PENGARUH CHORIOAMNIONITIS TERHADAP TERJADINYA CEREBRAL PALSY

Referat

Widiyati Nurhasanah

Stase: Obtetri 2

Pembimbing dan moderator: dr. Ova Emilia, SpOG

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada

RS Sardjito Yogyakarta

ABSTRAK

Latar Belakang:

Tujuan:

Metode:

Simpulan:

Kata kunci: Chorioamnionitis, Cerebral palsy

PENDAHULUAN

Chorioamnionitis adalah suatu proses peradangan yang terjadi pada chorion dan amnion intra uterin yang terjadi kira-kira 1% dari semua kelahiran. Kematian maternal dari chorioamnionitis jarang terjadi, tetapi morbiditasnya cukup tinggi menimbulkan komplikasi pada ibu dan janin.

Cerebral Palsy adalah kelainan motorik yang tidak progresif yang onsetnya dini pada usia bayi, dengan melibatkan 1 extrimitas atau lebih dan mengakibatkan spastisitas atau paralysis muskuler.

Hubungan antara chorioamnionitis dan cerebral palsy ssudah diketahui sejak lama.Pada tahunn 1955, Eastman dan DeLeon melaporkan bahwa demam saat intrapartum dihubungkan dengan peningkatan 7 x terjadinya cerebral palsy. Pada tahun 1978, Nelson dan Ellenberg menunjukkan bahwa resiko terjadinya cerebral palsy meningkat dari 12 tiap 1000 sampai 39 tiap 1000 kelahiran pada bayi lahir rendah yang llahir daroi ibu dengan chorioamnionitis. Murphy dkk juga menyebutkan bahwa chorioamnionitis meningkatkann terjadinya cerebral palsy dari 3% sampai 17% pada bayi lahir premature kurang dari 32 minggu.. Grether dan Nelson menunjukkan bahwa demam pada ibu mencapai 38 C pada persalinan atau ditemukannnya diagnosis chorioamnionitis menunjukkan hubungan yang erat terhadap terjadinya cerebral palsy (OR:9,3; CI 95%)

CHORIOAMNIONITIS

Phatofisiologi dari Chorioamnionitis adalah adana koloni bakteri abnormal dari rectum dan anus selama kehamilan dmengakibatkan lingkungan mikrobiologi yang abnormal pada vagina dan cervik. Kolonisasi rektovaginal terutama B Streptokokus selama kehamilan

ditemukan berhubungan dengan infeksi bakteri baik bagi janin maupun bayi baru lahir. Tipe bakteri lain yang berada di vagina atau cervik naik sampai selaput plasenta dan meninisiasi terjadinya infeksi cairan amnion. Faktor resiko terjadinya korioamnionitis meliputi kelahiran premature, ketuban pecah dini,ketuban pecah dini dalam waktu yang lama.Laporan terakhir menunjukkan pasien dengan tanda dan gejala korioamnionitis, 38% menunjukkan tidak ada bukti histologis dari radang plasenra.Tanda dan gejala korioamnionitis meliputi demam ( selama persalinan dengan temperatur > 37,8 C), takikardi ( nadi > 120 x/ menit), takikardi pada janin ( nadi > 160x/menit), discarge vaginal atau cairan amnion yang berbau busuk atau purulen, nyeri pada uterus serta lekositosis. Dari kriteria ini demam saat intrapartum paling sering terjadi. Kultur bakteriologi dari cairan amnion dan discarge urogenital dapat dipakai untuk memastikan penyebab pathogenesis

Pereiventrikuler Leukomalacia (PVL) dan Infeksi

Lesi otak matter putih yang dideteksi dengan neurosonografi selama neonatal adalah hal yang paling penting sebagai factor resiko terjadinya perkembangan cerebral palsy.Lesi0lesi ini adalah anteceden sonografik atau disebut dengan Periventriculer Leukomalacia (PVL), suatu lesi serebral berupa foci neurosis dalam matter putih mendekati ventrikel lateralis.Lesi berongga ini, atau foci nekrotik dilaporkan pada 7-26% bayi dengan berat lahir kurang 1500 g dan 62-80% dari bayi- bayi ini berkembang menjadi cerebral palsy.Infeksi memegang peranan penting rterhadap terjadinya PVL. Suatu Penelitian awal mendukung hal tersebut bahwa bayi baru lahir dengan riwayat sepsischorioamnionitisunyai factor resiko terjadinya PVL.Penyuntikan endotoksin pada kitten yang baru lahir menunjukkan adanya lesi area matter putih, yang menyerupai PVL.

Bejar dkk mengungkapkan bahwa resiko PVL pada antenatal adalah 9,4 lebih tinggi pada persalinan preterm dengan cairan amnion yang purulent dibandingkan dengan kontrol ( 75% dengan 8%).Chorioamnionitis terjadi pada lebih dari setengah bayi preterm dengan PVL kurang dari 3 hari setelah lahir..Pada beberapa kasus PVL ditemukan dari otopsi bayi baru lahir yang meninggal,dan sejak nekrosis koagulasi dari matter putih beberapa hari berkembang menjadi lesi berongga, diyakini bahwa PVL dapat dimulai sebelum persalinan.Adanya konsentrasi interleukin (IL)-6 pada tali pusat pada saat kelahiran secara signifikan lebih tinggi terjadi pada 25 bayi baru lahir dengan lesi matter putih. lesi ini menunjukkan bahwa suatu proses antenatal terbentuknya PVL dihubungkan dengan infeksi intauterin.Perlman dkk menunjukkan bahwa selaput ketuban yang sudah pecah dalam waktu yang lamadan korioamnionitis secara bermakna sebagai predictor terjadinya PVL pada bayi preterm. Penelitian meta analisis terakir menerangkan bahwa hubungan antara koriomnionitis dan PVL menunjukkan bahwa secara klinis dan histologis berhubungan dengan korioamnionitis.

Prevalensi terjadinya cerebral palsy pada usia 3 tahun adalah 44 dalam 1000 bayi lahir dengan berat kurang dari 27 minggu, 21 tiap 1000 kelahiran antara 28-30 minggu, dan 0,6 tiap 1000 kelahirtan aterm

KESIMPULAN

Sejumlah bukti menunjukaan bahwa proses kerusakan syaraf mendahului terjadinya PVL dan serebral palsy mulai terjadi dari kehidupan intrauterine dan berhubungan dengan inflamasi intraamniotik dan perrkembangan dari respon inflamasi janin. Stategi untuk mencegah terjadinya serebral palsy dihubungkan dengan PVL dibutuhkan untuk dimulai dari kehidupan intra uterin.

DAFTAR PUSTAKA

Bo Hyun Yoon, Chan Wook Park, Tinnakorn Chaiworapongsa. Intrauterine infection and the development of cerebral palsy.BJOG: an International Journal of Obstetrics and Gynaecology.April 2003, Vol. 110 (Suppl), pp. 124-127.

2. Michael P Sherman, MD. Maternal Chorioamnionotis.Http://www.emedicine.com/ped/topic89.htm