Jumat, 23 Maret 2012

Pendekatan Diagnostik dari Batuk Kronik dan atau Wheezing pada Bayi dan Anak Kurang dari 5 tahun

| Jumat, 23 Maret 2012 | 0 komentar

Pendekatan Diagnostik dari Batuk Kronik dan atau Wheezing pada Bayi dan Anak Kurang dari 5 tahun


DEFINISI

Anak dengan batuk dan atau wheezing berulang dapat dikelompokkan dalam suatu kategori diagnostik, biasanya berdasarkan pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Ketiga kategori itu adalah :

  1. Anak yang normal

  2. Salah satu variasi dari gejala klinis asma (lihat tabel 6.1. di bawah)

  3. Merupakan gejala dari suatu kondisi yang serius yang membutuhkan diagnosis dan penanganan yang spesifik.

Diagnosis “anak yang normal” mungkin merupakan hal yang paling sulit dan membutuhkan banyak pengalaman klinis. Dengan adanya diagnosis asma, The International Consensus Group mengajukan definisi yang sangat bagus dari asma sebagai “ batuk dan atau wheezing pada suatu keadaan yang sangat mirip dengan asma dimana penyebab-penyebab lain yang jarang sudah dapat disingkirkan. Kegunaan yang sangat besar dari definisi ini adalah tidak menimbulkan perbedaan tentang proses patologi yang mendasari sehingga dapat memberikan tata laksana yang sesuai. Tidak berdasarkan perbedaan-perbedaan patalogi yang ada saat ini dan definisi ini tidak meruntuhkan pandangan baru tentang patofisiologi. Lagi pula kami menggunakan definisi ini untuk tujuan klinik pada anak-anak untuk menunjukkan fungsi dari paru-paru. Ketika istilah “asma” digunakan dalam bab ini maka yang dimaksudkan adalah definisi klinis.

Tiga hal yang membutuhkan definisi yang simpel dan perhatian dalam bab ini adalah :

  1. Apakah yang dimaksud dengan wheezing?

  2. Apakah batuk yang berlebihan (abnormal)?

  3. Apa yang harus dilakukan dalam praktek dalam menghadapi kondisi-kondisi di atas

Oleh karena itu, apabila seorang anak didiagnosis sebagai asma, maka fenotip patologik dari asma pada anak itu harus dijelaskan sebanyak-banyaknya (tabel 6.1). Kunci dari pertanyaan-pertanyaan klinik dari asma itu adalah : apakah anak mempunyai Th-driven, inflamasi saluran nafas yang diperantarai oleh eosinofil, atau apakah ada masalah utama dari pengurangan kaliber saluran nafas, yang mungkin berhubungan dengan adanya atopi pada orang tua, orang tua yang merokok saat kehamilan, atau ibu mengalami hipertensi saat kehamilan. Hal ini mungkin merupakan pertanyaan-pertanyaan yang sangat sulit untuk dijawab, akan tetapi merupakan hal yang sangat penting dalam pemilihan tata laksana, khususnya apabila inhalasi kortikosteroid akan digunakan.

Tabel 6.1 Komponen-komponen Fenotip dari Asma

Masalah

Manifestasi

1. Gejala

Batuk, wheezing, sesak nafas

2. Pandangan anak / keluarga

Pemeriksaan yang obyektif dan pandangan yang subyektif tidak berhubungan

3. Hiperreaktivitas bronkus

Bronkokontriksi abnormal sebagai respon terhadap histamin, methacoline, perubahan aktivitas, aliran puncak yang labil

4. Kaliber jalan nafas

Penyempitan, perkembangan atau akibat sekunder dari remodelling jalan nafas

5. Inflamasi jalan nafas

Pelepasan dari mediator lokal yang aktif, pengaruh sitokin dan kemokin terhadap sel, inflamasi neurogenik

Catatan : Diagnosis asma selalu terdapat gejal-gejala: gejala 4 dan 5 hanya pada kasus-kasus tertentu


TATANAMA

Wheezing akibat adanya penyempitan dari jalan nafas merupakan suara dengan nada tinggi, seperti tiupan yang musikal, mirip dengan suara alat-alat musik tiup. Meskipun demikian, banyak orang tua di Inggris menggunakan istilah yang sama untuk mendeskripsikan beberapa suara yang berbeda, misalnya getaran yang teraba pada dada, suara ketika anak ingin mengeluarkan sesuatu dari kerongkongannya, atau hembusan nafas yang berlebih lewat hidung. Padahal suara-suara ini sangat berbeda, tetapi kita butuh banyak waktu untuk menggambarkan secara benar apa yang dimaksudkan oleh orang tua. Pada beberapa bahasa (misal Jerman) tidak ada kata “wheeze”. Bagi orang tua penting juga untuk membedakan antara wheezing dengan stridor pada anak dengan takipneu. Suatu saat mungkin sangat membantu apabila dokter mampu menirukan berbagai macam suara ini.

Batuk merupakan suatu gejala yang umum pada anak yang mengalami infeksi saluran nafas atas karena virus. Akan tetapi asesmen batuk merupakan hal yang tidak dapat diterima baik oleh penderita maupun pemeriksa dengan korelasi yang rendah antara kartu sehari-hari atau tape rekorder dengan persepsi keparahan penyakit. Monitor batuk dengan menggunakan rekorder yang didesain sedemikian rupa atau monitor Holter telah digunakan pada anak yang lebih tua untuk mendokumentasikan berapa banyak batuk yang dianggap masih normal, akan tetapi alat ini tidak selalu tersedia dalam setiap klinik. Bahkan apabila batuk yang terjadi lebih dari normal, hubungan antara batuk ini dengan asma masih kontroversial. Hal ini yang akan kita diskusikan lebih lanjut secara rinci di bawah ini.


PENDEKATAN KLINIS PADA ANAK DENGAN BATUK BERLEBIHAN DAN / ATAU WHEEZING

Diagnosis banding dari batuk dan wheezing pada anak sangat luas, dan tidak semua pemeriksaan dapat dilakukan pada setiap anak untuk menyingkirkan diagnosis banding ini, kebanyakan tidak akan diselidiki lebih lanjut untuk semuanya. Ketika kita menggali riwayat penyakit, sangat bijaksana apabila kita ingat bahwa asma dapat menunjukkan manifestasi sebagai batuk dan wheezing. Langkah pertama dalam mengambil assesmen pada anak adalah dengan memperhatikan benar-benar pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Anamnesis

Yakinkan bahwa pada anak betul-betul terdapat wheezing dan atau mengalami batuk yang berlebihan, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pola dan keparahan dari gejala-gejala ini. Kunci yang sering terlupakan dalam pola gejala ini adalah apakah anak mengalami gejala ini hanya saat terjadi demam karena infeksi virus (VAW)atau terdapat gejala tambahan diantara infeksi virus. Pada yang terakhir ini frekuensi gejala dan pemicunya harus digali. Pemicu-pemicu yang spesifik dapat berupa olahraga, emosi yang meledak seperti saat menangis atau tertawa, debu, terpapar dengan bulu hewan piaraan (The English Disease), perubahan musim atau suhu lingkungan, bau yang menyengat, dan asap dari rokok atau pembakaran. Pendekatan diagnosis dan tata laksana pada kedua keadaan di atas sangat berbeda.

Selanjutnya, keparahan dari gejala-gejala tersebut harus dijelaskan, dan dibedakan pada anak dan keluarganya untuk menyakinkan bahwa fokus terapi kita sudah tepat. Keluarga dari anak yang mengalami batuk yang sering tetapi tidak disertai dengan sesak nafas mungkin lebih membutuhkan penjelasan untuk menenangkan bahwa mereka tidak mempunyai penyakit yang serius, dibanding membutuhkan pengobatan teratur secara inhalasi. Sebaliknya, keluarga dengan anak yang disebut sebagai “fat, happy wheezer” mungkin sudah tahu kalau anaknya tidak berada dalam kondisi yang berbahaya, akan tetapi mereka tetap mencari pengobatan untuk meyakinkankan bahwa anaknya dapat tidur nyenyak. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi keputusan terapi adalah apakah ada riwayat atopi pada anak atau pada keluarga. Pada anak-anak yang mempunyai gejala di antara infeksi virus terdapat beberapa pertanyaan yang harus ditanyakan yang akan memberikan kunci diagnostik yang penting (disimpulkan pada tabel 6.2)

Tabel 6.2 Hal-hal yang Diperhatikan dalam Anamnesis dengan Kecurigaan Adanya Penyakit Serius yang Mendasari

Apakah anak / keluarga benar dalm mendeskripsikan wheezing

Gejala-gejala saluran nafas atas : Mendengkur, rhinitis, sinusitis

Gejala yang timbul tiba-tiba

Batuk basah / produktif kronik

Wheezing yang bertambah atau iritabel saat makan, berbaring,muntah, tersedak

Berbagai bentuk dari imunodefisiensi sistemik

Gejala yang terus menerus, tidak ada perbaikan dan memburuk

Catatan : Anamnesis tentang riwayat penyakit yang lengkap serta keadaan pernafasan merupakan langkah awal yang penting ketika menjumpai anak dengan batuk dan wheezing yang berulang


Saluran nafas atas dapat terlupakan dalam respirologi anak. Kebanyakan penyebab dari batuk kronik adalah kataral dengan pos nasal drip. Gejala-gejal yang mendukung ke arah obstructive sleep apneu (OSA) seharusnya dicari, termasuk mengorok, apneu, gelisah, somnolen dan susah konsentrasi. Adenotonsilektomi dapat menyembuhkan batuk kronik dan dapat mencegah bahaya dari gagal nafas saat malam hari. Umumnya, gejala yang timbul lebih awal, diagnosis yang penting dapat ditemukan. Gejala-gejal yang timbul saat hari-hari awal kehidupan harus dilacak; gejala-gejal tersebut harus dibedakan dari gejala-gejala yang muncul saat minggu-minggu awal kehidupan, yang mungkin disebabkan karena asma. Sang ibu harus ditanya apakah masalah-masalah ini timbul saat hari-hari pertama kehidupan. Pada kasus ini, kelainan struktur dari jalan nafas harus disingkirkan. Apabila terdapat rhinitis yang berat dan menetap mulai dari kelahiran (dapat dipastikan jika bayi menderita infeksi virus saat kelahiran), kemudian diskinesia silia primer (PCD, Kartegener’s syndrome) dapat dipikirkan. Orang tua mungkin tidak dapat menceritakan oleh karena itu seharusnya ditanya secara spesifik apakah ada kemungkinan tersedak atau ada benda asing. Produksi sputum yang kronik atau batuk yang basah ketika anak tidak sedang menderita infeksi virus harus mendapatkan perhatian. Meskipun hal tersebut dapat disebabkan karena pos nasal drip atau asma, sepsis paru-paru kronik seperti kistik fibrosis (CF), PCD dan agamaglobulinemia harus tetap dipikirkan.

Dada terdiri dari 2 organ yang menarik-paru-paru kanan dan paru-paru kiri.Yang ketiga, meskipun lebih kecil, esofagus dapat menyebabkan gejala-gejala saluran nafas yang kronik. Gastroesophageal refluks harus dicuriagi apabila gejala-gejala tersebut memburuk setelah makan dan muntah.Tersedak makanan, khususnya pada anak yang diketahui menderita kelainan neurodevelopmental atau neuromuskular dcurigai sebagai inkoordinasi menelan karena palsi dari bulbar atau pseudobulbar. Celah laring atau fistula trakeo-esofagegeal tipe H mungkin juga memberikan gejala saat makan.

Hal lain yang perlu dilacak lebih lanjut adalah apakah ada periode remisi. Meskipun periode tanpa gejala tidak menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit serius yang mendasari tetapi pada anak yang tidak mempunyai masa bebas gejala membutuhkan perhatian yang lebih dalam penegakan diagnosis. Akhirnya, riwayat infeksi sistemik atau berat badan yang susah naik dalam konteks penyakit saluran nafas kronik seharusnya tidak boleh dilupakan.

Pemeriksaan Fisik

Bagian ini menekankan pada tanda-tanda fisik yang umumnya dilupakan atau beberapa hal yang sering diremehkan (lihat tabel 6.3). Sering kali tidak ditemukan tanda-tanda fisik pada anak dengan asma. Clubbing pada jari-jari merupakan tanda yang jelas dan penting, tetapi tidak akan ditemukan jika tidak dicari secara aktif. Pengalaman saya dengan anak yang datang dengan jari yang clubbing sering tidak diperhatikan. Saluran nafas atas harus dilihat adanya rhinitis, polip hidung(gb 6.5), yang terakhir ini merupakan tanda yang patognomonik untuk kistik fibrosis umur-umur ini. Kelainan bentuk dada harus dicatat baik bawaan atau keparahannya, meskipun sulkus Harrison yang dalam dan pectus carinatum dapat ditimbulkan oleh asma yang tidak terkontrol, kelainan bentuk yang lebih berat, dapat disebabkan karena penyakit lain. Palpasi dinding dada saat anak bernafas tenang atau pada anak yang lebih besar saat anak menghirup dan meniup udara mungkin merupakan cara yang lebih baik dibandingkan dengan auskultasi untuk mengetahui adanya sekresi jalan nafas. Auskultasi yang seksama mungkin dapat menemukan suara-suara seperti ronki basah, wheezing monophonik yang terus menerus, tanda-tanda asimetris atau stridor, yang kesemuanya itu dapat mengarahkan kita pada pengambilan diagnosis kerja. Akhirnya, tanda-tanda dari penyakit jantung dan penyakit sistemik harus kita periksa. Di akhir anamnesis dan pemeriksaan fisik, dokter harus dapat menjelaskan sebab-sebab dari keluhan penderita dan apabila diperlukan dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan lebih lanjut sering dilakukan pada anak yang lebih muda, khususnya pada anak-anak dengan gejala tidak spesifik dan terlebih pula pada anak-anak dengan gejala yang timbul saat anak sedang tidak menderita infeksi virus.

Tabel 6.3 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan apabila kita curiga ada penyakit serius yang mendasari

Jari tabuh, tanda-tanda penurunan berat badan, gagal tumbuh

Penyakit saluran nafas atas: pembesaran tonsil dan adenoid, rinitis yang prominen, polip hidung

Deformitas dinding dada yang berat (sulkus Harrison, dada tong)

Wheezing monophonik yang terus menerus

Stridor (monofasik atau bifasik)

Wheezing asimetris

Tanda-tanda dari penyakit jantung atau penyakit sistemik

Catatan : Kebanyakan anak dengan batuk dan wheezing tidak mempunyai tanda-tanda fisik, bahkan meskipun kita telah melakukan pemeriksaan secara aktif


APAKAH ANAK MENPUNYAI PENYAKIT SERIUS YANG MENDASARI?

Kondisi-kondisi serius yang harus dipikirkan dapat dilihat pada tabel 6.4. Beberapa petunjuk yang spesifik yang didapat dari anamnesis dan pemeriksaan fisik kita diskusikan di bawah ini. Pejelasan yang rinci tentang kondisi-kondisi yang penting juga dapat kita temukan di bawah ini.

Kelainan Kongenital

Kelainan jalan nafas umumnya timbul pada saat atau segera setelah lahir, sering dengan stridor dibandingkan dengan wheezing, kedua hal tersebut mungkin sulit dibedakan dalam praktek. Kelainan yang sering adalah laringomalasia, suatu diagnosis klinis yang tidak sulit, ditegakkan dengan pengamatan dan pada kasus-kasus yang khas tidak diperlukan pemeriksaan yang lebih lanjut. Variasi dari kondisi ini, sering terdapat suara bergemuruh yang kasar dibandingkan stridor pada saluran nafas atas, mungkin merupakan faringomalasia, yang pada pemeriksaan bronkoskopi ditandai dengan kolapnya jaringan lunak faring yang menyebabkan obstruksi saluran nafas, tanpa ada kelainan yang lain. Kedua kasus di atas dapat menyebabkan apneu saat tidur dan tata laksananya adalah pemberian kanula nasofarineal sampai anak itu bebas dari kondisi-kondisi demikian. Kolap faring dapat pula disebabkan secara sekunder oleh penyumbatan saluran nafas bagian bawah, termasuk laringomalasia yang berat. Keadaan-keadaan lain yang dapat menimbulkan stridor pada masa neonatus adalah web kongenital atau kista pada laring, hemangioma pada laring, dan penekanan cabang bronkus oleh kista ( gb 6.6)

Tabel 6.4 Penyakit-penyakit yang disertai dengan batuk dan wheezing berulang

Penyakit saluran nafas atas : hipertrofi adenotonsilar, minosinusitis, pos nasal drip

Penyakit kongenital pada struktur bronkus : cincin kartilago yang komplet, kista, webs

Kompresi pada bronkus / trakea : vascular ring and sling, pembesaran ruang jantung, pembesaran limfonodi karena tubeculosis atau limfoma

Penyakit pada lumen bronkus : benda asing, tumor

Masalah esofagus / menelan : refluks, inkoordinasi menelan, celah laring, fistula trakeoesofageal

Sebab-sebab supurasi paru-paru : kistik fibrosis, diskinesia silia primer, beberapa penyakit imunodefisiensi sistemik seperti agamaglobulinemia, imunodefisiensi yang berat

Campuran : displasia bronkopulmoner, trakeomalasia kongenital atau akuisita, edem pulmo

Catatan : kondisi-kondisi di atas perlu diperhatikan sebelum melakukan terapi


Kelainan kongenital yang sangat penting adalah kelainan pada vaskularisasi mediastinum, termasuk cincin vaskular (arkus aorta yang ganda, dan vasa-vasa aberan) dan arteri pulmonaris yang menggantung ( asal dari arteri pulmonaris kiri adalah dari arteri pulmonaris kanan yang menyeberangi mediastinum dari belakang di antara trakea dan esofagus, dan menekan salah satu). Kondisi-kondisi ini mungkin dapat menimbulkan stridor atau wheezing pada masa neonatus tetapi biasanya lambat terdiagnosis.

Terdapat beberapa pemeriksaan yang mungkin dapat dipertimbangkan akan tetapi pemeriksaan definitif untuk anak dengan stridor adalah fiber optik bronkoskopi (FOB). Kami melaksanakan pemeriksaan ini dengan menggunakan anestesi umum dan anak bernafas spontan, sehingga dinamika jalan nafas dapat dilihat. Bronkoskop dimasukkan hidung melalui facemask yang diposisikan oleh ahli anestesi. Keterampilan dan pengalaman ahli anestesi sangat penting dalam pemeriksaan bayi kecil dengan stridor dan wheezing ini.Hal teknis yang penting adalah pengamatan daerah subglotis dari atas pita suara yang seksama dan hati-hati sebelaum berusaha memasukkan bronkoskop, karena pada kasus-kasus tertentu terdapat pembuluh darah yang mudah pecah dan menimbulkan perdarahan dan hal ini memperparah obstruksi dari saluran nafas.Fiberoptik bronkoskopi digunakan untuk mengamati selurh area saluran nafas, dan pada anak dengan stridor sering terdapat lesi yang multipel. Fiberoptik bronkoskopi dapat pula digunakan untuk melihat vasa aberan dari arteria subklavia kiti; apakah merupakan variasi normal atau merupakan bagian dari cincin vaskular. Praktek yang kami lakukan adalah, apabila kami mendapati penekanan pembuluh darah maka kami mengkonfirmasi dengan pemeriksaan barrium swallow (gb 6.7) dan ekokardiogram sebelum dilaksanakan operasi, tetapi pemeriksaan-pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan rutin sebelum bronkoskopi. Apabila terdapat arteri pulmonar yang menggantung maka dapat dilakukan arteriogram untuk menyingkirkan asal arteri pulmorai lobus atas kanan dari arteri pulmonaris kiri, karena apabila hal ini tidak disingkirkan maka terdapat resiko infark lobus superior paru kanan selama operasi.

Tata laksana lesi anatomis seperti kista ataupun cincinn vaskular dapat dilakukan dengan pembedahan, kelemahan saluran nafas setelah operasi, khususnya apabila terlambat terdiagnosis sering terjadi. Apabila obstruksinya adalah obstruksi fungsional (misal laringomalasia berat atau bonkomalasia) maka pemeriksaan anak saat tidur harus dilakukan dengan cermat untuk mengetahui adanya apneu saat tidur dan juga anak harus selalu dipantau pertumbuhannya.

CF dan Kelainan Supuratif dan Infeksi Paru

Imunodefisiensi sering menimbulkan infeksi saluran nafas yang berulang, dimana hal tersebut apabila tidak terdiagnosis dapat menyebabkan bronkiektasis. Bentuk klasik dari CF dengan diare dan gagal tumbuh sering bukan menjadi masalah diagnosis, tetapi bentuk yang tidak khas, khususnya dengan fungsi pankreas yang normal, mungkin baru timbul kemudian bahkan ketika dalam masa dewasa. Apabila timbul keraguan maka dapat dilakukan tes berkeringat, dengan menggunakan klorida konsentrasi >60mmol/l pada 98% kasus CF. Kasus-kasus CF yang non spesifik dan jarang membutuhkan pemeriksaan lebih lanjutm termasuk genotip CF.Tata laksana harus dilakukan di senter-senter yang terdapat ahli CF.

Kartegener didefinisikan sebagai suatu sindrom susunan terbalik, bronkiektasis dan sinusitis. Masalah yang mendasari sindrom ini adalah silia saluran pernafasan yang imitil atau dismotil. Selanjutnya diketahui bahwa 50% pasien memiliki susunan organ yang normal. Kondisi-kondisi yang sangat jarang dan mungkin terjadi adalah penyakit jantung bawaan yang komplek, penyakit esofagus yang berat, atresia biliariris dan hidosefalus. Diagnosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan kemampuan getar dan frekuensi getar silia yang biasa dilihat lewat biopsi nasal. Ultrastruktur silia dapat dilihat dengan mikroskop elektron (gb 6.8). Pada anak yang lebih tua, pemeriksaan lain yang membantu adalah tes sakarin dan pengukuran nitrit oksid nasal. Tata laksananya adalah fisioterapi dada dan penggunaan antibiotik serta sedapat mungkin menghindari pemasangan tube timpanostomi sebagai terapi drainase dari otitis media kronik dengan efusi.

Imunodefisiensi sistemik dapat menimbulkan infeksi bakterial yang berulang, khususnya apabila penyakit tersebut berpengaruh pada aksis sel B seperti agamaglobulinemia. Langkah diagnosis penting yang sering terlupakan adalah adanya limfopeni pada pemeriksaan darah lengkap. Apabila terdapat dugaan yang sangat kuat dario imunodefisiensi dan pemeriksaan sederhana seperto imunoglobulin, sub kelas dan respon terhadap vaksin tidak dapat dilakukan maka pasien ini sebaiknya dirujuk pada ahli imunologi anak.

Penyakit Esofagus (refluks, fistula dan inkoordinasi menelan)

Refluks gastro-esofagus dalam hubungannya dengan penyakit saluran nafas mempunyai beberapa kondisi:

  1. Tidak relevan, keadaan yang timbul secara kebetulan

  2. Ada atau tidaknya aspirasi pada jalan nafas, yang merupakan sebab primer gangguan pernafasan

  3. Timbul karena penyakit saluran nafas, dimana dapat merupakan manifestasi eksarsebasi atau hanya penemuan yang kebetulan yang tidak relevan

Penggolongan di atas mungkin sangat sulit intuk dibuat. Salah satu petunjuk adalah bahwa gejala-gejala tersebut hilang dengan pergantian iklim, sebagai contoh saat liburan, maka hal itu sangat mungkin bukan refluks. Akan tetapi, penggunaan secara empiris obat-obat antirefluks dapat dibenarkan. Pilihan saya adalah menggunakan agen yang dapat melunakkan makanan pada bayi-bayi yang tidak menyusu dan pada bayi yang sehat dapat kita gunakan domperidon 0,2 mg/kg tiga kali per hari dberikan sebelum makan. Apabila tidak ada respon dengan tata laksana di atas dan terdapat dugaan yang kuat akan adanya refluks maka pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan pH, milkscan dan bilasan bronkoalveoler untuk melihat makrofag yang mengandung lemak mungkin sangat penting.

Inkoordinasi menelan, mungkin merupakan suatu proses sentral (kerusakan otak karena palsi serebral, infeksi kongenital atau penyakit metabolik) atau proses perifer (neuromuskular). Riwayat tersedak saat makan dam pemeriksaan menelan yang lebih detail dengan menggunakan berbagai jenis ukuran kelembutan makanan dan bantuan dari terapi bicara mungkin dibutuhkan. Apabila penyakit yang mendasari tidak dapat dikoreksi, maka manajemen yang penting selanjutnya adalah pemberian nutrisi lewat gastrotomi dan menaburkan bubuk glikopiralat untuk mengeringkan ludah. Diagnosis banding yang dapat dibuat adalah celah laring, yang mungkin membutuhkan pemeriksaan yang seksama dari saluran nafas atas dengan endoskop yang kaku dan mungkin sangat sulit untuk terdeteksi.

Akhirnya, fistula trakeo-esofagus tipe H mungkin dapat memberikan manifestasi gejala-gejala gangguan saluran nafas yang berulang, yang mungkin berhubungan dengan adanya distensi abdomen karena adanya aliran udara yang melewati fistula menuju lambung. Barium swallow mungkin bukan merupakan prosedur diagniostik yang tepat, dan injeksi barium dengan tekanan ke esofagus (tube esogogram) dibutuhkan untuk menggambarkan fistula. Rigid bonkoskopi dapat digunakan untuk menunjukkan pembukaan trakea pada fistula dan tata laksana yang tepat adalah pembedahan.

Benda asing endobronkial

Kecurigaan pada diagnosis ini menunjukkan bahwa pasien harus segera dirujuk. Diagnosis mudah dibuat dengan foto polos apabila benda asingnya berjenis radiopak. Ada beberapa petunjuk yang diadapatkan dari pemeriksaan foto rontgen dada pada fase ekspirasi maupun inspirasi meskipun pemeriksaan fluoroskopi sangat membantu tetapi diagnosis definitif tetap menggunakan bronkoskopi, tetrutama jika terdapat keraguan dalam diagnosis.

Tidak semua benda asing dapat diambil dengan rigid endoskop. Pada beberapa kasus membutuhkan pemeriksaan pendahuluan fleksibel bronkoskopi untuk menentukan letak dari benda asing dan sebagai penuntun dalam pembedahan; yang kami lakukan adalah apabila terdapat kecurigaan benda asing langsung dikerjakan rigid bronkoskopi oleh ahli bedah thoraks. Konsekuensi dari tidak terdiagnosisnya hal ini adalah pneumonia yang berulang, bronkiektasis, dan abses paru-paru, adalah sangat berat sedangkan prosedur diagnostiknya adalah sangat mudah, oleh karena itu bronkoskopi sebaiknya dilakukan.

Benda asing organik, seperti kacang, cenderung dapat menyebabkan reaksi inflamasi saluran nafas, dan follow up yang seksama harus dilakukan untuk meyakinkan tidak adanya kerusakan sekunder. Masalah ini biasanya timbul pada sisi kiri dibandingkan sisi kanan dan pada pemeriksaan CXR dapat dijumpai konsolidasi.

Penyakit Saluran Pernafasan Atas

Rhinitis yang timbul pada masa awal kemungkinan mungkin merupakan gejala PCD, khususnya apabila rhinitis timbul terus menerus. Hubungan antara rhinitis alergika, pos nasal drip dan gejala-gejala gangguan saluran pernafasan bawah masih ramai diperdebatkan., meskipun apabila ada anak dengan gejala-gejala gangguan saluran pernafasan atas maka faktor-faktor pemicunya (alergi) harus dicari dan pemberian antihistamin oral dan steroid nasal dapat dipertimbangkan. Gejala-gejal yang mendukung ke arah apneu saat tidur harus dicari dan adenotonsilektomi dapat dipertimbangkan jika ada tonsilitis yang berulang, desaturasi nokturnal atau sumbatan hidung yang kesemuanya itu tidak berespon terhadap terapi medikamentosa.Harus diingat bahwa apneu saat tidur dapat menyebabkan gagal tumbuh, hipertensi pulmonal maupun gagal jantung bendungan.

Keadaan-keadaan lain

Biasanya dignosis gangguan saluran pernafasan dapat dilihat dengan adanya batuk dan/ atau wheezing. Kekeliuran yang sering terjadi termasuk edem paru-paru, yang merupakan manifestasi awal penyakit jaringan interstisial poru-paru dan trakeobronkomalasia. Penyakit paru-paru kronik karena prematuritas jarang sekali dikelirukan, tetapi dapat menimbulkan masalah dalam terapi, dan tata laksana dari penyakit ini di luar pembahasan bab ini. Penyebab tersering dari edem paru-paru berulang yang menimbulkan gejala wheezing adalah penyakit jantung bawaan dengan pirau kiri ke kanan, biasanya paten duktus arteriosus, VSD dan ASD. Pembesaran atrium kiri dapat menekan cabang utama bronkus kiri yang dapat mengakibatkan kolapnya lobus maupun segmen paru-paru. Ekokardiogram harus dilakukan apabila diagnosis masih belum jelas.

Penyakit jaringan interstisial sangat jarang pada usia ini, dan dapat menunjukkan manifestasi yang tidak spesifik seperti batuk, takipneu dan gagal tumbuh. Banyak diagnosis yang spesifik maupun yang tidak spesifik memberikan gambaran klinis yang sama. Diagnosis spesifik yang dapat dipertimbangkan adalah defisiensi protein surfaktan B, infeksi konginital seperti infeksi CMV, limfangektasie kongenital, penyakit pembuluh darah paru-paru seperti sumbatan vena pada paru-paru dan malformasi arteriovenosa, dan hemosiderosis paru-paru idiopatik. Diagnosis non spesifik termasuk penyakit yang saat ini kita kenal dengan pnuemonitis kronik pada bayi dan pneumonitis interstisial non spesifik. Keterangan yang lebih lengkap tentang diagnosis dan tatalaksana penyakit yang jarang ini dapat ditemukan di lain tempat, secara umum pemeriksaan CT scan dengan resolusi yang tinggi diperlukan untuk mengetahui bahwa terdapat proses yang sedang berlangsung di jaringan interstisial bahkan apabila foto rontgen thoraks menunjukkan normal. Meskipun terdapat teknik untuk biopsi jarum tranbronkial dan transthoracic tetapi kami lebih memilih operasi terbuka.

Bronkomalasia dapat merupakan penyakit kongenital maupun akuisita. Bronkomalasia kongenital mempunyai prognoisis yang baik dan biasanya berlangsung dalam waktu yang singkat dan dapat dihubungkan dengan adanya kelainan kongenital lain seperti kelainan jaringan ikat, sindrom Larsen dan sindrom Fryn’s. Bronkomalasia akuisita dapat diakibatkan karena iatrogenik setelah terapi distres pernafasan pada bayi baru lahir, akibat sekunder karena penekanan oleh kista atau pembuluh darah, komplikasi dari bronkiolitis setelah transplantasi paru-paru, dan setelah pembedahan fistula trakeoesofagus. Wiliams dan Campbell menggambarkan sindrom bronkomalasia yang terjadi pada cabang bronkus kedua sampai ketujuh. Gejala-gejala yang muncul saat awal dapat menunjukkan bahwa penyakit itu termasuk penyakit kongenital. Saat ini hubungan antara bronkomalasia dengan trias (susunan atrium yang normal, isomer bronkus kiri dan viscera abdomen yang normal) kurang diyakini dan dimungkinkan ini adalah suatu sindrom tersendiri.

Diagnosis bronkomalasia harus dipikirkan apabila terdapat indeks kecurigaan yang tinggi. Apabila terdapat kecurigaan bronkomalasia, harus dikonfirmasi dengan fiberoptik bronkoskopi, bronkografi atau ultrafast computed tomography. Tata laksananya adalah menghilangkan faktor predisposisi. Tatalaksana medikamentosa mungkin dapat digunakan dengan tetap memikirkan dukungan pernafasan seperti tekanan positif jalan nafas atau ventilasi khususnya saat malam hari. Pilihan pembedahan dengan pemasangan stent pada area yang terdapat kelainan atau aortopeksi untuk trakeomalasia atau bronkomalasia sentral.

Akhirnya, di beberapa belahan dunia, penekanan saluran pernafasan oleh limfonodi pada tuberkulosis merupakan penyebab tersering dari wheezing pada bayi. Apabila terdapat kecurigaan tuberkulosis maka uji mantoux dan pemeriksaan rontgen thoraks sangat penting. Pemeriksaan lain yang mungkin dapat dilakukan adalah aspirasi cairan lambung saat pagi hari dan bronkoskopi serta lavase bronkoalveolar. Hasil yang cepat dapat diperoleh dari pemeriksan polimerase chain reacion untuk TB RNA atau DNA. Petunjuk untuk pengobatan dan profilaksis telah banyak dikeluarkan dan anak-anak harus lebih cepat didiagnosis. Usaha untuk mengetahui adanya riwayat kontak harus dilakukan sehingga kita dapat mengetahui dan menerapi orang dewasa yang menularkan TBC pada si anak.


PEMERIKSAAN YANG BERGUNA PADA ANAK DENGAN WHEEZING DAN/ ATAU BATUK BERLEBIHAN

Pada kebanyakan anak, anamnesis dan pemeriksaan fisikn dapat menentukan apakah anak normal atau menderita asma. Tetapi kasus-kasus sulit membutuhkan pemeriksaan yang lebih lanjut. Tabel 6.5 berisi pemeriksaan-pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab lain.

Rontgen thoraks

Pengetahuan tentang variasi normal dan patologis dari foto rontgen thoraks sangat dibutuhkan. Apabila terdapat kecurigaan abnormal maka kita perlu berusaha untuk melihat foto yang lalu. Apabila anak sedang menderita pneumonia, saya selalu berusaha untuk mencari foto sebelumnya. Saya hanya menanyakan imunodefisiensi pada beberapa orang karena sudah ada foto rontgen untuk konfirmasi. Banyak anak dengan infeksi virus dan batuk yang basah dikatakan sebagai infeksi paru-paru padahal foto rontgen menunjukkan hasil yang normal.

Bagian ini mengingatkan beberapa langkah diagnosis yang penting yang dapat terlupakan apabila tidak dilakukan pemeriksaan yang spesifik. Perhatian khusus harus diberikan pada saluran nafas besar. Meskipun foto rontgen thoraks tidak menunjukkan lesi yang kompresif tetapi bukti tersebut dapat dilihat apabila dilakukan pemeriksaan bayangan trakea dengan seksama.. Ini termasuk melihat tepi dari arkus aorta (gb 6.9), meskipun pergesaran ke tepi kanan dari arkus aorta dapat merupakan variasi normal, tetapi hal ini dapat merupakan bagian dari cincin vaskular. Pola percabangan saluran pernafasan harus dilihat untuk menyingkirkan isomerism bronkus kiri sebagian yang mungkin berhubungan dengan bronkomalasia. Kolapnya lobus bawah kiri dapat terabaikan bila sail-sahaped shadow di belakang jantung dengan hilangnya tepi hemidiafragma kiri yang bergelombang tidak secara cermat diperiksa. Akhirnya, kosta dan korpus vertebra harus dilihat; kelainan korpus vertebra mungkin dapat meruoakan petunjuk adanya kelainan esofagus yang merupakan bagian dari sindrom VATER/VACTERLS.

Tbel 6.5 Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus dipertimbangkan pada anak dengan batuk dan wheezing berulang

Dicurigai adanya penyakit esofagus: pemeriksaan pH, barrium swallow, tube esofagogram, esofagoskopi

Dicurigai adanya kelainan pada saluran pernafasan atas: polisomnografi, tes RAST

Dicurigai adanya penyakit kistik fibrosis: tes berkeringat, potensi nasal, genotip, elastase feces, lemak feces

Dicurigia diskinesia siliat primer : tes sakarin, motilitas siliar nasal, mikroskop elektron untuk orientasi, nittit oksid nasal

Dicurigai adanya imunodefisiensi sistemik : imunoglobulin dan subkelas, antibodi vaksin, subset limfosit, fungsi limfosit dan netrofil, tes HIV

Dicurigai adanya kelainan struktural saluran pernafasan : fiberoptik bronkoskopi

Dicurigai tuberkulosis : heaf test, fiberoptik bronkoskopi dan/ atau lavase lambung, kombinasi kultur dan PCR

Dicurigai penyakit kardiovaskular : ekokardiogram, barium swallow untuk menyingkirkan adanya cincin vaskular atau arteri pulmonalis yang menggantung, angiografi

Dicurigai bronkiektasis : CT scan dengan resolusi tinggi, pemeriksaan imunodefisiensi lokal maupun sistemik



PEMERIKSAAN ALERGI

Pada kelompok umur ini, tes-tes untuk mengetahui adanya alergi seperti skin prick test, total IgE atau RAST tes dapat digunakan untuk (a) mengetahui apakah anak mempunyai atopi (b) sebagai pedoman untuk modifikasi lingkungan (c) sangat mungkin untuk menentukan prognosis pada anak dengan wheezing. Kedua metode di atas mempunyai kelemahan pemeriksaan negatif palsu khususnya apabila usia anak kurang dari 3 tahun. Meskipun apabila tesnya positif maka menunjukkan hasil yang sangat signifikan.

Status atopik secara klinis mungkin dapat dilihat pada seorang anak dengan eksem fleksura yang spesifik . Apabila tidak terdapat manifestasi penyakit kulit, adanya atopi dapat memberikan petunjuk dalam penggunaan terapi kortikosteroid inhalasi, meskipun banyak anak yang atopi tidak menunjukkan kelainan eosinofilia, hal ini dapat timbul lebih cepat dari 2 tahun apabila tidak diberikan terapi antiinflamasi.

Pembahasan tentang modifikasi lingkungan diterangkan di lain tempat dalam buku ini. Alergen-alergen yang menimbulkannya dapat sangat bervariasi di setiap tempat maupun kondisi. Debu kutu rumah harus dipikirkan khususnya apabila ada anak dengan rhinitis yang berat dan terus menerus, dengan bersi9n-bersin dan iritasi hidung saat bangun tidur. Menurut pandangan kami, setiap keluarga yang mempunyai bayi khususnya dengan gejala gangguan pernafasan hendaknya tidak memelihara hewan piaraan yang berbulu, skin prick test atau RAST test mungkin dapat meyakinkan keluarga tersebut untuk tidak memelihara hewan piaraan yang berbulu.

Kegunaan tes alergi juga dapat untuk menentukan prognosis kejadian jangka panjang. Penelitian Tucson menunjukkan bahwa kelompok yang memiliki kadar IgE tinggi pada usia kurang dari 1 tahun (tetapi tidak saat lahir) diperkirakan akan terjadi kenaikan IgE pada usia 6 tahun dan 11 tahun, dan berhubungan dengan adanya wheezing yang berkepanjangan, sedangkan anak dengan wheezing yang mempunyai kadar IgE normal gejala-gejalanya akan berkembang. Akan tetapi, pengukuran total IgE lebih bermanfaat pada penelitian kelompok dibanding penatalaksanaan secara individual.Tes alergi yang spesifik lebih bermanfaat pada tatalaksana individu dibanding pengukuran IgE total. Penelitian ETAC (Early Treatment Of The Atopic Child) yang terbaru, sebuah penelitian double blind, placebo controled study, melakukan penelitian tentang pemberian cetirizine oral pada bayi dengan dermatitis atopik, dengan tujuan untuk mengetahui apakah cetirizine dapat mencegah perkembangan dari wheezing. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan antara pemberian cetirizine dengan plasebo. RAST tes positif terhadap rumput, tungau debu rumah dan kucing dapat memperkirakan bahwa anak dengan atopik akan berkembang menjadi wheezing. Pada group dengan RAST positif terhadap tungau debu rumah dan tepung serbuk sari (20% dari total group) terdapat pengurangan wheezing 50% dengan terapi cetirizine). Terdapat kontroversi apakah RAST tes positif terhadap telur dapat memprediksikan wheezing berkepanjangan. Penelitian lebih lanjut secara prospektif diperlukan untuk menjelaskan hal ini.

Peran Penanda Iflamasi (eosinofil, stokin dan nitrit oksid)

Tujuan dari pengukuran ini adalah untuk mengetahui apakah pemberian kortikosteroid inhalasi dapat dibenarkan pada anak-anak dengan inflamasi saluran pernafasan. Dalam hal ini terdapat banyak pengalaman dengan pengukuran produk eosinofil seperti pengukuran eosinophilic cationic protein (ECP). Penanda ini menunjukkan hal yang meragukan. Pertama, ECP akan meningkat pada anak dengan atopik baik dengan wheezing maupun tidak, dan penelitian lanjutan menyebutkan bahwa separoh dari anak dengan wheezing dapat tidak menunjukkan gejala selama 2 – 4 tahun. Penelitian yang lain menyebutkan bahwa kenaikan ECP pada anak wheezing tanpa atopik diantara periode wheezing dapat menunjukkan bahwa gejala sedang berlangsung, terdapat tumpanmg tindih hasil pengukuran ECP di antara beberapa kelompok sehingga pengukuran ECP hanya bermakna jika harganya sangat tinggi. Penelitian yang lain juga menyebutkan jika terdapat kenaikan ECP saat periode wheezing yang pertama dapat memprediksikan akan terjadi wheezing berikutnya. Belum ada penelitian yang menyebutkan bahwa hasil pengukuran akan dipengaruhi dengan adanya terapi. Saat ini, kadar ECP yang tinggi pada bayi dengan wheezing dan atopik mungkin dapat dipikirkan sebagai penanda adanya inflamasi saluran pernafasan dan dapt sebagai petunjuk untuk pemberian terapi steroid inhalasi lebih awal. Meskipun pendapat ini masih kontroverial, tetapi apabila tidak ada perbaikan klinis dengan kortikosteroid inhalasi maka kami tidak akan melanjutkan terapi tersebut berapapun kadar ECPnya.

Pengukuran ECP secara luas mulai menggunakan lavase nasal, dengan menggunakan mukosa hidung sebagai model dari dari mukosa saluran pernafasan bawah. Marker dilusi seperti inulin ditambahkan dalam cairan lavase tersebut. Kenaikan ECP, sitokin dan netrofil dijumpai dalam beberapa kelompok bayi-bayi dengan wheezing. Apakah sebagian atau seluruh pengukuran ini dapat memprediksikan respon terhadap terapi ataupun prognosis masih belum diketahui, dan hubungan antara lavase saluran pernafasan atas dengan dinding bronkus juga belum jelas.

Dalam penelitian penderita asma yang lebih tua, kenaikan interleukin-4 (IL-4), interleukin-5 (IL-5), dan limfosit T yang teraktivasi dapat ditemukan pada pemeriksaan darah tepi dan kadarnya dapat menurun dengan pemberian kortikosteroid inhalasi. Kebanyakan pasien yang diikutkan dalam penelitian ini lebih dari 5 tahun dan dapat tumpang tindih di antara kelompok penelitian tersebut. Data ini mungkin sekarang belum menjadi pemeriksaan rutin dalam praktek klinik akan tetapi dalam masa datang hal ini dapat memberikan informasi yang penting dalam diagnosis maupun terapi.

Nitrit oksid (NO) saat ini sering diukur pada anak kecil maupoun dewasa. Penelitian pada bayi masih sangat terbatas dan kegunaannya dalam proses diagnosis masih belum jelas. Dengan menganalogikan dengan anak yang lebih besar, nasal NO mungkin dapat berguna dalam diagnosis PCD. Salah satu penelitian menunjukkan bahwa terjadi kenaikan NO pada beberapa bayi dengan wheezing dan penurunan setelah diterapi dengan steroid oral. Kadar nitrit oksid dan udara yang dihembuskan selama respirasi dihubungkan dengan kadar nitrit oksid endotrakeal setelah intubasi pada pembedahan elektif. Fakta bahwa sinus paranasalis pada kelompok umur ini belum berkembang menunjukkan bahwa kontaminasi saluran pernafasan atas kurang berperan dibanding pada usia yang lebih tua. Analogi dengan penelitian pada kelompok yang lebih tua menunjukkan bahwa kenaikan No mungkin dapat merupakan tanda dari inflamasi yang diperantarai oleh eosinofil. Cara pemeriksaan NO yang non invasif membuatnya lebih diminati, tetapi dibutuhkan lebih banyak penelitian agar dapat menggunakannya dalam praktek klinik pada usia ini.

Umumnya, saat ini belum terdapat penanda inflamasi yang dapat dipercaya untuk digunakan sebagai penuntun klinis pada anak usia kurang dari 5 tahun. Masih dibutuhkan banyak penelitian untuk memperjelas hal ini.

Peranan Fiberoptik Bronkoskopi

Cara yang paling cepat untuk mengetahui adanya inflamasi saluran pernafasan adalah dengan menggunakan fiberoptik bronkoskopi dengan BAL dan bipsi bronkus. Transbronchial biopsy (TBB) meskipun merupakan salah satu prosedur diagnostik tetapi saat ini tidak digunakan dalam penelitian pada anak-anak dengan asma, prosedur ini hanya digunakan pada penderita asma dewasa.


Related Post



0 komentar:

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 

Archives

Pengunjung


widgeo.net

Ayat Al Quran

Follower

© Copyright 2010. wahidnh.blogspot.com . All rights reserved | wahidnh.blogspot.com is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com - zoomtemplate.com| Modified by wahidnh.blogspot.com