjurkan pasien untuk meningkatkan tanggung jawab terhadap dirinya.

    • Gali alasan pasien mengkritik diri sendiri

    • Anjurkan pasien mengevaluasi perilakunya.

    • Berikan reward kepada pasien terhadap perkembangan dalam pencapaian tujuan

    • Monitor tingkat harga diri


















LUKA BAKAR



  1. DEFINISI

Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.

Luka baker adalah injury pada jaingan yang disebabkan oleh panas (thermal), kimia, elektrik dan radiasi


  1. ETIOLOGI

Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, sinar ultraviolet, sinar X, radiasi nuklir, listrik, bahan kimia, abrasi mekanik. Luka bakar yang disebabkan oleh panas api, uap atau cairan yang dapat membakar merupakan hal yang lasim dijumpai dari luka bakar yang parah.


  1. TANDA DAN GEJALA SERTA KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Dalam menentukan parahnya luka bakar biasanya dilakukan berdasarkan kaidah :

        1. Kedalaman luka

Dalamnya luka bakar secara bermakna menentukan penyembuhannya, berdasarkan kedalaman lukanya luka bakar diklasifikasinkan sebagai berikut :

    1. Luka bakar derajat satu.

Hanya mengenai lapisan epidermis dan biasanya disebabkan oleh sinar matahari atau tersiram air mendidih dalam waktu yang singkat, kerusakan jaringan pada luka bakar ini hanya minimal, rasa sakit merupakan gejala yang menonjol, kulit yang terbakar berwarna kemerah-merahan dan mungkin terdapat oedema ringan. Efek sistemik jarang sekali terjadi, rasa nyeri/sakit makin terasa dalam 48-72 jam dan penyembuhan akan terjadi dalam waktu sekitar 5 – 10 hari.

    1. Luka bakar derajat dua.

Mengenai semua bagian epitel dan sebagian korium, luka bakar ini ditandai oleh warna merah yang melepuh, luka bakar derajat dua superfisisal biasanya sembuh dengan menimbulkan parut yang minimal dalam 10 – 14 hari kecuali kalau luka tersebut tercemar. Luka bakar yang meluas ke dalam bagian korium dan lapisan mati yang meliputinya, menyerupai luka bakar derajat tiga kecuali biasanya luka itu berwarna merah dan menjadi putih bilaman disentuh. Penyembuhan terjadi dengan regenerasi epitel kelenjar keringan dan folikel, proses ini lamanya 25 – 35 hari, parut yang nyata sering ditemukan. Luka bakar derajat dua yang dalam tebalnya meliputi seluruh tebal kulit bilaman terjadi peradangan, kehilangann cairan dan efek metabolik adalah sama seperti pada luka bakar derajat tiga.

    1. Luka bakar derajat tiga

Ditandai oleh suatu permukaan yang kering, liat dan kenyal yang biasanya berwarna coklat, coklat kemerah-merahan atau hitam, walaupun luka ini dapat berwarna putih. Luka-luka ini anestetik karena reseptor rasa sakit telah hilang, bila kita menekan luka itu maka luka tidak akan menjadi putih atau pecah dan melentur kembali karena jaringan mati dan pembuluh darah terkena trombose.

        1. Luas permukaan

Besarnya suatu luka bakar biasanya dinyatakan sebagai prosentase dari seluruh permukaan tubuh dan diperhitungkan dari tabel yang menurut umur :

Area

Usia

0

1

5

10

15

Dewasa

A= Separuh kepala

9 ½

8 ½

6 ½

5 ½

4 ½

3 ½

B=Separuh dari sebelahpaha

2 ¾

3 1/4

4

4 ½

4 ½

4 ¾

C=Separuh dari sebelah kaki

2 ½

2 ½

2 3/4

3

3 1/4

3 ½


Pedoman lain tentang pengukuran luas luka bakar dengan menggunakan rule of nine yaitu :

          1. Kepala 9 %

          2. Badan ; thorak & abdomen anterior 18 %, posterior 18 %

          3. Genital 1 %

          4. Ekstremitas atas masing-masing 9 %

          5. Ekstremitas bawah masing-masing 18 %

        1. Usia

Luka bakar yang bagaimanapun dalam dan luasnya menyebabkan kematian yang lebih tinggi pada anak – anak di bawah usia 2 tahun dan di atas usia 60 tahun. Kematian pada anak – anak disebabkan oleh sistem imun yang belum sempurna, pada orang dewasa sering kali terdapat penyakit sampingan yang dapat memperparahnya.

        1. Penyakit sampingan

DM, payah jantung kongesti, sakit paru-paru dan pengobatan kronis dengan obat-obatan yang menekan kekebalan adalah beberapa penyakit sampingan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kondisi luka bakar.

        1. Lokasi luka bakar

Lokasi juga merupakan salah satu penentu keparahan dari luka bakar, misalnya luka bakar pada tangan yang dapat meninggalkan bekas dan menyebabkan kontraktur yang dapt menyebabkan tidak bisa digunakan seperti semula kecuali dengan pengobatan khusus sedini mungkin, bahkan kondisi luka bakar yang tidak parah pada kedua tangan dapat menyebabkan penderita tidak dapat merawat sendiri lukanya sehingga harus dirawat di rumah sakit.

        1. Luka sampingan

Luka pada sistem pernapasan, muskuloskeletal, kepala, dan trauma yang lainnya dapat memperparah kondisi luka bakar.

        1. Jenis luka bakar

Penderita luka bakar karena bahan tertentu seringkali harus ditangani secara khusus, misalnya karen bahan-bahan kimia, listrik dsb mungkin tampak ringan tetapi seringkali ternyata mengenai struktur yang lebih dalam sehingga semakin sulit ditangani.


  1. RESPON SISTEMIK TERHADAP LUKA BAKAR

  1. SISTEM KARDIOVASKULAR

    1. Penurunan cardiak output karena kehilangan cairan;tekanan darah menurun, hal ini merupakan awitan syok. Hal ini terjadi karena saraf simpatis akan melepaskan kotekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan peningkatan frekuensi nadi sehingga terjadi penurunan cardiak output.

    2. Kebocoran cairan terbesar terjadi dalam 24 – 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncak dalam waktu 6 – 8 jam. Pada luka bakar < 30 % efeknya lokal, dimana akan terjadi oedema/lepuh pada area lokal, oedema bertambah berat bila terjadi pada daerah sirkumferensial, bisa terjadi iskemia pada derah distal sehingga timbul kompartemen sindrom. Bila luka bakar > 30 % efeknya sistemik. Pada luka bakar yang parah akan mengalami oedema masif.

      1. EFEK PADA CAIRAN DAN ELEKTROLIT

  1. Volume darah mendadak turun, terjadi kehilangan cairan lewat evaporasi, hal ini dapat mencapai 3 – 5 liter dalam 24 jam sebelum permukaan kulit ditutup.

  2. Hyponatremia; sering terjadi dalam minggu pertama fase akut karena air berpindah dari interstisial ke dalam vaskuler.

  3. Hypolkalemia, segera setelah luka bakar sebagai akibat destruksi sel masif, kondisi ini dapat terjadi kemudian denghan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.

  4. Anemia, karena penghancuran sel darah merah, HMT meningkat karena kehilangan plasma.

  5. Trombositopenia dan masa pembekuan memanjang.

      1. RESPON PULMONAL

  1. Hyperventilasi dapat terjadi karena pada luka bakar berat terjadi hipermetabolik dan respon lokal sehingga konsumsi oksigen meningkat dua kali lipat.

  2. Cedera saluran nafas atas dan cedera inflamasi di bawah glotis dan keracunan CO2 serta defek restriktif.

4. RESPON GASTROINTESTINAL

Terjadi ileus paralitik ditandai dengan berkurangnya peristaltik usus dan bising usus; terjadi distensi lambung dan nausea serta muntah, kondisi ini perlu dekompresi dengan pemasangan NGT, ulkus curling yaitu stess fisiologis yang masif menyebabkan perdarahan dengan gejala: darah dalam feses, muntah seperti kopi atau fomitus berdarah, hal ini menunjukan lesi lambung/duodenum.

5. RESPON SISTEMIK LAINNYA

  1. Terjadi perubahan fungsional karena menurunnya volume darah, Hb dan mioglobin menyumbat tubulus renal, hal ini bisa menyebabkan nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal akut.

  2. Perubahan pertahanann imunologis tubuh; kehinlangan integritas kulit, perubahan kadar Ig serta komplemen serum, gagngguan fungsi netrofil, lomfositopenia, resiko tinggi sepsis.

  3. Hypotermia, terjadi pada jam pertama setelah luka bakar karena hilangnya kulit, kemudian hipermetabolisme menyebabkan hipertermia kendati tidak terjadi infeksi


          1. PERAWATAN DI TEMPAT KEJADIAN

  1. Fase resusitasi

    1. Perawatan awal di tempat kejadian

      • Mematikan api

      • Mendinginkan luka bakar

      • Melepaskan benda penghalang

      • Menutup luka bakar

      • Mengirigasi luka kimia

      • Tindakan kegawatdaruratan : ABC

      • Pencegahan shok

    2. Pemindahan ke unit RS

        • Penatalaksanaan shok

        • Penggantian cairan (NHI consensus) : 2 – 4 ml/BB/% luka bakar, ½ nya diberikan dalam 8 jam pertama, ½ lagi dalam 16 jam berikutnya

  2. Fase akut/intermediate

  1. Perawatan luka umum

        • Pembersihan luka

        • Terapi antibiotik lokal

        • Ganti balutan

        • Perawatan luka tertutup/tidak tertutup

        • Hidroterapi

  1. Debridemen

    • Debridemen alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan diri secara spontan dari jaringan di bawahnya.

    • Debridemen mekanis yaitu dengan penggunaan gunting dan forcep untuki memisahkan, mengangkat jaringan yang mati.

    • Dengan tindakan bedah yaitu dengan eksisi primer seluruh tebal kulit atau dengan mengupas kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan yang masih viabel.

  2. Graft pada luka bakar

Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi spontan tidak mungkin terjadi :

    • Autograft : dari kulit penderita sendiri.

    • Homograft : kulit dari manusia yang masih hidup/ atau baru saja meninggal (balutan biologis).

    • Heterograft : kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan biologis).

  1. Balutan luka biosintetik dan sintetik

    • Bio-brane/sufratulle, Kulit artifisial

  2. Penatalaksanaan nyeri

  3. Dukungan nutrisi

  4. Fisioterapi/mobilisasi

  1. Fase rehabilitasi : Perawatan lanjut di rumah.


  1. KOMPLIKASI

        1. distress pernafasan

        2. gagal ginjal

        3. kontraktur

        4. sepsis





  1. DIAGNOSA KEPERAWATAN

        1. Bersihan jalan nasfas tidak efektif b.d edema & efek inhalasi asap.

        2. Gangguan pertukaran gas b.d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap & destruksi saluran nafas atas.

        3. Nyeri akut b.d cedera jaringan.

        4. Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar.

        5. Hipertermia b.d peningkatan metabolisme

        6. Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan ingesti/digesti/absorbsi makanan.

        7. Risiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune

        8. Cemas b.d ketakutan dan dampak emosional.

        9. Kerusakan mobilitas fisik b.d luka bakar,nyeri.

        10. Sindrom defisit self care b.d kelemahan, nyeri.

        11. PK: Anemia.

        12. PK: Gagal ginjal akut.

        13. PK; Ketidakseimbangan elektrolit

        14. PK: Sepsis

        15. Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)














RENPRA COMBUSTIO


No

Diagnosa

Tujuan

Intervensi

1

Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus


Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn.

Airway manajemenn

  • Bebaskan jalan nafas dengan posisi leher ekstensi jika memungkinkan.

  • Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

  • Identifikasi pasien secara actual atau potensial untuk membebaskan jalan nafas.

  • Pasang ET jika memeungkinkan

  • Lakukan terapi dada jika memungkinkan

  • Keluarkan lendir dengan suction

  • Asukultasi suara nafas

  • Lakukan suction melalui ET

  • Atur posisi untuk mengurangi dyspnea

  • Monitor respirasi dan status oksigen jika memungkinkan


Airway Suction

  • Tentukan kebutuhan suction melalui oral atau tracheal

  • Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction

  • Informasikan pada keluarga tentang suction

  • Masukan slang jalan afas melalui hidung untuk memudahkan suction

  • Bila menggunakan oksigen tinggi (100% O2) gunakan ventilator atau rescution manual.

  • Gunakan peralatan steril, sekali pakai untuk melakukan prosedur tracheal suction.

  • Monitor status O2 pasien dan status hemodinamik sebelum, selama, san sesudah suction.

  • Suction oropharing setelah dilakukan suction trachea.

  • Bersihkan daerah atau area stoma trachea setelah dilakukan suction trachea.

  • Hentikan tracheal suction dan berikan O2 jika pasien bradicardia.

  • Catat type dan jumlah sekresi dengan segera


2

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler - alveolar

Setelah dilakukan askep … jam Status pernafasan seimabang antara kosentrasi udara dalam darah arteri dg KH:

  • Menunjukkan peningkatan Ventilasi dan oksigen cukup

  • AGD dbn


Airway Manajemen

  • Bebaskan jalan nafas

  • Dorong bernafas dalam lama dan tahan batuk

  • Atur kelembaban udara yang sesuai

  • Atur posisi untuk mengurangi dispneu

  • Monitor frekuensi nafas b/d penyesuaian oksigen


Monitor Respirasi

  • Monitor kecepatan,irama, kedalaman dan upaya bernafas

  • Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan dada, menggunakan alat bantu dan retraksi otot intercosta

  • Monitoring pernafasan hidung, adanya ngorok

  • Monitor pola nafas, bradipneu, takipneu, hiperventilasi, resirasi kusmaul dll

  • Palpasi kesamaan ekspansi paru

  • Perkusi dada anterior dan posterior dari kedua paru

  • Monitor kelelahan otot diafragma

  • Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan atau ketidakadanya ventilasi dan bunyi nafas

  • Monitor kegelisahan, cemas dan marah

  • Catat karakteristik batuk dan lamanya

  • Monitor sekresi pernafasan

  • Monitor dispneu dan kejadian perkembangan dan perburukan

  • Lakukan perawatan terapi nebulasi bila perlu

  • Tempatkan pasien kesamping untuk mencegah aspirasi


Manajemen asam Basa

  • Kirim pemeriksaan laborat keseimbangan asam basa ( missal AGD,urin dan tingkatan serum)

  • Monitor AGD selama PH rendah

  • Posisikan pasien untuk perfusi ventilasi yang optimum

  • Pertahankan kebersihan jalan udara (suction dan terapi dada)

  • Monitor pola respiorasi

  • Monitor kerja pernafsan (kecepatan pernafasan)


3

Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik


Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:

  • Klien melaporkan nyeri berkurang dg scala 2-3

  • Ekspresi wajah tenang

  • klien dapat istirahat dan tidur

  • v/s dbn

Manajemen nyeri :

  • Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.

  • Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.

  • Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.

  • Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.

  • Kurangi faktor presipitasi nyeri.

  • Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..

  • Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..

  • Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.

  • Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.

  • Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang pemberian analgetik tidak berhasil.


Administrasi analgetik :.

  • Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.

  • Cek riwayat alergi..

  • Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.

  • Monitor TV

  • Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul & Evaluasi gejala efek sampingnya.


4

Deficit volume cairan b/d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan keseimbangan cairan dg KH:

  • Urine 30 ml/jam

  • V/S dbn

  • Kulit lembab dan tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Manajemen cairan

  • Monotor diare, muntah

  • Awasi tanda-tanda hipovolemik (oliguri, abd. Pain, bingung)

  • Monitor balance cairan

  • Monitor pemberian cairan parenteral

  • Monitor BB jika terjadi penurunan BB drastis

  • Monitor td dehidrasi

  • Monitor v/s

  • Berikan cairan peroral sesuai kebutuhan

  • Anjurkan pada keluarga agar tetap memberikan ASI dan makanan yang lunak

  • Kolaborasi u/ pemberian terapinya


5

Hypertermi b/d proses infeksi

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….x 24 jam menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:

  • Bebas dari kedinginan

  • Suhu tubuh stabil 36-37 C

Termoregulasi

    • Pantau suhu klien (derajat dan pola) perhatikan menggigil/diaforsis

    • Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

    • Berikan kompres hangat hindari penggunaan akohol

    • Berikan minum sesuai kebutuhan

    • Kolaborasi untuk pemberian antipiretik

    • Anjurkan menggunakan pakaian tipis menyerap keringat.

    • Hindari selimut tebal


6

Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis

Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:

  • Mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.

  • Identifikasi kebutuhan nutrisi.

  • Bebas dari tanda malnutrisi.

Managemen nutrisi

  • Kaji pola makan klien

  • Kaji kebiasaan makan klien dan makanan kesukaannya

  • Anjurkan pada keluarga untuk meningkatkan intake nutrisi dan cairan

  • kelaborasi dengan ahli gizi tentang kebutuhan kalori dan tipe makanan yang dibutuhkan

  • tingkatkan intake protein, zat besi dan vit c

  • monitor intake nutrisi dan kalori

  • Monitor pemberian masukan cairan lewat parenteral.


Nutritional terapi

      • kaji kebutuhan untuk pemasangan NGT

      • berikan makanan melalui NGT k/p

      • berikan lingkungan yang nyaman dan tenang untuk mendukung makan

      • monitor penurunan dan peningkatan BB

      • monitor intake kalori dan gizi


7

Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive


Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:

  • Bebas dari tanda dangejala infeksi.

  • Keluarga tahu tanda-tanda infeksi.

  • Angka leukosit normal.

Kontrol infeksi.

      • Batasi pengunjung.

      • Bersihkan lingkungan pasien secara benar setiap setelah digunakan pasien.

      • Cuci tangan sebelum dan sesudah merawat pasien, dan ajari cuci tangan yang benar.

      • Pastikan teknik perawatan luka yang sesuai jika ada.

      • Tingkatkan masukkan gizi yang cukup.

      • Tingkatkan masukan cairan yang cukup.

      • Anjurkan istirahat.

      • Berikan therapi antibiotik yang sesuai, dan anjurkan untuk minum sesuai aturan.

      • Ajari keluarga cara menghindari infeksi serta tentang tanda dan gejala infeksi dan segera untuk melaporkan keperawat kesehatan.

      • Pastikan penanganan aseptic semua daerah IV (intra vena).


Proteksi infeksi.

      • Monitor tanda dan gejala infeksi.

      • Monitor WBC.

      • Anjurkan istirahat.

      • Ajari anggota keluarga cara-cara menghindari infeksi dan tanda-tanda dan gejala infeksi.

      • Batasi jumlah pengunjung.

      • Tingkatkan masukan gizi dan cairan yang cukup


8

Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi

Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep.

Pengurangan kecemasan

        • Bina hubungan saling percaya.

        • Kaji kecemasan keluarga dan identifikasi kecemasan pada keluarga.

        • Jelaskan semua prosedur pada keluarga.

        • Kaji tingkat pengetahuan dan persepsi pasien dari stress situasional.

        • Berikan informasi factual tentang diagnosa dan program tindakan.

        • Temani keluarga pasien untuk mengurangi ketakutan dan memberikan keamanan.

        • Anjurkan keluarga untuk mendampingi pasien.

        • Berikan sesuatu objek sebagai sesuatu simbol untuk mengurang kecemasan orangtua.

        • Dengarkan keluhan keluarga.

        • Ciptakan lingkungan yang nyaman.

        • Alihkan perhatian keluarga untuk mnegurangi kecemasan keluarga.

        • Bantu keluarga dalam mengambil keputusan.

        • Instruksikan keluarga untuk melakukan teknik relaksasi.


9

Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang

Setelah dilakukan askep…. jam tjd peningkatan Ambulasi :Tingkat mobilisasi, Perawtan diri Dg KH :

  • Peningkatan aktivitas fisik

Terapi ambulasi

  • Kaji kemampuan pasien dalam melakukan ambulasi

  • Kolaborasi dg fisioterapi untuk perencanaan ambulasi

  • Latih pasien ROM pasif-aktif sesuai kemampuan

  • Ajarkan pasien berpindah tempat secara bertahap

  • Evaluasi pasien dalam kemampuan ambulasi


Pendidikan kesehatan

  • Edukasi pada pasien dan keluarga pentingnya ambulasi dini

  • Edukasi pada pasien dan keluarga tahap ambulasi

  • Berikan reinforcement positip pada pasien.


10

PK:

Anemia

Setelah dilakukan askep ..... jam perawat dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :

  • Hb >/= 10 gr/dl.

  • Konjungtiva tdk anemis

  • Kulit tidak pucat hangat

  • Monitor tanda-tanda anemia

  • Observasi keadaan umum klien

  • Anjurkan untuk meningkatkan asupan nutrisi klien yg bergizi

  • Kolaborasi untuk pemeberian terapi initravena dan tranfusi darah

  • Kolaborasi kontrol Hb, HMT, Retic, status Fe


11

PK: Insuf Renal

Setelah dilakukan askep ... jam Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari insuf renal

      • Pantau tanda dan gejala insuf renal ( peningkatan TD, urine <30 cc/jam, peningkatan BJ urine, peningkatan natrium urine, BUN Creat, kalium, pospat dan amonia, edema).

      • Timbang BB jika memungkinkan

      • Catat balance cairan

      • Sesuaikan pemasukan cairan setiap hari = cairan yang keluar + 300 – 500 ml/hr

      • Berikan dorongan untuk pembatasan masukan cairan yang ketat : 800-1000 cc/24 jam. Atau haluaran urin / 24 jam + 500cc

      • Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet, rendah natrium (2-4g/hr)

      • pantau tanda dan gejala asidosis metabolik ( pernafasan dangkal cepat, sakit kepala, mual muntah, Ph rendah, letargi)

      • Kolaborasi dengan timkes lain dalam therapinya

      • Pantau perdarahan, anemia, hipoalbuminemia

      • Kolaborasi untuk hemodialisis

12

PK; Ketidakseimbangan elektrolit

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolit

        • Pantau td hipokalemia (poli uri, hipotensi, ileus, penurunan tingkat kesadaran,kelemahan, mual, muntah, anoreksia, reflek tendon melemah)

        • Dorong klien u/ meningkatkan intake nutrisi yang kaya kalium

        • Kolaborasi u/ koreksi kalium secara parenteral

        • Pantau cairan IV


13

PK: Sepsis

Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani / memantau komplikasi : septicemia

        • Pantau tanda dan gejala septikemia ( s>38 / <36, N:> 90X/mnt, R: >20 x/mnt)

        • Pantau lansia terhadap perubahan mental, kelemahan, hipotermi dan anoreksia.

        • Kolaborasi dalam pemberian therapi antiinfeksi

        • Pantau dan berikan oxigen

        • Pantau intake nutrisinya


14

Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)


Setelah dilakukan askep .. jam, integritas jaringan membaik dengan kriteria hasil :

    • melaporkan penurunan sensasi atau nyeri pada area kerusakan jaringan/ luka

    • mendemonstrasikan pemahaman rencana tindakan untuk perawatan jaringan dan pencegahan injuri

    • keadaan luka membaik (kering)dan peningkatan jaringan granulasi

Wound Care :

    • Kaji area luka dan tentukan penyebabnya

    • Tentukan ukuran kedalaman luka

    • Monitor area luka minimal sehari sekali thd perubahan warna, kemerahan, peningkatan suhu, nyeri dan tanda-tanda infeksi

    • Monitor kondisi sekitar luka, monitor praktek klien dalam peran serta merawat luka, jenis sabun/pembersih yang digunakan, suhu air, frekuensi membersihkan kulit/ area luka dan sekitar luka

    • Anjurkan klien untuk tidak membasahi area luka dan sekitar luka


    • Minimalkan paparan terhadap kulit (area luka dan sekitarnya)

    • Buat rencana mobilisassi bertahap: miring kanan/kiri, ½ duduk, duduk, berdiri dan berjalan, gunakan alat bantu jika perlu

    • Gunakan lotion untuk kelembabkan kulit

    • Dorong intake protein adekuat

    • Anjurkan ibu untuk menghindari cedera, menghindar dari benda berbahaya, menghindar penekanan terhadap area luka menghindar batuk, mengejan terlalu kuat



Related Post



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Archives

Pengunjung


widgeo.net

Ayat Al Quran

Follower

© Copyright 2010. wahidnh.blogspot.com . All rights reserved | wahidnh.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com| Modified by wahidnh.blogspot.com