APENDICITIS
Pengertian
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira 10 cm 94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal. Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil, appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
Appendikitis merupakan peradangan pada appendiks (umbai cacing). Kira-kira 7% populasi akan mengalami appendikitis pada waktu yang bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih cenderung terkena appendiksitis dibanding wanita. Appendiksitis lebih sering menyerang pada usia 10 sampai 30 tahun.
Appendiksitis perforasi adalah merupakan komplikasi utama dari appendiks, dimana appendiks telah pecah sehingga isis appendiks keluar menuju rongga peinium yang dapat menyebabkan peritonitis atau abses.
Appendiktomi adalah pengangkatan terhadap appendiks terimplamasi dengan prosedur atau pendekatan endoskopi.
Etiologi
Penyebab belum pasti
Faktor yang berpengaruh:
Obstruksi: hiperplasi kelenjar getah bening (60%), fecalit (massa keras dari feses) 35%, corpus alienum (4%), striktur lumen (1%).
Infeksi: E. Coli dan steptococcus.
Tumor
Patognesis
Apa 4 faktor yang mempengaruhi terjadinya appendiks:
Adanya isis lumen
Derajat sumbatan yang terus menerus
Sekresi mukus yang terus menerus
Sifat inelastis/tak lentur dari mukosa appendiks
Produksi mucin 1-2 ml/hari. Kapasitas appendiks 3-5 cc/hari. Jadi nyeri McBurney akan muncul setelah terjadi sumbatan ± 2 hari
P
Sumbatan:
Sekresi mucus
Tekanan intra lumen ↑
Gangguan drainase limphe
Oedema + kuman
Ulserasi mukosa
Appendiks akut fokal:
Nyeri viseral ulu hati karena regangan mukosa
Appendiks supuratif:
Tekanan intra lumen ↑↑:
Gangguan vena
Thrombus
Iskemia + kuman
Pus
Appendiks gangrenosa
↓
Tekanan intra lumen ↑↑↑:
Gangguan arteri
Nekrosis + kuman
gangren
Peritonitis
↓
Peritonitis umum
Apendiks terimplamasi dan mengalami edema sebagai akibat atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feses), tumor, atau benda asing. Proses implamasi meningkatkan tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam, terlokalisasi di kuadran kanan bawah dari abdomen. Akhirnya appendiks yang terimplamasi berisi pus.
Appendiksitis akut setelah 24 jam dapat menjadi:
Sembuh
Kronik
Perforasi
Infiltrat → abses
Manifestasi Klinik
Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disrtai dengan demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan.
Nyeri tekan local pada tititk McBurney bila dilakukan tekanan.
Nyeri tekan lepas dijumpai
Terdapat konstipasi atau diare
Nyeri lumbal, bila appendiks melingkar dibelakang sekum
Nyeri defekasi, bila appendiks berada dekat rektal
Nyeri kemih, jika ujung appendiks berada di dekat kandung kemih atau ureter.
Pemeriksaan rektal positif jika ujung appendiks berada di ujung pelvis
Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang secara paradoksial menyebabkan nyeri kuadran kanan.
Apabila appendiks sudah ruptur, nyeri menjadi menyebar, disertai abdomen terjadi akibat ileus paralitik.
Pada pasien lansia tanda dan gejala appendiks sangat bervariasi. Pasien mungkin tidak mengalami gejala sampai terjadi ruptur appendiks.
Pemeriksaan Diagnosis
Anamnesa
Nyeri (mula-mula di daerah epigastrum, kemudian menjalar ke titik McBurney).
Muntah (rangsang visceral)
Panas (infeksi akut)
Pemeriksaan fisik
Status generalis
Tampak kesakitan
Demam (≥37,7 oC)
Perbedaan suhu rektal > ½ oC
Fleksi ringan art coxae dextra
Status lokalis
Defenmuskuler (+) → m. Rectus abdominis
Rovsing sign (+) → pada penekanan perut bagian kontra McBurney (kiri) terasa nyeri di McBurney karena tekanan tersebut merangsang peristaltic usus dan juga udara dalam usus, sehingga bergerak dan menggerakkan peritonium sekitar apendiks yang sedang meradang sehingga terasa nyeri.
Psoas sign (+) → m. Psoas ditekan maka akan terasa sakit di titik McBurney (pada appendiks retrocaecal) karena merangsang peritonium sekitar app yang juga meradang.
Obturator sign (+) → fleksi dan endorotasi articulatio costa pada posisi supine, bila nyeri berarti kontak dengan m. obturator internus, artinya appendiks di pelvis.
Peritonitis umum (perforasi)
Nyeri diseluruh abdomen
Pekak hati hilang
Bising usus hilang.
Rectal touché: nyeri tekan pada jam 9-12
Alvarado score:
Digunakan untuk menegakkan diagnosis sebagai appendiksitis akut atau bukan, meliputi 3 simtom, 3 sign dan 2 laboratorium:
Appendiksitis pain 2 point
Lekositosis (>10 ribu) 2 point
Vomitus 1 point
Anoreksia 1 point
Erbound Tendenees Fenomen 1 point
Degre of celsius (>37OC) 1 point
Observation of hemogram (segmen> 72%) 1 point
Abdominal migrate pain 1 point
Total point 10
pemeriksaan penunjang
laboratorium
Hb normal
Leukosit normal atau meningkat (bila lanjut umumnya leukositosis, >10,000/mm3)
Hitung jenis: segmen lebih banyak
LED meningkat (pada appendicitis infiltrate)
Rongent: appendicogram Hasil positif berupa:
Non-filling
Partial filling
Mouse tail
Cut off
Rongent abdomen tidak menolong kecuali telah terjadi peritonitis.
Diagnosa Banding
|
|
Penatalaksanaan
Appendiktomi cito (app akut, abses dan perforasi)
Appendiktomi elektif (app kronik)
Konservatif kemudian operasi elektif (app infiltrate)
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegagkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegagkan. Appendiktomi dilakukan segera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Appendiktomi dapat dilakukan dengan spinal anastesi atau anestesi umum dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi.
Kompilkasi
Komplikasi utama appendiksitis adalah perforasi appendiks yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidensi perforasi 10-32%. Perforasi terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7OC atau lebih tinggi, penampilan toksik dan nyeri abdomen atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu.
Persiapan preoperative
Infuse intravena digunakan untuk meningkatkan fungsi ginjal adekuat dan menggantikan cairan yang hilang. Aspirin diberikan untuk mengurangi peningkatan suhu. Terapi antibiotik dapat diberikan untuk mencegah infeksi. Bila ada kemungkinan atau terbukti ileus paralitik, selang nasogastrik dapat dipasang. Enema tidak diberikan karena dapat menimbulkan perforasi.
Penanganan posoperatif
Tempatkan pasien pada posisi semifouler karena dapat mengurangi tegangan pada insisi dan organ abdomen yang membantu mengurangi nyeri. Analgetik diberikan untuk mengurangi nyeri. Cairan per-oral dapat diberikan bila dapat mentoleransi. Pasien yang mengalami dehidrasi sebelum pembedahan diberikan cairan secara intravena. Instruksi untuk menemui ahli bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
Diagnosa keperawatan yang kemungkinan muncul:
Preoperatif:
Kurang pengetahuan tentang apendicitis dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (proses penyakit)
Pasca operatif:
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan pada apendiktomi)
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekut b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa)
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan
Pk: perdarahan
RENPRA APP
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan pada apendiktomi)
| Setelah dilakukan askep selama …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya b/d kurang paparan sumber informasi, terbatasnya kognitif
| Setelah dilakukan askep selama ..... jam, pengetahuan klien meningkat dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
3 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekut b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa)
| Setelah dilakukan askep selama ….. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat | Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
4 | Risiko infeksi b/d tindakan invasive, insisi post pembedahan, penurunan daya tahan tubuh primer | Setelah dilakukan askep selama … jam infeksi terkontrol dan terdeteksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi infeksi
|
5 | PK: Perdarahan | Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan |
|
BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
I. PENGERTIAN
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna.
II. PATOFISIOLOGI
Proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot destrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan destrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka destrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
III. ETIOLOGI
Penyebab secara pasti belum diketahui, namun terdapat faktor resiko umur dan hormon androgen (Anonim,FK UI,1995). Pada umur diatas 50 tahun, pada orang laki-laki akan timbul mikronodule dari kelenjar prostatnya.
1V. GAMBARAN KLINIS
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:
Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow. (Anonim,FK UI,1995).
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan kesan keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, kelainan lain seperti benjolan dalam rektum dan prostat. Pada perabaan melalui colok dubur dapat diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas dapat diraba. Derajat berat obstruksi dapat diukur dengan menentukan jumlah sisa urine setelah miksi spontan. Sisa miksi ditentukan engan mengukur urine yang masih dapat keluar dengan kateterisasi. Sisa urine dapat pula diketahui dengan melakukan ultrasonografi kandung kemih setelah miksi.
Pemeriksaan laboratorium
Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin, elektrolit, kadar ureum kreatinin.
Bila perlu Prostate Spesific Antigen (PSA), untuk dasar penentuan biopsi.
Pemeriksaan radiologi :
Foto polos abdomen
BNO-IVP
Systocopy
Cystografi
USG.
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi medikamentosa
Penghambat andrenergik , misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin atau 1a (tamsulosin).
Penghambat enzim 5--reduktase, misalnya finasteride (Poscar)
Fitoterapi, misalnya eviprostat
Terapi bedah : Waktu penanganan untuk tiap pasien bervariasi tergantung beratnya gejala dan komplikasi. Indikasi terapi bedah yaitu :
Retensio urin berulang
Hematuria
Tanda penurunan fungsi ginjal
Infeksi saluran kencing berulang
Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel,hidroureter, dan hidronefrosis.
Ada batu saluran kemih.
Macam-macam tindakan pada klien BPH :
1. PROSTATEKTOMI
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas, memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang berkaitan.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih. Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis. Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis. Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP ).
Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral. Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang ) dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.
3. TURP ( TransUretral Reseksi Prostat )
TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi. Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
VII. KOMPLIKASI
Perdarahan.
Pembentukan bekuan
Obstruksi kateter
Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah sembuh.
Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.
Infeksi
VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Nyeri akut berhubungan dengan Agen injuri fisik, pembedahan
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer yang tidak adekuat, prosedur invasif.
Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya berhubungan dengan kurang familier terhadap informasi, kognitif.
Defisit self care berhubungan dengan kelemahan, penyakitnya
PK : Perdarahan
RENPRA BPH
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri Akut berhubungan dengan Agen injuri fisik (pembedahan) | Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Resiko infeksi b/d pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat, prosedur invasif, luka pembedahan.
| Setelah dilakukan askep …. jam infeksi terkontrol dan terdeteksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
3 | Kurang pengetahuan ttng penyakit, perawata,pengobatan Nya d/g kurang familier terhadap informasi, terbatasnya kognitif. | Setelah dilakukan askep .... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
4 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan dan nyeri, penyakitnya | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri Dg KH:
| Bantuan perawatan diri makan, kebersihan, berpakaian, toileting dan ambulasi)
|
5 | PK: Perdarahan | Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan dan klien mengalami peningkatan Hb/> 10 gr % |
|
CA REKTI
A. PenGERTIAN
Kanker rektum adalah tipe paling umum kedua dari kanker internal di Amerika.Penyebab nyata dari kanker rektum tidak diketahui, tetapi faktor riwayat kanker kolon dalam keluarga, riwayat penyakit usus inflamasi kronis dan diit tinggi lemak, protein dan daging serta rendah serat.
B. Patofisiologi
Kanker rektum terutama (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitarnya, Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubun yang lain (paling sering ke hati).
C. Pathway
Kolithis Ulceratif Kebiasaan makan (tinggi karbohidarat, rendah serat)
Polimerisasi karsinogen membuat
DNA baru
Fsktor genetik polip colon
Kerusakan DNA
Penggabungan DNA asing dan induk
Sintetis RNA baru
Mitosis dipercepat
Transformasi kanker
Pertumbuhan liar sel ganas
Perdarahan peranus Ca Rekti Perubahan kebiasaan defikasi (konstipasi, diare)
PK : perdarahan
PK: anemia
Nyeri : akut/kronis Hemorhoid anoreksia
-ketidakseimbangan nutrisi
Cemas -Mual
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala paling menonjol adalah :
Perubahan kebiasaan defekasi
Pasase darah dalam feses
Gejala lain berupa
Anemi yang tidak diketahu sebabnya
Anoreksia
Penurunan berat badan
Keletihan
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Diagnosis kanker rekti dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, colok dubur dan rekto sigmoidoskopi
F. KOMPLIKASI
Obstrusi usus partial atau lengkap
Hemorhargi
Perfosi dan dapat mengakibatkan pembentukan abses
Peritonotis
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif ialah tindakan bedah, dengan tujuan utamanya memperlancar saluran cerna. Kemotrapi dan raiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan manfaat kuratif.
Tipe pembedahan tergantung pada lokasi dan ukuran tumor.
Prosedur pembedahan pilihan adalah :
Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus pada sisi pertumbuhan, pembuluh darah dan nodus limfatik).
Reseksi abdominoperineal dengan kolostoti sigmoid permanen / pengangkatan tumor dan porsi sigmoid dan semua rektum serta sfingter anal
Kolostomi sementara diikuti dengan reseksi segmental dan anastomosis serta reanastomosisi lanjut dari kolostomi. (memungkinkan dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum resekai )
Kolostomi permanen (unuk menyembuhkan lesi obstrusi yang tidak dapat direseksi)
KOLOSTOMI
A. Pengertian
Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhizen, 1991)
Pembuatan lubang sementara atau permanen dari usus besar melalui dinding perut untuk mengeluarkan feses (Randy,1987)
Lubang yang dibuat melalui dinding abdomen kedalam kolon iliaka untuk mengeluarkan feses (Evelyn, 1991, Pearce,1993)
B. Jenis-jenis Kolostomi
Kolostomi dibuat berdasarkan berbagai indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara
1. Kolostomi permenen
Pembuatan kolostomi permanen biasanya dilakukan apabila pasien sudah tidak memungkinkan untuk defekasi secara normal karena adanya keganasan, perlengketan atau pengangkatan kolon sigmoid atau rektum sehingga tidak memungkinkan feses keluar melalui anus. Kolostomi permanen biasanya berupa kolostomi single barel (dengan satu ujung lubang)
2. Kolostomi temporer/sementara
Pembuatan kolostomi biasanay untuk tujuan dekompresi kolon atau untuk mengalirkan feses sementara dan kemudian kolon akan dikembalikan seperti semula dan abdomen ditutup kembali. Kolostomi temporer inimenpunyai dua ujung lubang yang dikeluarkan melalui abdomen yang disebut kolostomi double barrel.
Lubang kolostomi yang muncul dipermukaan abdomen berupa mukosa kemerahan yang disebut STOMA. Pada minggu pertama pot kolostomi biasanya masih terjasi pembengkakan sehingga stoma tampak membesar.
Pasien dengan pemasangan kolostomi biasanya disertai dengan tindakan laparatomi (pembukaan diding abdomen). Luka laparatomi sangat beresiko mengalami infeksi karena letaknya bersebelahan denga lubang stoma yang kemunglinan banyak mengeluarkan feses yang dapat mengkontaminasi luka.
Kantong/bag harus segera diganti dengankantong yang baru jika telah terisi feses atau jika kantong bocor dan feses cair mengotori abdomen. Juga harus dipertahankan kulit di sekitar stoma tetap kering, penting untuk menghindari terjadinya iritasi pada kulit dan untuk kenyamanan pasien.
Kulit sekitar stoma yang mengalami iritasi harus segera diberi zalf/salep atau segera konsultsikan pada dokter ahli. Pada pasien yang alergi mungli perlu dipikirkan untu modifikasi kantong agar kulit tidak teriritasi.
C. Komplikasi Kolostomi
1. Obtruksi/penyumbatan
Penyumbatn dapt disebabakan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulir dikeluarkan. Untuk menghindari terjadinya sumbata, pasien perlu dilakukan irigasi kolostomi secara teratur. Pada pasien dengankolostomi permanen tindakan irigasi perlu diajarkan agar pasien dapat melakukannya sensiri di rumah.
2. Infeksi
3. Retraksi stoma/mengkerut
Stoma menglami pengiktan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk di sekitar stoma yang mengalami pengkerutan.
4. prolap pada stoma
Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karen fiksasi struktur penyokong stoma yang kurang adekuat pada saat pembedahan.
5. Perdarahan.
B. Diagnosa keperawatan
1. Diagnosa keperawatan utama mencakup antara lain:
Preoperatif:
Kurang pengetahuan tentang Ca Rekti dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
Pasca operatif:
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan)
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan, imunitas tubuh primer menurun
PK: Perdarahan
Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya, nyeri
RENPRA CA REKTI
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri Akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive | Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
3 | Kurang pengetahuan ttng penyakit, perawata,pengobatan Nya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif | Setelah dilakukan askep....jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
4 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, penyakitnya | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri Dg KH:
| Bantuan perawatan diri
|
5 | PK: Perdarahan | Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan dan klien mengalami peningkatan Hb/> 10 gr % |
|
CEDERA KEPALA
A. PENGERTIAN
Cedera kepala adalah serangkainan kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Mendis ,RS DR Sardjito)
Cendera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas .(Mansjoer Arif ,dkk ,2000)
B. ETIOLOGI
1. Kecelakaan lalu lintas
2 Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
C. KLASIFIKASI
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau cedera tumpul.
Beratnya Cedera
Glascow coma scale ( GCS) digunakan untuk menilai secara kuantitatif kelainan neurologis dan dipakai secara umum dalam deskripsi beratnya penderita cedera kepala
Cedera Kepala Ringan (CKR).
GCS 13– 15, dapat terjadi kehilangan kesadaran ( pingsan ) kurang dari 30 menit atau mengalami amnesia retrograde. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada kontusio cerebral maupun hematoma
Cedera Kepala Sedang ( CKS)
GCS 9 –12, kehilangan kesadaran atau amnesia retrograd lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB)
GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
Skala Koma Glasgow
-
No
RESPON
NILAI
1
Membuka Mata :
Spontan
Terhadap rangsangan suara
Terhadap nyeri
Tidak ada
4
3
2
1
2
Verbal :
Orientasi baik
Orientasi terganggu
Kata-kata tidak jelas
Suara tidak jelas
Tidak ada respon
5
4
3
2
1
3
Motorik :
Mampu bergerak
Melokalisasi nyeri
Fleksi menarik
Fleksi abnormal
Ekstensi
Tidak ada respon
6
5
4
3
2
1
Total
3-15
3. Morfologi Cedera
Secara Morfologi cedera kepala dibagi atas :
Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih rinci.
Tanda-tanda tersebut antara lain :
Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
Parese nervus facialis ( N VII )
Sebagai patokan umum bila terdapat fraktur tulang yang menekan ke dalam, lebih tebal dari tulang kalvaria, biasanya memeerlukan tindakan pembedahan.
Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
Perdarahan Epidural
Perdarahan Subdural
Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma. Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus ( CAD).
1) Perdarahan Epidural
Hematoma epidural terletak diantara dura dan calvaria. Umumnya terjadi pada regon temporal atau temporopariental akibat pecahnya arteri meningea media ( Sudiharto 1998). Manifestasi klinik berupa gangguan kesadaran sebentar dan dengan bekas gejala (interval lucid) beberapa jam. Keadaan ini disusul oleh gangguan kesadaran progresif disertai kelainan neurologist unilateral. Kemudian gejala neurology timbul secara progresif berupa pupil anisokor, hemiparese, papil edema dan gejala herniasi transcentorial.
Perdarahan epidural difossa posterior dengan perdarahan berasal dari sinus lateral, jika terjadi dioksiput akan menimbulkan gangguan kesadaran, nyeri kepala, muntah ataksia serebral dan paresis nervi kranialis. Cirri perdarahan epidural berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung
Perdarahan subdural
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural( kira-kira 30 % dari cedera kepala berat). Perdarahan ini sering terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan yang terletak antara kortek cerebri dan sinus venous tempat vena tadi bermuara, namun dapat terjadi juga akibat laserasi pembuluh arteri pada permukaan otak. Perdarahan subdural biasanya menutupi seluruh permukaan hemisfer otak dan kerusakan otak dibawahnya lebih berat dan prognosisnya jauh lebih buruk daripada perdarahan epidural.
Kontusio dan perdarahan intracerebral
Kontusio cerebral sangat sering terjadi di frontal dan lobus temporal, walau terjadi juga pada setiap bagian otak, termasuk batang otak dan cerebellum. Kontusio cerebri dapat saja terjadi dalam waktu beberapa hari atau jam mengalami evolusi membentuk perdarahan intracerebral. Apabila lesi meluas dan terjadi penyimpangan neurologist lebih lanjut
Cedera Difus
Cedera otak difus merupakan kelanjutan kerusakan otak akibat akselerasi dan deselerasi, dan ini merupakan bentuk yang lebih sering terjadi pada cedera kepala.
Komosio Cerebro ringan akibat cedera dimana kesadaran tetap tidak terganggu, namun terjadi disfungsi neurologist yang bersifat sementara dalam berbagai derajat. Cedera ini sering terjadi, namun karena ringan sering kali tidak diperhatikan, bentuk yang paling ringan dari kontusio ini adalah keadaan bingung dan disorientasi tanpa amnesia retrograd, amnesia integrad ( keadaan amnesia pada peristiwa sebelum dan sesudah cedera) Komusio cedera klasik adalah cedera yang mengakibatkan menurunya atau hilangnya kesadaran. Keadaan ini selalu disertai dengan amnesia pasca trauma dan lamanya amnesia ini merupakan ukuran beratnya cedera. Hilangnya kesadaran biasanya berlangsung beberapa waktu lamanya dan reversible. Dalam definisi klasik penderita ini akan sadar kembali dalam waktu kurang dari 6 jam. Banyak penderita dengan komosio cerebri klasik pulih kembali tanpa cacat neurologist, namun pada beberapa penderita dapat timbul deficit neurogis untuk beberapa waktu. Defisit neurologist itu misalnya : kesulitan mengingat, pusing ,mual, amnesia dan depresi serta gejala lainnya. Gejala-gejala ini dikenal sebagai sindroma pasca komosio yang dapat cukup berat. Cedera Aksonal difus ( Diffuse Axonal Injuri,DAI) adalah dimana penderita mengalami coma pasca cedera yang berlangsung lama dan tidak diakibatkan oleh suatu lesi masa atau serangan iskemi. Biasanya penderita dalam keadaan koma yang dalam dan tetap koma selama beberapa waktu, penderita sering menunjukkan gejala dekortikasi atau deserebasi dan bila pulih sering tetap dalam keadaan cacat berat, itupun bila bertahan hidup. Penderita sering menunjukkan gejala disfungsi otonom seperti hipotensi, hiperhidrosis dan hiperpireksia dan dulu diduga akibat cedera batang otak primer.
PATOFISIOLOGI CEDERA KEPALA
Akibat dari trauma/ cedera kepala akan mengakibatkan fragmentasi jaringan dan kontusio atau akan mengakibatkan cedera jaringan otak sehingga menyebabkan sawar darah otak (SDO) rusak yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan eksudasi cairan sehingga timbul edema. Edema menyebabkan peningkatan TIK ( Tekanan Intra Kranial ), yang pada gilirannya akan menurunkan aliran darah otak (ADO), iskemia, hipoksia, asidosis ( penurunan PH dan peningkatan PCO2) dan kerusakan sawar darah otak lebih lanjut. Siklus ini akan berlanjut hingga terjadi kematian sel dan edema. Bila digambarkan adalah sebagai berikut :
Trauma Kepala, Benturan, akselerasi, deselerasi
Cedera primer / langsung cedera skunder / tidak langsung
------------------------------------------
Kerusakan saraf otak
Laserasi
ADO
Suplai nutrisi keotak
As. Laktat Perubahan metabolisme anaerob produk ATP
Vasodilatasi cerebri
Hipoxia Energi <
ADO
Edema jaringan otak Fatig
Penekanan pembuluh darah
Dan jaringan cerebral Pe TIK Nyeri akut
-mual Gg. Persepsi sensori
Perfusi jaringan tidak efektif - muntah
Kerusakan memori
Gg. Pertukaran gas Nutrisi kurang
MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik dari cedera kepala tergantung dari berat ringannya cedera kepala. Perubahan kesadaran adalah merupakan indicator yang paling sensitive yang dapat dilihat
dengan penggunaan GCS ( Glascow Coma Scale) dan adanya peningkatan tekanan TIK yang mempunyai trias Klasik seperti : nyeri kepala karena regangan dura dan pembuluh darah; papil edema yang disebabkan oleh tekanan dan pembengkakan diskus optikus; muntah seringkali proyektil.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium
X-Ray, foto tengkorak 3 posisi
CT scan
Foto cervical bila ada tanda-tanda fraktur cervical
Aeteriografi
KOMPLIKASI
Perdarahan intra cranial
Epidural
Subdural
Sub arachnoid
Intraventrikuler
Malformasi faskuler
Fstula karotiko-kavernosa
Fistula cairan cerebrospinal
Epilepsi
Parese saraf cranial
Meningitis atau abses otak
Sinrom pasca trauma
Tindakan :
infeksi
Perdarahan ulang
Edema cerebri
Pembengkakan otak
PENATALAKSANAAN
Tindakan terhadap peningkatan TIK
Pemantauan TIK dengan ketat.
Oksigenasi adekuat
Pemberian manitol
Penggunaan steroid
Peninggatan tempat tidur pada bagian kepala
Bedah neuro
Tindakan pendukung lain
Dukung ventilasi
Pencegahan kejang
Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
Terapi antikonvulsan
CPZ untuk menenangkan pasien
NGT
I. PENATALAKSANAAN TRAUMA KEPALA YANG MEMERLUKAN TINDAKAN BEDAH SARAF :
Penatalaksanaan trauma kepala yang memerlukan tindakan bedah saraf, merupakan proses yang terdiri dari serangkaian tahapan yang saling berkaitan satu sama lain dalam mengambil keputusan dalam melakukan tindakan pembedahan antara lain adalah sebagai berkut :
Tahap I :
Penilaian awal pertolongan pertama, dengan memprioritaskan penilaian yaitu :
Airway : Jalan Nafas
Membebaskan jalan dari sumbatan lendir, muntahan, benda asing
Bila perlu dipasang endotrakeal
Breathing : Pernafasan
- Bila pola pernafasan terganggu dilakukan nafas buatan atau ventilasi dengan respirator.
Cirkulation : Peredaran darah
Mengalami hipovolemik syok
Infus dengan cairan kristaloid
Ringer lactat, Nacl 0,9%, D5% ,),45 salin
Periksa adanya kemungkinan adanya perdarahan
Tentukan hal berikut : lamanya tak sadar, lamanya amnesia post trauma, sebab cedera, nyeri kepala, muntah.
Pemeriksaan fisik umum dan neurologist.
Monitor EKG.
Diagnosis dari pemeriksaan laborat dan foto penunjang telah dijelaskan didepan.
Indikasi konsul bedah saraf :
Coma berlangsung > 6 jam.
Penurunan kesadaran ( gg neurologos progresif)
Adanya tanda-tanda neurologist fokal, sudah ada sejak terjadi cedera kepala.
Kejang lokal atau umum post trauma.
Perdarahan intra cranial.
Tahap II : Observasi perjalanan klinis dan perawatan suportif.
Tahap III :
Indikasi pembedahan
Perlukaan pada kulit kepala.
Fraktur tulang kepala
Hematoma intracranial.
Kontusio jaringan otak yang mempunyai diameter > 1 cm dan atau laserasi otak
Subdural higroma
Kebocoran cairan serebrospinal.
Kontra indikasi
Adanya tanda renjatan / shock, bukan karena trauma tapi karena sebab lain missal : rupture alat viscera ( rupture hepar, lien, ginjal), fraktur berat pada ekstremitas.
Trauma kepala dengan pupil sudah dilatasi maksimal dan reaksi cahaya negative, denyut nadi dan respirasi irregular.
Tujuan pembedahan
Mengeluarkan bekuan darah dan jaringan otak yang nekrose
Mengangkat tulang yang menekan jaringan otak
Mengurangi tekanan intracranial
Mengontrol perdarahan
Menutup / memperbaiki durameter yang rusak
Menutup defek pada kulit kepala untuk mencegah infeksi atau kepentingan kosmetik.
Pesiapan pembedahan
Mempertahankan jalan nafas agar tetap bebas
Pasang infuse
Observasi tanda-tanda vital
Pemeriksaan laboratorium
Pemberian antibiotic profilaksi
Pasang NGT, DC
Therapy untuk menurunkan TIK, dan anti konvulsan
Tahap IV :
Pembedahan spesifik
Debridemen
Kraniotomi yang cukup luas
EDH bila CT Scan menunjukkan lesi yang jelas, bila < 1,5 – 1 cm belum perlu operasi
SDH akut diperlukan craniotomy luas.
Hematom intra serebral dan kontusio serebri dengan efek massa yang jelas.
Intra ventrikuler hematoma 9 kraniotomi – aspirasi hematoma, bila timbul tanda-tanda hidrosepalus dilakukan vpshunt)
Pada laserasi otak
Pada fraktur kepala terbuka dan fraktur yang menekan tertutup
Evaluasi komplikasi yang perlu diperhatikan
Perdarahan ulang
Kebocoran cairan otak
Infekso pada luka atau sepsis
Timbulnya edea cerebri
Timbulnya edema pulmonum neurogenik, akibat peningkatan TIK
Nyeri kepala setelah penderita sadar
Konvulsi
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL :
Nyeri akut b. d agen injuri fisik
Resiko infeksi b.d trauma, tindakan invasife, immunosupresif, kerusakan jaringan
Ketidak seimbangan nutrisi kurang kebutuhan tubuh b. d ketidakmampuan pemasukan makanan atau mencerna makanan dan atau mengabsorbsi zat-zat gizi karena faktor biologis.
PK : Peningkatan TIK
Kurang pengetahuan keluarga tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif
Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
RENPRA TRAUMA KEPALA
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, adanya luka | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
3 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi inadekuat k/ faktor biologis | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
| Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
4 | PK: PeningkatanTIK | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam perawat akan mengatasi dan mengurangi episode dari peningkatan TIK |
|
5 | Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatan kognitif | Setelah dilakukan askep …. Jam pengetahuan klien meningkat dg KH:
| Pendidikan kesehatan : proses penyakit
|
6 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya | Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri : dengan kritria :
| Bantuan perawatan diri
|
FRAKTUR
Pengertian:
Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma. Fraktur digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur dapat terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsi .
Klasifikasi fraktur :
Menurut Hardiyani (1998), fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, dan cruris dst).
Berdasarkan luas dan garis fraktur terdiri dari :
Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).
Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis penampang tulang).
Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
Fraktur kominit (garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan).
Fraktur segmental (garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan).
Fraktur Multipel ( garis patah lebih dari satu tapi pada tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur humerus, fraktur femur dan sebagainya).
Berdasarkan posisi fragmen :
Undisplaced (tidak bergeser) / garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser.
Displaced (bergeser) / terjadi pergeseran fragmen fraktur
Berdasarkan hubungan fraktur dengan dunia luar :
Tertutup
Terbuka (adanya perlukaan dikulit).
Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
Garis patah melintang.
Oblik / miring.
Spiral / melingkari tulang.
Kompresi
Avulsi / trauma tarikan atau insersi otot pada insersinya. Missal pada patela.
Berdasarkan kedudukan tulangnya :
Tidak adanya dislokasi.
Adanya dislokasi
At axim : membentuk sudut.
At lotus : fragmen tulang berjauhan.
At longitudinal : berjauhan memanjang.
At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
Etiologi:
Menurut Apley dan Salomon (1995), tulang bersifat relative rapuh namun cukup mempunyai kekuatan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat disebabkan oleh
Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, kontraksi otot ekstrim.
Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan kaki terlalu jauh.
Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada fraktur patologis.
Patofisiologis :
Jenis fraktur :
Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran
Fraktur inkomplit, patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
Fraktur tertutup (fraktur simple), tidak menyebabkan robekan kulit.
Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks), merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membrana mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi : Grade I dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya dan sakit jelas, Grade II luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif dan Grade III, yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensi, merupakan yang paling berat.
Penyembuhan/perbaikan fraktur :
Bila sebuah tulang patah, maka jaringan lunak sekitarnya juga rusak, periosteum terpisah dari tulang dan terjadi perdarahan yang cukup berat. Bekuan darah terbentuk pada daerah tersebut. Bekuan akan membentuk jaringan granulasi, dimana sel-sel pembentuk tulang premitif (osteogenik) berdeferensiasi menjadi kondroblas dan osteoblas. Kondroblas akan mensekresi fosfat yang akan merangsang deposisi kalsium. Terbentuk lapisan tebal (kalus disekitar lokasi fraktur. Lapisan ini terus menebal dan meluas, bertemu dengan lapian kalus dari fragmen yang satunya dan menyatu. Fusi dari kedua fragmen terus berlanjut dengan terbentuknya trabekula oleh osteoblas, yang melekat pada tulang dan meluas menyebrangi lokasi fraktur.Persatuan (union) tulang provisional ini akan menjalani
transformasi metaplastikuntuk menjadi lebih kuat dan lebih terorganisasi. Kalus tulang akan mengalami re-modelling dimana osteoblas akan membentuk tulang baru sementara osteoklas akan menyingkirkan bagian yanng rusak sehingga akhirnya akan terbentuk tulang yang menyerupai keadaan tulang aslinya
Manifestasi klinis:
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melengketnya obat.
Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm
Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar fragmen satu dengan lainnya.
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
F. Komplikasi fraktur
Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring
Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.
Shock,
Fat embalism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko terjadinya emboli lemakada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil dalm waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
Infeksi
Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.
Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium :
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P meengikat di dalam darah.
Radiologi :
X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Penanganan fraktur
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang harus di imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan kesejajaranyang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai inerna untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu, intra trohanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra kondiler 12-15 minggu.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan
Memantau status neurologi.
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometrik dan setting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari
Kembali keaktivitas secara bertahap.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur :
Imobilisasi fragmen tulang.
Kontak frgmen tulang minimal.
Asupan darah yang memadai.
Nutrisi yang baik.
Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang.
Hormon-hormon pertumbuhan tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
Potensial listrik pada patahan tulang.
FRAKTUR FEMUR
Pengertian
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat : bagian kaput, kolum atau trochanter, batang femur dan daerah lutut /suprakondiler.
Klasifikasi
Ada 2 tipe utama fraktur pinggul :
fraktur kolum femur : intra kapsuler
fraktur trokhenter : ekstrakapsuler.
Fraktur kolum femur : penyembuhan akan lebih sulit disbandingkan dengan fraktur trokhenter, karena system pembuluh darah yang memasok darah kekaput dan kolum femur mengalami kerusakan karena fraktur.
Manifestasi Klinik
tungkai mengalami pemendekan
adduksi dan rotasi eksterna
nyeri ringan selangkangan atau sisi medial lutut
Penanganan Fraktur
Traksi kulit sementara untuk mereduksi spasme otot, untuk mengimobilisasi ekstremitas dan mengurangi nyeri.
ORIF
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur)
Resiko terhadap cidera berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse
Sindrom kurang perawatan diri berhubungan dengan hilangnya kemampuan menjalankan aktivitas.
Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif
RENPRA FRAKTUR
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik, fraktur | Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, tingkat nyeri terkontrol dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Resiko terhadap cidera b/d kerusakan neuromuskuler, tekanan dan disuse | Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Status keselamatan Injuri fisik Dg KH :
| Memberikan posisi yang nyaman untuk Klien:
|
3 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan, fraktur | Setelah dilakukan akep … jam kebutuhan ADLs terpenuhi dg KH:
| Bantuan perawatan diri
|
4 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, fraktur | Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dan infeksi terdeteksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
5 | Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang | Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Ambulasi :Tingkat mobilisasi, Perawtan diri Dg KH :
| Terapi ambulasi
Pendidikan kesehatan
|
6 | Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatan kognitif | Setelah dilakukan askep …. Jam pengetahuan klien meningkat dg KH:
| Pendidikan kesehatan : proses penyakit
|
HEMORROID
A. Pengertian
Hemorroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal. Hemorroid adalah pelebaran pembuluh darah/flexus vena. Hemorroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami berbagai tipe hemorroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan diketahui mengawali atau memperberat adanya hemorroid.
B. Etiologi
Kelainan organis
Serosis hepatic
Trombosis vena porta
Tumor intra-abdominal, terutama pelvis
Idiopatik, predisposisi:
Herediter: kelemahan pembuluh darah
Anatomi: tak ada katup pada vena porta sehingga darah mudah kembali, tekanan di plexus hemorrhoid akan meningkat.
Gravitasi: banyak berdiri
Tekanan intra abdominal yang meningkat: batuk kronis, mengejan.
Tonus spinter ani lemah
Obstipasi atau konstipasi kronis
Obisitas
Diit rendah serat
Pada wanita hamil faktor yang mempengaruhi timbulnya hemorrhoid adalah:
Tumor intra abdomen menyebabkan gangguan aliran vena daerah pelvis.
Kelemahan pembuluh darah waktu hamil kerena pengaruh hormon
Mengedan selama partus.
C. Klasifikasi
Hemorroid interna:
Berasal dari plexus vena hemnhoidalis superior dan medius
Terletak diatas linea dentate atau 2/3 atas dari saluran anus.
Permukaannya mukosa (epitel thorax)
Tiga posisi utama: jam 3, jam 7, jam 11
Hemorroid externa:
Berasal dari plexus hemorroidalis inferior
Terletak 1/3 bawah saluran anus
Permukaannya kulit (epitel gepeng/squamous)
D.Patofisiologi
Hemorrhoid interna:
Sumbatan aliran darah system porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk kolateral pada vena hemorroidalis superior dan medius.
Hemorrid eksterna:
Robeknya vena hemorroidalis inferior membentuk hematoma di kulit yang berwarna kebiruan, kenyal-keras,dan nyeri.
E. Manifestasi klinis
Hemorrhoid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemorroid eksterna dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemorroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut dan nekrosis. Hemorroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai hemorroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolaps.
Tanda dan gejala:
Bab berdarah, biasanya berupa darah segar yang menetes pada akhir defekasi
Prolaps:
Grade I : prolaps (-), perdarahan (+)
Grade II : prolaps (+), masuk spontan
Grade III : prolaps (+), masuk dengan manipul
Grade IV : prolaps (+), inkarserata
BAB berlendir, timbul karena iritasi mukosa rectum.
pruritus ani sampai dermatitis, proctitis
Nyeri
Penatalaksanaan
Hemorroid interna diterapi sesuai dengan gradenya. Tetapi hemorroid eksterna selalu dengan operasi. Konservatif indikasi untuk grade 1-2, < 6 jam, belum terbentuk trombus. Operatif indikasi untuk grade 3-4, perdarahan dan nyeri.
Gejala hemorroid dan ketidaknyamanan dapat dihilangkan dengan:
Higiene personal yang baik dan menghindari mengejan berlebihan selama defekasi.
Diet tinggi serat yang mengandung buah dan sekam, bila gagal dibantu dengan menggunakan laksatif yang berfungsi mengabsorbsi air saat melewati usus.
Tindakan untuk mengurangi pembesaran dengan cara: rendam duduk dengan salep, supositoria yang mengandung anestesi, astringen (witch hazel) dan tirah baring.
Beberapa tindakan nonoperatif untuk hemorroid:
Foto koagulasi infra merah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tehnik terbaru untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
Injeksi larutan sklerosan efektif untuk hemorrhoid yang berukuran kecil.
Tindakan bedah konservatif hemorrhoid internal
Adalah prosedur ligasi pita karet. Hemorrhoid dilihat melalui anosop, dan bagian proksimal diatas garis mukokutan dipegang dengan alat. Pita karet kecil kemudian diselipkan diatas hemorrhoid. Bagian distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari danm dilepas. Terjadi fibrosis yang mengakibatkan mukosa anal bawah turun dan melekat pada otot dasar. Meskipun tindakan ini memuaskan beberapa pasien, namun pasien lain merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan mengakibatkan hemorroid sekunder dan infeksi perianal.
Hemoroidektomi kriosirurgi
Adalah metode untuk menghambat hemorroid dengan cara membekukan jaringan hemorroid selama waktu tertentu sampai timbul nekrosis. Meskipun hal ini kurang menimbulkan nyeri, prosedur ini tidak digunakan dengan luas karena menyebabkan keluarnya rabas yang berbau angat menyengat dan luka yang ditimbulkan lama sembuh.
Laser Nd: YAG
Digunakan dalam mengeksisi hemorroid eksternal. Tindakan ini cepat dan kurang menimbulkan nyeri. Hemoragi dan abses jarang menjadi komplikasi pada periode paska operatif.
Metode pengobatan hemorroid tidak efektif untuk vena trombosis luas, yang harus diatasi dengan bedah lebih luas.
Hemorroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Selma pembedahan, sfingter rektal biasanya didilatasi secara digital dan hemorroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operasi selesai, selang kecil dimaukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah; penempatan Gelfoan atau kasa Oxigel dapat diberikan diatas luka kanal
Pemeriksaan penunjang:
Anoskopi
Pemeriksaan feses: untuk mengetahui occult-bleding
Komplikasi
Anemia, jarang terjadi
trombosis akut pada prolaps hemorroid
Prognosa
Hemorroidektomi tampaknya lebih efektif danpermanen, tetapi mempunyai kerugian kompliksi post operasi.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (insisi pembedahan)
Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasive, insisi post pembedahan, imunitas tubuh primer menurun
PK: Perdarahan
Kurang pengetahuan tentang Ca Rekti dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya, nyeri
Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi post pembedahan
RENPRA HEMOROID
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri Akut b/d agen injuri fisik (insisi pembedahan)
| Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive | Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
3 | Kurang pengetahuan ttng penyakit, perawata,pengobatan Nya b/d kurang paparan terhadap informasi, keterbatasan kognitif | Setelah dilakukan askep .... jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
4 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, penyakitnya | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri dengan indicator
| Bantuan perawatan diri
|
5 | PK: Perdarahan | Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari pada perdarahan dan klien mengalami peningkatan Hb/> 10 gr % |
|
6 | Resiko konstipasi berhubungan dengan obstruksi post pembedahan | Setelah dilakukan perawatan selama .... jam pasien tidak mengalami konstipasiDg KH:: Pasien mampu:
| Konstipation atau impaction management Aktifitas:
|
HERNIA NUKLEUS PULPOSUS (HNP)
I. PENGERTIAN
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah penonjolan diskus inter vertabralis dengan piotusi dan nukleus kedalam kanalis spinalis pumbalis mengakibatkan penekanan pada radiks atau cauda equina.
HNP adalah suatu penekanan pada suatu serabut saraf spinal akibat dari herniasi dan nucleus hingga annulus, salah satu bagian posterior atau lateral (Barbara C.Long, 1996).
II. ANATOMI FISIOLOGI
Medula spinalis merupakan jaringan saraf berbentuk kolum vertical tang terbenteng dari dasar otak, keluar dari rongga kranium melalui foramen occipital magnum, masuk kekanalis sampai setinggi segmen lumbal-2. medulla spinalis terdiri dari 31 pasang saraf spinalis (kiri dan kanan) yang terdiri atas :
8 pasang saraf cervical.
15 pasang saraf thorakal.
5 pasang saraf lumbal
5 pasang saraf sacral
1 pasang saraf cogsigeal.
Penampang melintang medulla spinalis memperlihatkan bagian bagian yaitu substansia grisea (badan kelabu) dan substansia alba. Substansia grisea mengelilingi kanalis centralis sehingga membentuk kolumna dorsalis, kolumna lateralis dan kolumna ventralis. Kolumna ini menyerupai tanduk yang disebut conv. Substansia alba mengandung saraf myelin (akson).
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antar korpus vertebra yang berdekatan, sendi antar arkus vertebra, sendi kortovertebralis, dan sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan discus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra yang berdekatan
Diantara korpus vertebra mulai dari cervikalis kedua sampai vertebra sakralis terdapat discus intervertebralis. Discus discus ini membentuk sendi fobrokartilago yang lentur antara dua vertebra. Discus intervertebralis terdiri dari dua bagian pokok : nucleus pulposus di tengah dan annulus fibrosus disekelilingnya. Discus dipisahkan dari tulang yang diatas dan dibawanya oleh lempengan tulang rawan yang tipis.
Nucleus pulposus adalah bagian tengah discus yang bersifat semigetalin, nucleus ini mengandung berkas-berkas kolagen, sel jaringan penyambung dan sel-sel tulang rawan. Juga berperan penting dalam pertukaran cairan antar discus dan pembuluh-pembuluh kapiler.
III. ETIOLOGI
Trauma, hiperfleksia, injuri pada vertebra.
Spinal stenosis.
Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dll.
Pembentukan osteophyte.
Degenerasi dan degidrasi dari kandungan tulang rawan annulus dan nucleus mengakibatkan berkurangnya elastisitas sehingga mengakibatkan herniasi dari nucleus hingga annulus.
IV. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala :
Mati rasa, gatal dan penurunan pergerakan satu atau dua ekstremitas.
Nyeri tulang belakang
Kelemahan satu atau lebih ekstremitas
Kehilangan control dari anus dan atau kandung kemih sebagian atau lengkap.
Gejala Hernia Nukleus Pulposus (HNP) adalah adanya nyeri di daerah diskus yang mengalami herniasasi didikuti dengan gejala pada daerah yang diinorvasi oleh radika spinalis yang terkena oleh diskus yang mengalami herniasasi yang berupa pengobatan nyeri kedaerah tersebut, matu rasa, kelayuan, maupun tindakan-tindakan yang bersifat protektif. Hal lain yang perlu diketahui adalah nyeri pada hernia nukleus pulposus ini diperberat dengan meningkatkan tekanan cairan intraspinal (membungkuk, mengangkat, mengejan, batuk, bersin, juga ketegangan atau spasme otot), akan berkurang jika tirah baring.
V. PATOFISIOLOGI
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami hernisasi pulposus, kandungan air diskus berkurang bersamaan dengan bertambahnya usia. Selain itu serabut menjadi kotor dan mengalami hialisasi yang membantu perubahan yang mengakibatkan herniasi nukleus purpolus melalui anulus dengan menekan akar – akar syaraf spinal. Pada umumnya harniassi paling besar kemungkinan terjadi di bagian koluma yang lebih mobil ke yang kurang mobil (Perbatasan Lumbo Sakralis dan Servikotoralis) (Sylvia,1991, hal.249).
Sebagian besar dari HNP terjadi pada lumbal antara VL 4 sampai L 5, atau L5 sampai S1. arah herniasi yang paling sering adalah posterolateral. Karena radiks saraf pada daerah lumbal miring kebawah sewaktu berjalan keluar melalui foramena neuralis, maka herniasi discus antara L 5 dan S 1.
Perubahan degeneratif pada nukleus pulpolus disebabkan oleh pengurangan kadar protein yang berdampak pada peningkatan kadar cairan sehingga tekanan intra distal meningkat, menyebabkan ruptur pada anulus dengan stres yang relatif kecil.
Sedang M. Istiadi (1986) mengatakan adanya trauma baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus inter vertebralis akan menyebabkan komprensi hebat dan transaksi nukleus pulposus (HNP). Nukleus yang tertekan hebat akan mencari jalan keluar, dan melalui robekan anulus tebrosus mendorong ligamentum longitudinal terjadilah herniasi.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboraturium
Daerah rutin
Cairan cerebrospimal
Foto polos lumbosakral dapat memperlihatkan penyempitan pada keeping sendi
CT scan lumbosakral : dapat memperlihatkan letak disk protusion.
MRI ; dapat memperlihatkan perubahan tulang dan jaringan lunak divertebra serta herniasi.
Myelogram : dapat menunjukkan lokasi lesi untuk menegaska pemeriksaan fisik sebelum pembedahan
Elektromyografi : dapat menunjukkan lokasi lesi meliputi bagian akar saraf spinal.
Epidural venogram : menunjukkan lokasi herniasi.
Lumbal functur : untuk mengetahui kondisi infeksi dan kondisi cairan serebro spinal.
V. KOMPLIKASI
RU
Infeksi luka
Kerusakan penanaman tulang setelah fusi spinal.
VI. PENATALAKSANAAN MDIK
Konservatif bila tidak dijumpai defisit neurologik :
Tidur selama 1 – 2 mg diatas kasur yang keras
Exercise digunakan untuk mengurangi tekanan atau kompresi saraf.
Terapi obat-obatan : muscle relaxant, nonsteroid, anti inflamasi drug dan analgetik.
Terapi panas dingin.
Imobilisasi atau brancing, dengan menggunakan lumbosacral brace atau korset
Terapi diet untuk mengurangi BB.
Traksi lumbal, mungkin menolong, tetapi biasanya residis
Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS).
Pembedahan
Laminectomy hanya dilakukan pada penderita yang mengalami nyeri menetap dan tidak dapat diatasi, terjadi gejala pada kedua sisi tubuh dan adanya gangguan neurology utama seperti inkontinensia usus dan kandung kemih serta foot droop.
Laminectomy adalah suatu tindakan pembedahan atau pengeluaran atau pemotongan lamina tulang belakang dan biasanya dilakukan untuk memperbaiki luka pada spinal.
Laminectomy adalah pengangkaan sebagian dari discus lamina (Barbara C. Long, 1996).
Laminectomy adalah memperbaiki satu atau lebih lamina vertebra, osteophytis, dan herniated nucleus pulposus.
VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN :
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskulair, ketidaknyamanan.
Kurang pengetahuan penyakit dan perawatannya b/d kurang paparan terhadap informasi, terbatasnya kognitif
Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, gangguan musculoskeletal
Cemas b/d krisis situasional
RENPRA HNP
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, tingkat nyeri terkontrol dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan neuromuskulair, ketidaknyamanan | Setelah dilakukan askep … jam terjadi peningkatan Ambulasi :Tingkat mobilisasi, Perawtan diri Dg KH :
| Terapi ambulasi
Pendidikan kesehatan
|
3 | Kurang pengetahuan tentang penyakit, perawatan dan pengobatannya b/d kurang paparan informasi, terbatasnya kognitif | Setelah dilakukan askep …. jam pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:
| Pendidikan kesehatan : proses penyakit
|
4 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan, nyeri, gg neuromuskulair | Setelah dilakukan akep … jam kebutuhan ADLs terpenuhi dg KH:
| Bantuan perawatan diri
|
5 | Cemas b/d krisis situasional : tindakan operasinya | Setelah dilakukan askep …. jam klien dapat mengontrol cemas dengan KH:
| Penurunan kecemasan :
|
KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)
A. PENGERTIAN
Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjaadi benjolan tumor (kanker). Apabila tumor ini tidak diambil , dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinan sel-sel tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh. Kanker payudara umumnya menyerang wanita kelompok umur 40-70 tahun, tetapi resiko terus meningkat dengan tajam dan cepat sesuai dengan pertumbahan usia. Kanker payudara jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun.
B. ETIOLOGI
Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetpi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan , faktor hormonl dan familial;
Wanita resiko tinggi dari pada pria (99:1)
Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan
Riwayat meastrual:
early menarche (sebelum 12 thun)
Late menopouse (setelah 50 th)
Riwayat kesehatan: Pernah mengalami/ sedang menderita otipical hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca. endometrial.
Menikah tapi tidak melahirkan anak
Riwayat reproduksi: melahirkan anak pertama diatas 35 tahun.
Tidak menyusui
Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy estrogen
Mengalami trauma berulang kali pada payudara
Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen
Obesitas
Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), merokok.
Stres hebat.
C. PATOFISIOLOGI PENYAKIT
Untuk dapat menegakkan dignosa kanker dengan baik, terutama untuk melakukan pengobatan yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang proses terjadinya kanker dan perubahan strukturnya. Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase, yaitu:
Fase induksi 15 – 30 tahun
Kontak dengan bahan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat merubah jaringan displasia menjadi tumor ganas.
Fase insitu: 5 – 10 tahun
Terjadi perubahan jaringan menjadi lesi “pre concerous” yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit dn akhirnya juga di payudara.
Fase invasi: 1 – 5 tahun
Sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan sekitarnya dan ke pembuluh darah sera limfa
Fase desiminasi: 1 - 5 tahun
Terjadi penyebaran ke tempat lain
D. TANDA DAN GEJALA
Penemuan dini kanker payudara masih sulit ditemukan, kebanyakan ditemukan jika sudah teraba oleh pasien.
Tanda – tandanya :
Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
Nyeri di daerah massa
Perubahan bentuk dan besar payudara, Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada areola mammae
Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
Pengelupasan papilla mammae
Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting,
Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal ibu tidak sedang hamil / menyusui.
Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi
Penentuan Ukuran Tumor, Penyebaran Berdasarkan Kategori T, N, M
TUMOR SIZE ( T )
Tx: Tak ada tumor
To: Tak dapat ditunjukkan adanya tumor primer
T1: Tumor dengan diameter , kurang dari 2 cm
T2: Tumor dengan diameter 2 – 5 cm
T3: Tumor dengan diameter lebih dari 5
T4: Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secara langsung ke dinding thorak atau kulit
REGIONAL LIMPHO NODUS ( N )
Nx Kelenjar ketiak tak teraba
No: Tak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
N1: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
N2: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral, melekat terfiksasi satu sama lain atau jaringan sekitrnya
N3: Metastase ke kelenjar homolateral suprklavikuler/ infraklavikuler atau odem lengan
METASTASE JAUH ( M )
Mo: Tak ada metastase jauh
M1: Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan labortorium meliputi:
Morfologi sel darah
LED
Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma
Pemeriksaan sitologis
Test diagnostik lain:
Non invasive;
Mamografi
Ro thorak
USG
MRI
PET
b. Invasif
Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan
Aspirasi biopsy (FNAB)
Dengn aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat
True cut / Care biopsy
Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada massa
Incisi biopsy
Eksisi biopsy
Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara froxen section
F. KOMPLIKASI
Metastase ke jaringan sekitar mellui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang dan hati.
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Ada 2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan). Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran kanker. Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.
H. PROSES KEPERAWATAN PASIEN KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)
PENGKAJIAN
Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker payudara adalah reaksi pasien terhadap diagnosis dan kemampuannya untuk mengatasi situasi tersebut. Pertanyaan yang berhubungan mencakup hal-hal berikut:
Bagaimana pasien berespon terhadap diagnosis?
Mekanisme koping apa yang pasien temukan paling membantu?
Dukungan psikologis atau emosional apa yang digunakan?
Apakah ada pasangan, anggota keluarga atau teman untuk membantunya dalam membuat pilihan pengobatan?
Bagian informasi mana yang paling penting yang pasien butuhkan?
Apakah pasien mengalami ketidaknyamanan?
Kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional atau maturasional
J. CARA PENCEGAHAN
Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan.
Berikan ASI pada Bayi.
Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat hormone tersebut. Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen.
jika menenmukan gumpalan / benjolan pada payudara segera kedokter.
Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penelitian 10 % dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.
Perhatikan konsumsi alcohol. Dalam penelitian menyebutkan alcohol meningkatkan estrogen.
perhatikan BB, obesitas meningkatkan risiko kanker payudara.
Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah raga, semakin tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.
Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat meningkatkan risiko penyakit.
Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara terjadi pada usia > 50 th
Rileks / hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan menguntungkan untuk semua kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.
K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
Nyeri akut / kronis b/d agen injuri fisik
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, penyakit
PK: Perdarahan
Cemas b.d status kesehatan
Deficite Knolage b.d Kurang paparan sumber informasi
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis
Sindrom deficite self care b.d nyeri, kelemahan
RENPRA KANKER PAYUDARA
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Nyeri Akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
2 | Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive | Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:
| Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
3 | PK: Perdarahan | setelah dilakukan perawatan ….. jam perawat akan mengurangi komplikasi dari perdarahan dg KH:
|
|
4 | Cemas b.d status kesehatan | setelah dilakukan perawatan selama ….. jam cemas ps terkontrol dg KH :
| Penurunan kecemasan
|
5 | Deficite Knolage tentang penyakit dan perawatannya b.d Kurang paparan thdp sumber informasi, terbatasnya kognitif | setelah diberikan penjelasan selama …. X pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
6 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis
| Setelah dilakukan asuhan keperawatan … jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
| Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
7 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya | Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapat merawat diri : activity daily living (adl) dengan kritria :
| Bantuan perawatan diri
|
TUMOR OTAK
PENGERTIAN
Tumor otak adalah pertumbuhan abnormal dari perkembangan asal, primer metastasik yang terjadi didalam otak dan stuktur penyokong.
Tumor otak merupakan sebuah lesi yang terletak pada intrakranial yang menempati ruang didalan tengkorak. Tumor selalu tumbuh sebagai sebuah massa berbentuk bola juga dapat menyebar kejaringan.
PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologi progresif, gejala gejalanya terjadi berurutan. Gangguan pada tumor otak disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Disfungsi paling besar pada tumor yang tumbuh paling cepat misalnya glioblastoma multiple.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskulai primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh :
Bertambahnya massa dalam tengkorak.
Terbentuknya edema sekitar tumor
Perubahan cirkulasi cairan serebrospinal.
Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat. Peningkatan TIK apabila tidak diobati akan menyebabkan herniasi unkus atau serebelum. Herniasi unkus timbul bila garis medialis lobus temporalis tergeser ke inferior melalui insura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan mesensefalon menyebabkan kehilangan kesadaran dan menekan saraf otak ketiga. Pada herniasi serebelum tonsil serebelum tergeser kebawah melalui magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik dan gangguan pernafasan.
MANIFESTASI KLINIS
Lokasi tumor didalam SSP dan perilaku biologinya menentukan penyajian neurologi pasien. Bila tumor tumbuh lambat dalam daerah otak yang tenang secara neurofisiologi atau dalam kavitas intraventrikularis, mula-mula tumor membberikan gejala non fokal disertai nyeri kepala, mual, muntah, perubahan personalitas atau perubahan dalam tingkat kesadaran akibat peningkatan TIK , terutama dalam masa kanak-kanak, karena peningkatan timbulnya neoplasma infratentorium daripada tumor dalam serebrum, cenderung menyumbat sistem ventrikulus dengan akibatnya hidrocefalus, iritabilitas atau letargi. Sebaliknya tumor yang melibatkan daerah bicara atau lajur motorik korteks bisa tampil dengan kelemahan unilateral atau disfasia, lama sebelum ada peningkatan umum dalam TIK. Tergantung pada lokasi tumor, kelainan klinis lain bisa ada dan mencakup kelainan endokrin yang menyertai tumor hipofisis dan hipotalamus, tuli menyertai tumor angulus serebelopoitin, ataksia menyertai tumor serebelum dan defisit penglihatan menyertai tumor yang melibatkan nerves optikus. Sering anamnese dan gambaran klinis yang berhubungan dengan usia pasien, memberikan para klinikus diagnosis banding terbatas yang layak.
TANDA DAN GEJALA BERDASARKAN LOKASI :
Lobus Frontalis :
a. Respon afektif tidak tepat: mudah lupa.
b. Kurang perhatian : kehilangan minat sosial
c. Penilaian kurang
d. Gangguan pengendalian spingter
e. Kejang motorik fokal
f. Sakit kepala.
Lobus Temporalis
Kehilangan memori terbaru.
Venomena visual
Gangguan auditorius
Kejang psikomotor
Halusinasi olfaktorius atau gustatorius
Afasia sensori
Lobus oksipitalis
Gangguan visual
Kebutaan sentral
Kebutaan kortikal atau guastorius
Halusinasi visual
Serebelum
Tak terkoordinasi : ataksia
Kehilangan keseimbangan
Mual muntah
Vertigo
Lobus parietalis
Kehilangan sensoris
Apraksia
Gangguan persepsi tubuh.
Berdasarkan tipe :
Gliomas :
Terjadi pada hemisfer cerebral
Sakit kepala
Muntah
Perubahan kepribadian : peka rangsang, apatis
Neuroma Akustik
Vertigo
Ataksia
Parestesia dan kelemahan wajah (saraf kranial V, VII).
Kehilangan refleks kornea
Penurunan sensitifitas terhadap sentuhan (saraf kranial V, XI)
Kehilangan pendengaran unilateral
Meningioma
Kejang
Eksoftalmus unilateral
Palsi otot ekstraokuler
Gangguan pandangan
Gangguan Olfaktorius
Paresis
Adenoma hipofisis
Akromegali
Hipopituitari
Sindrom Cushing
Wanita : amenorea, sterilisasi
Pria : kehilangan libido, impotensi
Gangguan penglihatan
DM
Hipotiroid
Hipoadrenalin
Diabetes insipidus
IADH
KEMUNGKINAN KOMPLIKASI YANG MUNCUL
Herniasi
Peningkatan Tekanan Darah
Kejang
Defisit Neurologis
Peningkatan TK
Perubahan fungsi pernafasan
Perubahan dalam kesadaran
Perubahan kepribadian
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan fisik dan neurologis
Pemeriksaan lapang pandang
MRI
Pemeriksaan sinar X kepala
Fungsi Lumbal
EEG
Echoencepalografi
CT Scan
Angiografi cerebral
Glukosa
PENATALAKSANAAN
Tumor otak yang tidak diobati menunjukkan arah kematian, salah satu akibat dari peningkatan TIK atau kerusakan otak yang disebabkan tumor. Pasien tumor otak harus dievaluasi dan diobati segera bila memungkinkan sebelum kerusakan neurologis.
Tujuannya adalah mengangkat dan memusnahkan semua tumor, salah satu variasi pengobatan dapat digunakan pendekatan spesifik bergantung pada tipe tumor, lokasi dan kemungkinan untuk dicapai dengan mudah. Kombinasi ini dapat digunakan sebagai modal.
Pendekatan Pembedahan Konvensional ( Kraniotomi)
Pendekatan ini digunakan untuk mengobati pasien meningioma, neuroma akustik, astrositoma kistik pada serebelum, kista koloid pada ventrikel ketiga, tumor konginetal (kista dermoit, glanuloma). Untuk pasien –psien dengan glioma maligna, pengangkatan tumor secara menyeluruh, dan pengobatan tidak mungkin, tetapi dapat masuk akal dengan tindakan yang mencakup pengurangan TIK, mengangkat jaringan nekrotik, dan mengurangi bagian yang besar dari tumor.
Pendekatan Stereotaktik.
Dapat digunakan Laser dan radiasi, radioisotop (131I) dapat ditempelkan langsung kedalam tumor untuk menghasilkan dosis tinggi pada radiasi tumor (brakhiterapi) sambil meminimalkan pengaruh pada jaringan otak disekitarnya.
Penggunaan Pisau Gamma U/ bedah Radio.
Untuk tumor yang tidak dapat dimasukkan obat, tindakan tersebut sering dilakukan sendiri. Keuntungan metode ini : tidak membutuhkan insisi pembedahan, kerugiannya : waktu lambat diantara pengobatan dan hasil yang diharapkan.
Kemoterapi dan Radiasi Eksternal.
Hal ini bisa digunakan dengan satu model atau kombinasi. Terapi radiasi merupakan dasar pada pengobatan beberapa tumor otak, juga menurunkan timbulnya kembali tumor yang tidak lengkap.
CRANIOTOMY
VIII. PENGERTIAN
Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan pertumbuhan atau abnormalitas didalam kranium ; terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intrakranial.
Craniotomy adalah pengangkatan bagian dari tulang tengkorak termasuk melakukan pembuatan lubang dengan bor.
IX. POTENSIAL KOMPLIKASI :
Aktivitas kejang
Peningkatan TIK
Hemoragi
Disritmia jantung
Tromboplebitis
Sindrom distres pernafasan dewasa.
X. DIAGNOSA KEPERAWATAN
PK : Perdarahan
PK : TIK
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, adanya luka operasi
Perfusi cerebral tidak efektif b/d edema serebral, penyumbatan aliran darah
Sindrom defisit self care b/d kelemahan
Cemas b/d ancaman biologis, kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya.
RENPRA TUMOR OTAK
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | PK: TIK | Setelah dilakukan askep …. jam perawat akan mengatasi dan atau mengurangi episode dari peningkatan TIK. |
|
2 | PK: Perdarahan | Setelah dilakukan askep ….. jam perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi daripada perdarahan |
|
3 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, dengan KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
4 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, prosedur invasive, adanya luka | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dengan KH:
| Kontrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
5 | Perfusi cerebral tidak efektif b/d edema serebral, penyumbatan aliran darah | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien menunjukan status cirkulasi dan tissue perfustion cerebral membaik dengan KH:
| Monitoring tekanan intrakranium:
|
6 | Sindrom defisit self care b/d kelemahan | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri: Activity Daly Living (ADL) dengan KH :
| Bantuan perawatan diri
|
7 | Cemas b/d ancaman biologis, kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu mengontrol cemas Dengan KH :
| Penurunan Kecemasan
|
TUMOR / CA NASOFARING
Pengertian
Karsinoma nasofaring adalah keganasan pada nasofaring yang berasal dari epitel mukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.
Carsinoma Nasofaring merupakan karsinoma yang paling banyak di THT. Sebagian besar kien datang ke THT dalam keadaan terlambat atau stadium lanjut.
II. Anatomi Nasofaring.
Nasofaring letaknya tertinggi di antara bagian-bagian lain dari faring, tepatnya di sebelah dorsal dari cavum nasi dan dihubungkan dengan cavum nasi oleh koane. Nasofaring tidak bergerak, berfungsi dalam proses pernafasan dan ikut menentukan kualitas suara yang dihasilkan oleh laring. Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila faringika.
Epidemiologi
Di Asia Tenggara lebih dari 10%, di Cina Selatan mencapai 50%. Daerah Eropa dan Amerika Serikat jarang. Banyak terdapat pada etnis Cina, juga terdapat dalam frekuensi tinggi pada etnis Cina yang tinggal di Eropa dan Amerika Serikat. Jadi ada sensitivitas yang terikat pada golongan etnik untuk mendapatkan penyakit ini.
Di Indonesia, berdasarkan “pathology based” mendapatkan angka 4,7 per 1000 penduduk pertahun. Di RSCM keturunan Cina prevalensinya 4,1-0,8 per 1000 penderita baru, sedangkan Indonesia asli 0,7-2,3.
Laki-laki ditemukan lebih banyak dari wanita yaitu 2-3 : 1, usia 40-50 tahun
Etiologi
Kaitan Virus Epstein Barr dengan ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus ini dapat masuk dalam tubuh danb tetap tinggal disana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama.
Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan Ca Nasofaring. Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya Ca Nasofaring :
Ikan asin, makanan yang diawetkan dan nitrosamine.
Keadaan social ekonomi yang rendah, lingkungan dan kebiasaan hidup.
Sering kontak dengan Zat karsinogen ( benzopyrenen, benzoantrance, gas kimia, asap industri, asap kayu, beberapa ekstrak tumbuhan).
Ras dan keturunan (Malaysia, Indonesia)
Radang kronis nasofaring
Profil HLA
Tanda dan Gejala
Simtomatologi ditentukan oleh hubungan anatomic nasofaring terhadap hidung, tuba Eustachii dan dasar tengkorak
Gejala Hidung :
Epistaksis : rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan.
Sumbatan hidung. Sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor kedalam rongga nasofaring dan menutupi koana, gejalanya : pilek kronis, ingus kental, gangguan penciuman.
Gejala telinga
Kataralis/ oklusi tuba Eustachii : tumor mula-mula dofosa Rosen Muler, pertumbuhan tumor dapat menyebabkan penyumbatan muara tuba ( berdengung, rasa penuh, kadang gangguan pendengaran)
Otitis Media Serosa sampai perforasi dan gangguan pendengaran
Gejala lanjut
Limfadenopati servikal : melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini sel tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak benjolan dileher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.
Pembagian Karsinoma Nasofaring
Menurut Histopatologi :
Well differentiated epidermoid carcinoma.
Keratinizing
Non Keratinizing.
Undiffeentiated epidermoid carcinoma = anaplastic carcinoma
Transitional
Lymphoepithelioma.
Adenocystic carcinoma
Menurut bentuk dan cara tumbuh
Ulseratif
Eksofilik : Tumbuh keluar seperti polip.
Endofilik : Tumbuh di bawah mukosa, agar sedikit lebih tinggi dari jaringan sekitar (creeping tumor)
Klasifikasi Histopatologi menurut WHO (1982)
Tipe WHO 1
Karsinoma sel skuamosa (KSS)
Deferensiasi baik sampai sedang.
Sering eksofilik (tumbuh dipermukaan).
Tipe WHO 2
Karsinoma non keratinisasi (KNK).
Paling banyak pariasinya.
Menyerupai karsinoma transisional
Tipe WHO 3
Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).
Seperti antara lain limfoepitelioma, Karsinoma anaplastik, “Clear Cell Carsinoma”, varian sel spindel.
Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.
Indonesia Cina
Tipe WHO 1 29% 35%
2 14% 23%
3 57% 42%
Perluasan Tumor ke Jaringan Sekitar
Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi
Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan gejala khas :
Neuralgia trigeminal unilateral
Oftalmoplegia unilateral
Amaurosis
Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater
Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan, hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias, kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
Manifestasi kelumpuhan :
N IX: kesulitan menelan akibat hemiparese otot konstriktor superior serta gangguan pengecap pada sepertiga belakang lidah.
N X : Hiper / hipo / anestesi mukosa palatum mole, faring dan laring disertai gangguan respirasi dan salvias.
N XI : kelumpuhan atau atropi otot-otot trapezius, sterno – kleido mastoideus, serta hemiparese palatum mole.
N XII : hemiparese dan atropi sebelah lidah.
IX. PENENTUAN STADIUM :
TUMOR SIZE (T) | |
T | Tumor primer |
T0 | Tidak tampak tumor |
T1 | Tumor terbatas pada satu lokasi saja |
T2 | Tumor dterdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas pada rongga nasofaring |
T3 | Tumor telah keluar dari rongga nasofaring |
T4 | Tumor teah keluar dari nasofaring dan telah kmerusak tulang tengkorak atau saraf-saraf otak |
Tx | Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap |
REGIONAL LIMFE NODES (N) | |
N0 | Tidak ada pembesaran |
N1 | Terdapat pembesarantetapi homolateral dan masih bisa digerakkan |
N2 | Terdapat pembesaran kontralateral/ bilateral dan masih dapat digerakkan |
N3 | Terdapat pembesaran, baik homolateral, kontralateral maupun bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar |
METASTASE JAUH (M) | |
M0 | Tidak ada metastase jauh |
M1 | Metastase jauh |
Stadium I : T1 No dan Mo
Stadium II : T2 No dan Mo
Stadium III : T1/T2/T3 dan N1 dan Mo atau T3 dan No dan Mo
Stadium IV : T4 dan No/N1 dan Mo atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan Mo atau T1/T2/T3/t4 dan No/N1/N3/N4 dan M1
Pemeriksaan Penunjang
Nasofaringoskopi
Rinoskopi posterior dengan atau tanpa kateter
Biopsi multiple
Radiologi :Thorak PA, Foto tengkorak, Tomografi, CT Scan, Bone scantigraphy (bila dicurigai metastase tulang)
Pemeriksaan Neuro-oftalmologi : untuk mengetahui perluasan tumor kejaringan sekitar yang menyebabkan penekanan atau infiltrasi kesaraf otak, manifestasi tergantung dari saraf yang dikenai.
Penatalaksanaan
Radioterapi : hal yang perlu dipersiapkan adalah KU pasien baik, hygiene mulut, bila ada infeksi mulut diperbaiki dulu.
Kemoterapi
Pembedahan
IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan
Nyeri akut b/d agen injuri fisik (pembedahan).
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidakmampuan pemasukan nutrisi..
Risiko infeksi b/d tindakan infasive, imunitas tubuh menurun
Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatannya b/d misintepretasi informasi, ketidak familiernya sumber informasi.
Resiko Aspirasi b/d inefektif reflek menelan
Harga diri Rendah b/d perubahan perkembangan penyakit, pengobatan penyakit.
RENPRA NPC
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi berlebihan | Setelah dilakukan askep .... jam status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dengan Kriteria :
| Airway Management/Manajemen jalan nafas
Airway Suctioning/Suction jalan nafas
|
2 | Nyeri akut b/d agen injuri fisik | Setelah dilakukan askep ….. jam klien menunjukkan tingkat kenyamanan dan level nyeri: klien terkontrol dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :
|
3 | Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake nutisi in adekuat, faktor biologis | Setelah dilakukan askep …. jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dibuktikan dengan BB stabil tidak terjadi mal nutrisi, tingkat energi adekuat, masukan nutrisi adekuat | Manajemen Nutrisi
Monitor Nutrisi
|
4 | Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive | Setelah dilakukan askep …… jam tidak terdapat faktor risiko infeksi pada klien dibuktikan dengan status imune klien adekuat: bebas dari gejala infeksi, angka lekosit normal (4-11.000), | Konrol infeksi :
Proteksi terhadap infeksi
|
5 | Kurang pengetahuan tentang penyakit dan perawatan nya b/d kurang terpapar dg informasi, terbatasnya kognitif | Setelah dilakukan askep ........ jam, pengetahuan klien meningkat. Dg KH:
| Teaching : Dissease Process
|
6 | Risiko aspirasi b/d inefektifnya reflek menelan | Setelah dilakukan askep …. jam tidak terjadi aspirasi / Aspiration tercontrol Kriteria Hasil :
| Aspiration precaution
|
7 | Defisit self care b/d kelemahan | Setelah dilakukan asuhan keperawatan …. jam klien mampu Perawatan diri Self care :Activity Daly Living (ADL) dengan indicator :
| Bantuan perawatan diri
|
8 | Harga diri rendah b/d perubahan gaya hidup | Setelah dilakukan askep …. jam klien menerima keadaan dirinya Dg KH:
| Peningkatan harga diri
|
LUKA BAKAR
DEFINISI
Luka bakar adalah suatu luka yang disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh.
Luka baker adalah injury pada jaingan yang disebabkan oleh panas (thermal), kimia, elektrik dan radiasi
ETIOLOGI
Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, sinar ultraviolet, sinar X, radiasi nuklir, listrik, bahan kimia, abrasi mekanik. Luka bakar yang disebabkan oleh panas api, uap atau cairan yang dapat membakar merupakan hal yang lasim dijumpai dari luka bakar yang parah.
TANDA DAN GEJALA SERTA KLASIFIKASI LUKA BAKAR
Dalam menentukan parahnya luka bakar biasanya dilakukan berdasarkan kaidah :
Kedalaman luka
Dalamnya luka bakar secara bermakna menentukan penyembuhannya, berdasarkan kedalaman lukanya luka bakar diklasifikasinkan sebagai berikut :
Luka bakar derajat satu.
Hanya mengenai lapisan epidermis dan biasanya disebabkan oleh sinar matahari atau tersiram air mendidih dalam waktu yang singkat, kerusakan jaringan pada luka bakar ini hanya minimal, rasa sakit merupakan gejala yang menonjol, kulit yang terbakar berwarna kemerah-merahan dan mungkin terdapat oedema ringan. Efek sistemik jarang sekali terjadi, rasa nyeri/sakit makin terasa dalam 48-72 jam dan penyembuhan akan terjadi dalam waktu sekitar 5 – 10 hari.
Luka bakar derajat dua.
Mengenai semua bagian epitel dan sebagian korium, luka bakar ini ditandai oleh warna merah yang melepuh, luka bakar derajat dua superfisisal biasanya sembuh dengan menimbulkan parut yang minimal dalam 10 – 14 hari kecuali kalau luka tersebut tercemar. Luka bakar yang meluas ke dalam bagian korium dan lapisan mati yang meliputinya, menyerupai luka bakar derajat tiga kecuali biasanya luka itu berwarna merah dan menjadi putih bilaman disentuh. Penyembuhan terjadi dengan regenerasi epitel kelenjar keringan dan folikel, proses ini lamanya 25 – 35 hari, parut yang nyata sering ditemukan. Luka bakar derajat dua yang dalam tebalnya meliputi seluruh tebal kulit bilaman terjadi peradangan, kehilangann cairan dan efek metabolik adalah sama seperti pada luka bakar derajat tiga.
Luka bakar derajat tiga
Ditandai oleh suatu permukaan yang kering, liat dan kenyal yang biasanya berwarna coklat, coklat kemerah-merahan atau hitam, walaupun luka ini dapat berwarna putih. Luka-luka ini anestetik karena reseptor rasa sakit telah hilang, bila kita menekan luka itu maka luka tidak akan menjadi putih atau pecah dan melentur kembali karena jaringan mati dan pembuluh darah terkena trombose.
Luas permukaan
Besarnya suatu luka bakar biasanya dinyatakan sebagai prosentase dari seluruh permukaan tubuh dan diperhitungkan dari tabel yang menurut umur :
-
Area
Usia
0
1
5
10
15
Dewasa
A= Separuh kepala
9 ½
8 ½
6 ½
5 ½
4 ½
3 ½
B=Separuh dari sebelahpaha
2 ¾
3 1/4
4
4 ½
4 ½
4 ¾
C=Separuh dari sebelah kaki
2 ½
2 ½
2 3/4
3
3 1/4
3 ½
Pedoman lain tentang pengukuran luas luka bakar dengan menggunakan rule of nine yaitu :
Kepala 9 %
Badan ; thorak & abdomen anterior 18 %, posterior 18 %
Genital 1 %
Ekstremitas atas masing-masing 9 %
Ekstremitas bawah masing-masing 18 %
Usia
Luka bakar yang bagaimanapun dalam dan luasnya menyebabkan kematian yang lebih tinggi pada anak – anak di bawah usia 2 tahun dan di atas usia 60 tahun. Kematian pada anak – anak disebabkan oleh sistem imun yang belum sempurna, pada orang dewasa sering kali terdapat penyakit sampingan yang dapat memperparahnya.
Penyakit sampingan
DM, payah jantung kongesti, sakit paru-paru dan pengobatan kronis dengan obat-obatan yang menekan kekebalan adalah beberapa penyakit sampingan yang dapat berpengaruh negatif terhadap kondisi luka bakar.
Lokasi luka bakar
Lokasi juga merupakan salah satu penentu keparahan dari luka bakar, misalnya luka bakar pada tangan yang dapat meninggalkan bekas dan menyebabkan kontraktur yang dapt menyebabkan tidak bisa digunakan seperti semula kecuali dengan pengobatan khusus sedini mungkin, bahkan kondisi luka bakar yang tidak parah pada kedua tangan dapat menyebabkan penderita tidak dapat merawat sendiri lukanya sehingga harus dirawat di rumah sakit.
Luka sampingan
Luka pada sistem pernapasan, muskuloskeletal, kepala, dan trauma yang lainnya dapat memperparah kondisi luka bakar.
Jenis luka bakar
Penderita luka bakar karena bahan tertentu seringkali harus ditangani secara khusus, misalnya karen bahan-bahan kimia, listrik dsb mungkin tampak ringan tetapi seringkali ternyata mengenai struktur yang lebih dalam sehingga semakin sulit ditangani.
RESPON SISTEMIK TERHADAP LUKA BAKAR
SISTEM KARDIOVASKULAR
Penurunan cardiak output karena kehilangan cairan;tekanan darah menurun, hal ini merupakan awitan syok. Hal ini terjadi karena saraf simpatis akan melepaskan kotekolamin yang meningkatkan resistensi perifer (vasokonstriksi) dan peningkatan frekuensi nadi sehingga terjadi penurunan cardiak output.
Kebocoran cairan terbesar terjadi dalam 24 – 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncak dalam waktu 6 – 8 jam. Pada luka bakar < 30 % efeknya lokal, dimana akan terjadi oedema/lepuh pada area lokal, oedema bertambah berat bila terjadi pada daerah sirkumferensial, bisa terjadi iskemia pada derah distal sehingga timbul kompartemen sindrom. Bila luka bakar > 30 % efeknya sistemik. Pada luka bakar yang parah akan mengalami oedema masif.
EFEK PADA CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Volume darah mendadak turun, terjadi kehilangan cairan lewat evaporasi, hal ini dapat mencapai 3 – 5 liter dalam 24 jam sebelum permukaan kulit ditutup.
Hyponatremia; sering terjadi dalam minggu pertama fase akut karena air berpindah dari interstisial ke dalam vaskuler.
Hypolkalemia, segera setelah luka bakar sebagai akibat destruksi sel masif, kondisi ini dapat terjadi kemudian denghan berpindahnya cairan dan tidak memadainya asupan cairan.
Anemia, karena penghancuran sel darah merah, HMT meningkat karena kehilangan plasma.
Trombositopenia dan masa pembekuan memanjang.
RESPON PULMONAL
Hyperventilasi dapat terjadi karena pada luka bakar berat terjadi hipermetabolik dan respon lokal sehingga konsumsi oksigen meningkat dua kali lipat.
Cedera saluran nafas atas dan cedera inflamasi di bawah glotis dan keracunan CO2 serta defek restriktif.
4. RESPON GASTROINTESTINAL
Terjadi ileus paralitik ditandai dengan berkurangnya peristaltik usus dan bising usus; terjadi distensi lambung dan nausea serta muntah, kondisi ini perlu dekompresi dengan pemasangan NGT, ulkus curling yaitu stess fisiologis yang masif menyebabkan perdarahan dengan gejala: darah dalam feses, muntah seperti kopi atau fomitus berdarah, hal ini menunjukan lesi lambung/duodenum.
5. RESPON SISTEMIK LAINNYA
Terjadi perubahan fungsional karena menurunnya volume darah, Hb dan mioglobin menyumbat tubulus renal, hal ini bisa menyebabkan nekrosis akut tubuler dan gagal ginjal akut.
Perubahan pertahanann imunologis tubuh; kehinlangan integritas kulit, perubahan kadar Ig serta komplemen serum, gagngguan fungsi netrofil, lomfositopenia, resiko tinggi sepsis.
Hypotermia, terjadi pada jam pertama setelah luka bakar karena hilangnya kulit, kemudian hipermetabolisme menyebabkan hipertermia kendati tidak terjadi infeksi
PERAWATAN DI TEMPAT KEJADIAN
Fase resusitasi
Perawatan awal di tempat kejadian
Mematikan api
Mendinginkan luka bakar
Melepaskan benda penghalang
Menutup luka bakar
Mengirigasi luka kimia
Tindakan kegawatdaruratan : ABC
Pencegahan shok
Pemindahan ke unit RS
Penatalaksanaan shok
Penggantian cairan (NHI consensus) : 2 – 4 ml/BB/% luka bakar, ½ nya diberikan dalam 8 jam pertama, ½ lagi dalam 16 jam berikutnya
Fase akut/intermediate
Perawatan luka umum
Pembersihan luka
Terapi antibiotik lokal
Ganti balutan
Perawatan luka tertutup/tidak tertutup
Hidroterapi
Debridemen
Debridemen alami, yaitu jaringan mati yang akan memisahkan diri secara spontan dari jaringan di bawahnya.
Debridemen mekanis yaitu dengan penggunaan gunting dan forcep untuki memisahkan, mengangkat jaringan yang mati.
Dengan tindakan bedah yaitu dengan eksisi primer seluruh tebal kulit atau dengan mengupas kulit yang terbakar secara bertahap hingga mengenai jaringan yang masih viabel.
Graft pada luka bakar
Biasanya dilakukan bila re-epitelisasi spontan tidak mungkin terjadi :
Autograft : dari kulit penderita sendiri.
Homograft : kulit dari manusia yang masih hidup/ atau baru saja meninggal (balutan biologis).
Heterograft : kulit berasal dari hewan, biasanya babi (balutan biologis).
Balutan luka biosintetik dan sintetik
Bio-brane/sufratulle, Kulit artifisial
Penatalaksanaan nyeri
Dukungan nutrisi
Fisioterapi/mobilisasi
Fase rehabilitasi : Perawatan lanjut di rumah.
KOMPLIKASI
distress pernafasan
gagal ginjal
kontraktur
sepsis
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan nasfas tidak efektif b.d edema & efek inhalasi asap.
Gangguan pertukaran gas b.d keracunan karbon monoksida, inhalasi asap & destruksi saluran nafas atas.
Nyeri akut b.d cedera jaringan.
Kekurangan volume cairan b.d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar.
Hipertermia b.d peningkatan metabolisme
Ketidakseimbangan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan ingesti/digesti/absorbsi makanan.
Risiko infeksi b.d peningkatan paparan dan penurunan sistem imune
Cemas b.d ketakutan dan dampak emosional.
Kerusakan mobilitas fisik b.d luka bakar,nyeri.
Sindrom defisit self care b.d kelemahan, nyeri.
PK: Anemia.
PK: Gagal ginjal akut.
PK; Ketidakseimbangan elektrolit
PK: Sepsis
Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)
RENPRA COMBUSTIO
No | Diagnosa | Tujuan | Intervensi |
1 | Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
| Setelah dilakukan askep … jam Status respirasi: terjadi kepatenan jalan nafas dg KH:Pasien tidak sesak nafas, auskultasi suara paru bersih, tanda vital dbn. | Airway manajemenn
Airway Suction
|
2 | Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler - alveolar | Setelah dilakukan askep … jam Status pernafasan seimabang antara kosentrasi udara dalam darah arteri dg KH:
| Airway Manajemen
Monitor Respirasi
Manajemen asam Basa
|
3 | Nyeri akut berhubungan dengan agen injury: fisik
| Setelah dilakukan Asuhan keperawatan …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat dg KH:
| Manajemen nyeri :
Administrasi analgetik :.
|
4 | Deficit volume cairan b/d peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka bakar | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan keseimbangan cairan dg KH:
| Manajemen cairan
|
5 | Hypertermi b/d proses infeksi | Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama….x 24 jam menujukan temperatur dalan batas normal dengan kriteria:
| Termoregulasi
|
6 | Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak mampuan pemasukan b.d faktor biologis | Setelah dilakukan askep .. jam terjadi peningkatan status nutrisi dg KH:
| Managemen nutrisi
Nutritional terapi
|
7 | Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh, prosedur invasive
| Setelah dilakukan askep … jam infeksi terkontrol, status imun adekuat dg KH:
| Kontrol infeksi.
Proteksi infeksi.
|
8 | Cemas berhubungan dengan krisis situasional, hospitalisasi | Setelah dilakukan askep … jam kecemasan terkontrol dg KH: ekspresi wajah tenang , anak / keluarga mau bekerjasama dalam tindakan askep. | Pengurangan kecemasan
|
9 | Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan patah tulang | Setelah dilakukan askep…. jam tjd peningkatan Ambulasi :Tingkat mobilisasi, Perawtan diri Dg KH :
| Terapi ambulasi
Pendidikan kesehatan
|
10 | PK: Anemia | Setelah dilakukan askep ..... jam perawat dapat meminimalkan terjadinya komplikasi anemia :
|
|
11 | PK: Insuf Renal | Setelah dilakukan askep ... jam Perawat akan menangani atau mengurangi komplikasi dari insuf renal |
|
12 | PK; Ketidakseimbangan elektrolit | Setelah dilakukan askep … jam perawat akan mengurangi episode ketidakseimbangan elektrolit |
|
13 | PK: Sepsis | Setelah dilakukan askep … jam perawat akan menangani / memantau komplikasi : septicemia |
|
14 | Kerusakan integritas jaringan d.b mekanikal (luka bakar)
| Setelah dilakukan askep .. jam, integritas jaringan membaik dengan kriteria hasil :
| Wound Care :
|
0 komentar:
Posting Komentar